Siang itu kampus benar-benar ramai dan membuat suasana tidak kondusif. Beberapa dosen sudah memberikan teguran untuk para mahasiswanya agar tak membuat kehebohan disiang bolong seperti ini, namun sepertinya ucapan mereka tidak didengar oleh mahasiswi tersebut.
Bu Marni yang sudah kehilangan kesabaran akhirnya langsung melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi sehingga para mahasiswanya berkumpul di taman yang membuat jalanan terhalang.
“Hah! Astaga mereka telah bebas?” ucap Bu Marni dengan wajah tak percaya kemudian menerobos kerumunan dan mendapati mahasiswa yang hilang sudah berada di sebuah taman dengan wajah pakaian yang sudah kucel dan tak enak dipandang.
Namun, walaupun pakaian mereka yang seperti itu tak membuat para mahasiswi jijik malah semakin membuat perempuan-perempuan di kampus itu tergila-gila pada extramers. Fendi sedikit risih karena hanya dirinya yang tak berasal dari kampus tersebut dan memang berita Fendi hilang di kampus itu membuat pihak kampusnya menyerahkan urusan itu pada kampus Sean agar mengurusnya juga.
Orang tua Fendi juga disuruh ke kampus tersebut dan tak memprotes kampus yang sebenarnya adalah kampus Fendi karena mereka tidak merasa Fendi hilang di area kampusnya.
“Kalian? Kalian kok bisa di sini? Gimana ceritanya?” tanya Bu Marni yang terlihat lega karena mahasiswa yang hilang sudah berkumpul di sini, namun wajahnya kembali mengerut ketika tak mendapati Sean di genk itu. Baru saja Bu Marni ingin membuka mulut, Alefukka langsung memotongnya.
“Lebih baik kita bicarakan di ruang dosen saja bu karena ceritanya panjang,” ucap Alefukka yang kemudian di setujui oleh Bu Marni.
“Bubar-bubar!” teriak Bu Marni dengan logat bataknya yang sangat kental. Para mahasiswi yang sedang berkerumun pun langsung memberikan jalan untuk Bu Marni dan genk para cowok ganteng di kampus itu.
Tidak butuh waktu yang lama kembalinya genk extramers menjadi perbincangan hangat dikalangan mahasiswi. Beberapa mahasiswi juga bahkan sempat mengunggah foto extramers ke media sosial untuk memberitakan bahwa extramers telah kembali ke dunia nyata.
“Ayo silakan duduk, Pak Husen tolong buatkan mereka minuman ya dan bawa juga beberapa makanan kecil ke sini,” perintah Bu Marni pada office boy di kampus tersebut. Mereka pun langsung duduk di hadapan Bu Marni.
Bu Marni tampak menghirup napas dalam-dalam karena berita hilangnya mereka membuat nama kampus tercoreng dan beberapa pengacara mendatangi kampus itu untuk menuntut karena dianggap kampus tak bisa mengurus mahasiswanya.
“Sebentar, sebelum kalian bicara ibu mau tanya, mana file penting yang pernah ibu kasih ke kalian tentang Andrew?” tanya Bu Marni yang masih ingat dengan file Andrew yang sudah lama itu. Ia berharap bahwa anak-anak itu bisa memegang kunci utama dari data diri Andrew.
Alefukka, Gilang dan Darren saling pandang dengan wajah gugup, mereka benar-benar gugup karena file tersebut hilang saat mereka dikejar-kejar zombie.
“Jadi, gini Bu. Keselamatan dan nyawa kita lebih berarti dari pada file itu, kami mempertaruhkan nyawa kami di dunia game itu jadi bisa dikatakan file yang ibu kasih telah hilang saat kami sedang mencari selamat dari kejar-kejaran zombie, maaf,” ucap Alefukka yang menjadi juru bicara di tim tersebut.
Bu Marni menghela napasnya pelan, ia sudah menduga kalau file itu sudah pasti hilang. Untung saja Bu Marni mempunyai riwayat Andrew yang aslinya.
“Baiklah, ibu sudah menduga kalian akan menghilangkan file itu. Jadi bagaimana kalian bisa kembali ke sini? Sean ke mana ibu tidak melihatnya?” tanya Bu Marni dengan wajah terheran-heran sejak tadi.
