“Itu kan Rei dan genknya?” ucap Sean pelan sambil melihat isi rumah tersebut dengan rasa tak percaya. Di dalam ruangan itu Rei dan 3 temannya tampak hanya terdiam dan mendengarkan perkataan Andrew yang entah apa, Sean tak bisa mendengarnya karena kamera di drone itu tak ada sebuah perekam yang bisa membuatnya mendengar langsung percakapan tersebut.
Mereka semua tampak serius, Rei terlihat mengangguk-angguk seolah paham apa yang dikatakan oleh Andrew. Sedangkan Klara hanya duduk dari kejauhan mengamati mereka semua, entah mengapa Klara tampak murung melihat para pria itu sedang berbicara.
“Gue harus pindah persembunyian, sepertinya Klara akan memberitahu bahwa gue berada di rumah pohon itu. Gue harus waspada,” gumam Sean pelan yang masih berada di dalam semak-semak tersebut.
Di dunia game itu tak ada satu pun yang dapat ia percayai bahkan termasuk Klara yang sebenarnya sangat ia percaya. Namun, ini adalah tentang hidup dan matinya. Klara bisa saja membongkar persembunyian Sean karena dikontrol oleh Andrew dan Sean harus tetap hidup walaupun ia belum tahu jelas bagaimana kelanjutan nasibnya yang sedang dipertaruhkan oleh sahabt-sahabatnya itu.
Mereka yang berada di dalam rumah tampak keluar dan tertawa ria, entah bagaimana cara Andrew membujuk Rei dan ketiga temannya sampai Rei cepat akrab dengannya. Sean tahu betul bahwa Rei bukanlah orang yang cepat akrab pada orang yang tidak dia kenal secara langsung.
“Ini ada yang aneh, pasti Andrew sudah mengontrolnya dengan jenis teknologi apa lagi yang dia ciptakan? Ini harus dihentikan, bisa semua anak kampus jadi korbannya!” ucap Sean sambil melihat mereka dengan drone yang sengaja ia masukkan ke semak-semak yang berada di dekat mereka.
“Gue akan kasih tempat tinggal yang bagus untuk lo dan ketiga teman lo. Oh iya jangan lupa pikirkan tawaran baik gue tadi,” kata Andrew sambil menepuk-nepuk punggung Rei.
Sean tahu bahwa Rei yang menjadi ketua tim untuk ketiga temannya itu karena Andrew hanya baik dan ramah padanya. Andrew tidak akan sebegitu ramah dan baik pada orang yang tak memiliki kepopuleran untuk mempengaruhi temannya yang lain.
“Tenang saja, kita akan menjadi tim yang sangat baik. Gue cabut dulu ya, bro!” ucap Rei dan ketiga temannya yang pergi ke sebuah rumah yang lumayan jauh dari tempat pusat kontrol tersebut.
Andrew tampak tersenyum sambil melambai-lambaikan tangannya pada keempat teman baru atau lebih tepatnya dikatakan sebagai mangsa baru.
“Gue harus ikutin Rei dan teman-temannya meminta penjelasan untuk ini semua perihal kedatangan mereka dan yang lainnya,” kata Sean kemudian Sean bergegas mengikuti Rei dan teman-temannya. Saat Klara hendak memasuki rumah mewah tersebut, Klara seperti melihat sekelebat bayangan yang menghilang begitu saja dengan cepat.
Namun, wanita itu tidak mengatakan apapun pada Andrew karena ia tahu bahwa Andrew akan mencari tahu lebih dalam tentang sekelebat bayangan itu. Kalau saja bayangan tersebut ternyata Sean akan berbahaya untuknya.
Sean sepelan mungkin mengikut Rei dan teman-temannya ke suatu tempat yang berbentuk rumah sederhana dengan pencahayaan yang sangat terang.
“Rei, tunggu!” teriak Sean yang dengan beraninya menghampiri keempat orang itu dengan tangan yang berada disakunya bersiap-siap dengan apa yang akan terjadi saat ternyata Rei sudah berkomplotan dengan Andrew.
Rei dan ketiga temannya melihat sumber suara yang memanggil namanya. Matanya terlihat terbelalak ketika melihat Sean yang berada di dekatnya.
“Sean! Lo ternyata ada di sini beneran? Astaga, kita harus segera keluar dari sini gue gak mau terkurung, An!” ujar Rei yang terlihat panik begitu pun dengan teman-temannya yang meminta cara bagaimana bisa keluar dari tempat tersebut.
