Tidak diketahui

1156 Words
“Apa?!” seru Bu Marni dengan mata membulat sempurna ketika pintu terbuka, namun wajah Bu Marni berubah drastis ketika melihat Anjani yang berada di hadapannya. Bu marni langsung menurunkan tangannya yang sedang mengacak pinggang. “Saya dengar mahasiswa yang hilang sudah kembali? Mana Sean? Apa ia sudah kembali?” tanya Anjani seraya melihat ke arah dalam ruangan dosen tersebut. Beberapa dosen melihat Bu Marni seolah meminta agar ia menahan Anjani agar tak mengerecoki lagi kantor Dosen dengan etikanya yang sudah rusak. Bu Marni tampak menghela napas sambil menatap Anjani dengan wajah yang menahan rasa kesal. “Mereka belum kembali dan Anda bisa keluar dari sini sebelum saya memanggil satpam, di sini kantor jangan mentang-mentang anda orang kaya bisa seenaknya ya ke sini dengan ketukan yang amat bar-bar. Ingat, dosen di sini tidak berhutang pada anda sehingga perlihatkanlah bahwa anda berkelas sesuai dompet,” ujar Bu Marni tegas. Alefukka yang mendengar itu tampak menarik napasnya dalam-dalam, kalau saja Anjani tahu bahwa Sean ditinggalkan di dunia game untuk bertarung seorang diri demi kebebasan mereka, sudah dipastikan bahwa perang dunia ketiga dimulai saat itu juga. “Apa yang harus kita lakukan? Gue takut kalau lama-lama tante Anjani tahu kita udah keluar sementara anaknya belum ada, terus bakal terjadi perang habis-habisan antara orang tua,” kata Gilang yang sudah merasa takut dengan apa yang ia bayangkan. Sementara itu Anjani yang mendengar ucapan Bu Marni langsung mendeham kecil, kemudian menatap Bu Marni serius. “Kita sama-sama orang tua, kita sama-sama mempunyai anak. Andaikan ibu diposisi saya sudah pasti ibu tidak akan bisa berpikir jernihkan? Tolong jangan tersinggung dengan sikap saya kalau anda sendiri tidak pernah bisa menempatkan diri diposisi saya,” kata Bu Anjani dengan tatapannya yang menusuk. Bu Marni mengangguk paham sebelum akhirnya dengan bahasa isyarat Bu Marni kembali mengusir Anjani agar tak lagi berada di area ruang dosen tersebut. Dengan cepat Anjani pergi dan meninggalkan Bu Marni dengan rasa kesalnya yang menggebu-gebu. “Huh! Orang tua sekarang memang tidak mempunyai etika dan adab. Kalau tidak melihat bahwa dia orang tua dari mahasiswa mungkin saja orang itu sudah habis ditangan saya,” ucap Bu Marni sambil melangkah kembali ke sofanya. Beberapa dosen terlihat memberikan semangat untuk Bu Marni agar tidak mudah terbawa emosi karena beberapa minggu terakhir ini semua dosen sedang diuji kesabarannya. Bahkan beberapa dosen ada yang dicurigai menculik para mahasiswa yang hilang sedangkan yang lainnya diikuti terus oleh salah satu wartawan yang terbilang sangat aktif. Mereka berenam pun langsung keluar dari toilet dosen yang berada di dalam ruangan tersebut. Mereka melihat keluar sekilas dan benar saja keadaan sudah mulai membaik. Alefukka dan yang lainnya langsung duduk di sofa yang berada di hadapan Bu Marni kemudian melanjutkan pembicaraan mereka yang sempat tertunda. “Lalu apa rencana kalian untuk mengambil Sean kembali ke dunia nyata? Apa kalian perlu bantuan ibu?” tanya Bu Marni yang terlihat antusias ingin membantu mereka. Ya, setidaknya ini adalah caranya agar ia bisa terbebas dari kejar-kejaran wartawan apalagi para orang tua yang sudah tidak memiliki adab itu. “Kami harus menemukan seorang yang paham tentang dunia game, Kita akan menghancurkan dunia game itu kalau ada yang paham tentang itu semua,” ujar Alefukka yang menjelaskan pada Bu Marni, namun yang menyedihkannya Bu Marni tidak paham tentang dunia game tersebut walaupun dia adalah seorang kaprodi teknologi game, tetap saja rasanya belum ada yang bisa memikirkan dunia game tersebut. Bu Marni tidak menjawab ucapan Alefukka, ia terlihat berpikir keras. Namun, ia tampak lesu ketika mengingat sesuatu. “Sebelum ibu, Kaprodi angkatan Andrew yang sepertinya