“Kami mengorbankan Sean untuk tinggal selamanya di dunia game itu dan imbalannya kami mendapatkan kebebasan. Namun, jangan menyangka kami jahat meninggalkan Sean selamanya di sana. Justru kami keluar untuk menyelamatkan Sean sekaligus menghancurkan dunia game milik Andrew agar tidak ada orang lain yang terperangkap di game buatannya,” ucap Gilang yang menjelaskan itu pada Bu Marni. Untuk pertama kalinya Gilang mengeluarkan suara yang bermanfaat.
Mendengar penjelasan Gilang membuat Bu Marni memijat keningnya, ia pusing dengan keadaan para mahasiswanya itu. Bagaimana bisa mereka menjadikan Sean jaminan sementara mereka bebas dengan dalih mereka ingin melepaskan Sean ketika mereka bebas.
“Apa kalian sudah gila? Bagaimana kalau sampai ibunya Sean ke sini lagi? Akhir-akhir ini kampus didatangi polisi dan wartawan karena ibu kalian yang melaporkan kasus ini, dan sekarang pakai ada acara kalian bebas dan Sean belum bebas. Astaga anak-anak ini ingin membuat saya pensiun lebih cepat sepertinya,” ucap Bu Marni yang sudah merasa frustasi dengan keadaan kampus yang kacau.
“Ya jangan beritahu siapa pun kalau kita sudah bebas sampai kita bisa melepaskan Sean dari dunia game,” kata Darren yang mengambil jalan tengah.
“Anak ini! Kalian kira dengan munculnya kalian ditengah para mahasiswi itu semua tak akan diberitakan? Apa kalian tidak tahu rating gosip di kampus ini meningkat menjadi nomor 1 yang paling cepat menyebarkan hoax atau pun berita heboh lainnya,” kata Bu Marni dengan mata yang melotot melihat keenam mahasiswa yang berada di hadapannya ini.
Mereka terdiam, apa yang dikatakan Bu Marni ada benarnya. Sebelum kasus mereka juga rumor tak sedap tentang kampus itu tersebar cepat ketika ada mahasiswa yang bunuh diri di kampus. Pada Saat itu extramers memaklumi kehebohan itu karena namanya juga berita bunuh diri sudah pasti akan sangat ramai dibahas.
Saking banyaknya rumor yang beredar dan tak diketahui jelas siapa yang menyebar itu semua, kampus tersebut hampir saja ditutup oleh kementrian pendidikan karena selalu saja ada berita heboh dari dalam kampus entah itu dari kalangan mahasiswa atau dosen pasti ada saja yang iseng memberikan hoax.
Tok..tok..tok
Ketukan di pintu ruang dosen membuat Bu Marni memucat dan memberikan kode agar keenam pemuda itu mengumpat di sebuah toilet.
Bu Marni langsung membenahi pakaiannya yang sedikit kusut dan menetralkan degup jantungnya yang sudah tak karuan. Mendengar ramainya suasana di luar ruang dosen membuat Bu Marni sudah menebak siapa yang datang kali ini.
“Selamat siang Bu, kami ingin bertanya tentang berita yang memberikan informasi bahwa para mahasiswa yang hilang sudah kembali? Apa itu benar? Kalau benar bolehkah kami melihat mereka secara langsung dan mendengar pendapat mereka sendiri tentang perjalanan di dunia game?” tanya salah satu wartawan yang membuat Bu Marni menatap mereka dengan datar.
“Apa pantas kalian mendatangi kampus ini setiap waktu? Baru saja kalian bertanya tentang mahasiswa yang hilang, saya sudah bilang bahwa pihak kampus sedang menanganinya dan menyelidiki hal ini. Apa yang kalian pikirkan sampai kalian datang kembali? Berita hoax lagi?” teriak Bu Marni membuat Fendi yang berada di toilet hampir saja tertawa karena logat batak Bu Marni yang kental membuat siapa saja sedikit merasa lucu.
Tidak ada jawaban dari para wartawan tersebut, mereka pun langsung meminta maaf karena ketidaknyamanan tersebut. Bu Marni memelototi mereka sampai akhirnya para wartawan pergi dari tempat tersebut.
Setelah keadaan kembali kondusif, Bu Marni kembali duduk di sofa tersebut. Namun, baru saja b****g aduhai Bu Marni duduk ada lagi yang mengetuk pintu ruang dosen tersebut dengan keras.
“Astaga! Apa kampus ini sudah kehilangan martabatnya sampai orang-orang di kampus ini tidak bisa mengetuk dengan etika? Astaga semua ini benar-benar membuatku gila!’ seru Bu Marni sambil menghentakkan kakinya.