Sean tak menghiraukan kepanikan mereka, ia tidak boleh terfokus dengan hal itu karena bisa saja Rei dan yang lainnya sedang berakting padahal Andrewlah dalang dari akting tersebut. Dengan ekspresi datar Sean melihat keempat orang yang berada di hadapannya saat ini.
“Lo orang kenapa bisa di sini?” tanya Sean dengan tatapan tak bersahabat membuat Rei dan yang lainnya langsung terlihat ngeri karena tatapan tersebut tak biasanya diperlihatkan oleh Sean saat di kampus.
“Kita nemuin kacamata virtual reality milik tim lo dan kita gak sengaja cobain terus kita nyasar ke sini, apa lo tahu jalan keluarnya? Kita harus keluar dari sini secepatnya, tempat ini benar-benar tidak membuat gue nyaman,” bisik Rei sambil melihat sekelilingnya yang benar-benar sepi dan gelap.
Sean melihat keempat pemuda itu sekali lagi meyakinkan diri bahwa yang sedang ia lihat adalah manusia asli bukanlah seperti Klara yang sudah diracuni otaknya.
“Kalian ada di tim gue atau tim Andrew?
“Loh emangnya kenapa kok lo tanya gitu?”
“Jawab aja!” kata Sean tegas dan sedikit membentak, terlalu lama di dunia game membuatnya tak bisa percaya dengan seorang pun. Dunia game membuat dirinya terus berhati-hati dan waspada terhadap semua yang ia temui.
Rei tertawa kemudian menghela napasnya pelan.
“Kita ini teman sekampus, gue akan memihak lo dan kita akan keluar dari sini sama-sama. Oh iya yang lain mana kok Cuma lo?” tanya Rei dengan wajah bingung melihat sekelilingnya yang tak menampakkan satu pun sahabat Sean.
“Semua udah bebas, gue berkorban karena gue tahu gegara gue mereka jadi terjebak di dunia game ini. Ya sudah lo orang istirahat deh gue mau pulang,” kata Sean dengan wajah sedikit lesu berjalan meninggalkan mereka berempat.
Awalnya Rei bingung mengapa Sean tampak begitu lelah dan lesu seperti itu, namun ia baru sadar bahwa di dunia game tersebut pastilah tidak mudah dan ada banyak sekali tantangannya terutama zombie-zombie yang siap kapan saja menghabisi nyawa mereka dan melahapnya seperti orang kelaparan.
“Sepertinya dunia game ini tidak semenarik yang dikatakan Andrew, apa kita bisa melewati semua ini? Apa gak lebih baik kita berjuang bersama Sean untuk keluar dari dunia game ini karena kan sedikit lagi kita juga bakal ujian?” tanya Kiki yang mulai merasakan hawa tidak enak di sekitarnya.
“Ah lo ini cemen banget sih, hari ini kita baru aja tiba di sini masa mau mundur gitu aja? Lagi pula kita juga sudah berjanji pada Andrew untuk bermain di tempat ini sampai menemukan sebuah harta karun!” kata Rei yang sudah tidak sabar memburu harta karun sambil menumpas semua zombie yang berada di hadapannya ini.
Kiki dan yang lainnya takk menghiraukan ucapan Rei yang terlalu termakan janji manis Andrew, belum memulai saja Kiki sudah tahu bahwa permainan ini bisa membahayakan diri mereka kalau mereka tak bisa bertahan hidup mungkin saja mereka akan selesai sampai di sini dan tidak bisa ditemui oleh keluarga mereka.
Mereka pun akhirnya masuk dan beristirahat. Malam itu Kiki tampak tak bisa tidur karena memikirkan bagaimana nasibnya, padahal tempat tidur di rumah itu sangatlah empuk melebihi kasur yang berada di rumahnya.
“Sepertinya tempat ini benar-benar menyeramkan, gue harus lebih berhati-hati dalam dunia game ini,” kata Kiki dengan suara yang amat pelan. Perasaannya benar-benar tak enak karena dunia game ini tak seperti yang ia dan Rei bayangkan. Bahkan Kiki tak berpikir bahwa di dunia game tersebut terdapat sebuah bongkahan emas karena melihat keadaan yang benar-benar sunyi pastilah itu pertanda tidak baik.