tahu seluk-beluk dunia game karena dulu katanya dunia game sempat booming hingga menghilangkan beberapa mahasiswa di kampus ini juga. Tapi, sayang Pak Heri sudah meninggal 2 tahun yang lalu dan kita tidak bisa melacak apapun tentang dunia game itu.” Bu Marni tertunduk lesu. Darren terbelalak ketika mendengar ucapan Bu Marni. “Sepertinya tidak masalah jika Pak Herinya meninggal, bukankah kampus seharusnya ada beberapa berkas yang seharusnya disimpan untuk pendataan? Bukankah kita bisa mencari data yang berkaitan dengan Andrew? Berkas itu pasti ada dan seluk-beluk dunia game itu pasti terkuak,” ujar Darren bersemangat. Mereka berenam pun setuju dengan ide cemerlang Darren. Namun, tampaknya Bu Marni tidak berpendapat sama dengan Darren. “Berkas tentang Andrew sudah dilenyapkan oleh Pak Heri sebelum beliau meninggal karena katanya ia mempunyai alasan sendiri mengapa ia melenyapkan seluk-beluk dunia game tersebut yang sampai sekarang tidak pernah kami ketahui,” ucap Bu Marni dengan wajah sedih. Mendengar perkataan Bu Marni mereka tentu saja bisa menebak kalau pastilah Andrew dan Pak Heri mempunyai sebuah rahasia atau malah jangan-jangan Pak Herilah yang menciptakan dunia game itu? Banyak sekali pertanyaan di otak keenam pemuda itu membuat mereka mencurigai Pak Heri sebagai dalang dari dunia game tersebut. “Apa mungkin Pak Heri yang menciptakan dunia game untuk Andrew? Apa beliau dekat dengan Andrew?” tanya Alefukka yang menanyakan sebuah pertanyaan di otaknya yang sangat mengganggu itu. Bu Marni langsung mengangguk cepat kalau memang benar Pak Heri sangatlah dekat dengan Andrew. “Beliau dan Andrew sangat akrab bahkan sudah seperti anak dan bapak. Mungkin saja Andrew sering menceritakan sesuatu yang tidak enak membuat Pak Heri menciptakan dunia game sendiri untuk Andrew. Kita mana tahu kan?” ucap Bu Marni yang sibuk menduga-duga. Keenam pemuda itu langsung menghela napas kasar, entah bagaimana mereka bisa melepaskan Sean sementara hal seperti ini saja membuat mereka frustasi. “Baiklah kalau begitu, kami akan berusaha sendiri. Kami akan melepaskan Sean dari dunia game itu, terima kasih karena telah banyak membantu kami,” ucap Darren kemudian mereka pun beranjak dari tempat duduk dan keluar dari ruang dosen tersebut dengan mata yang sudah seperti elang mencari mangsanya, tajam. “Kita harus ke mana lagi? Gue takut kalau ternyata kita gagal untuk selamatin Sean,” kata Fendi yang sudah berpikir negatif. Alefukka tak menanggapi ucapan Fendi lagi pula mereka baru saja sampai tidak mungkin untuk menyerah. “Kita baru aja sampai bro, masa iya baru sharing sama Bu Marni aja otak lo udah travelling ke mana-mana. Waktu kita masih cukup banyak buat cari orang yang paham ini,” ujar Alefukka yang tetap berpikir positif. Mungkin berkat pikiran positif yang terus berada di kepalanya, wajah Alefukka terbilang sangat muda dibandingkan temannya yang sudah terlihat tua dan kusut. “Kalem aja, kita pasti nemuin jalan untuk selamatin Sean dari sana,” lanjut Alefukka sambil melihat sekelilingnya, ia menyodorkan beberapa topi untuk teman-temannya dan beberapa masker untuk mereka gunakan agar tidak terlihat oleh wartawan dan juga mahasiswa kampus yang sangat heboh melebih akun gosip. Setelah mereka memakai perlengkapan akhirnya mereka berjalan keluar kampus dan Alefukka sengaja membiarkan beberapa orang untuk jalan lebih dulu agar tak tampak mencurigakan karena mahasiswi kampus bukan hanya sekadar akun gosip berjalan, tapi juga intel yang menyamar, entahlah cita-cita para mahasiswi itu apa selain menunggu kepulangan tim extramers yang sudah lama menjadi icon kampus tersebut. Keluar dari area kampus tidaklah mudah karena banyak sekali beberapa mahasiswa yang tampaknya mencurigai mereka, namun untung saja mereka tak mengejar Alefukka dan yang lainnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD