Andrew Dalang

1048 Words
Waktu mereka masih ada 6 jam lagi untuk menyelesaikan misi ke 4 tersebut, namun rasanya tenaga mereka sudah sangat minim terbukti dengan Alefukka yang memilih untuk istirahat menyimapn energi untuk 10 menit ke depan. “Kenapa waktu kayaknya lama banget sih? Sumpah gue capek kalau harus pergi muter-muter belum lagi harus lawan zombie, ini game apa sih heran!” ucap Alefukk yang merasa sudah sangat lelah. Darren, Gilang dan Sean tak menimpalinya seolah sudah pasrah dengan keadaan mereka saat ini. Bukan hanya Alefukka, namun mereka bertiga juga merasa lelah padahal sebelumnya mereka tak pernah selelah ini. “Dulu gue anggep kuliah itu capek banget harus kerjain tugas dan begadang, belum lagi kegiatan di luar kuliah yang lumayan banyak juga. Ternyata sekarang gue rasain bahwa lebih capek jalanin misi zombie ini dari pada kuliah,” kata Sean yang merasa menyesal ratusan kali karena sudah mengambil PC tersebut. Darren melihat Sean dengan tatapan datar seolah ingin menghentikan keluhan yang selalu membuat telinganya pengeng. “Iya ini gegara lo kita jadi terdampar di sini, lagian kalau lo mau beli laptop baru aja pasti bisa asalkan sabar tunggu kiriman dari orang tua lo. Lagian lo harusnya mikir, di jaman susah gini masa ada yang membuang PC dengan kondisi masih bagus kayak gitu? Walaupun orang kaya sekali pun mendingan dikasih orang kan dari pada diletakkin kayak gitu,” kata Darren dengan wajah kesal. Hal  tersebut membuat pengalaman juga untuk ketiga pemuda itu agar lain kali tak memungut barang milik orang sembarangan. Bahkan seusai mereka keluar dari sini Sean berjanji untuk tidak mengambil barang yang bukan miliknya dengan sembarangan, ini berlaku juga untuk uang dan barang berharga lainnya yang bisa saja jebakan belaka entah itu dari dunia gaib atau pun dunia game seperti ini. “Sorry, gue janji gak mau mungut barang tanpa ijin lagi. Kapok!” kata Sean dengan wajah frustasi. Gilang melihat jam tangan yang melingkar ditangan kanannya. “Guys ayo jangan diem aja ini udah dikit lagi mau 10 menit, kita gak boleh lewat dari 10 menit bisa-bisa misi yang udah hampir selesai ini malah gagal karena kelamaan istirahat,” ujar Gilang seraya berdiri dan membersihkan pakaiannya yang sedikit kotor. Masing-masing juga berdiri dan mengambil senjatanya untuk berperang lagi, rasa lelah seakan tak bisa membuat mereka tetap diam dan beristirahat kerena tuntutan misi game yang tak jelas arah permainan tersebut. Sean semakin yakin bahwa game ini hanyalah untuk menyiksa orang lain yang masuk ke game ini. “Andrew sepertinya suka melihat orang menderita sehingga menciptakan game penyiksa kayak gini,” ujar Sean dengan wajah dongkol. “Ya, pantes aja kalau di dunia nyata dia dibully ama temen-temennya, dia seneng banget ngerjain orang kayak gini,” ucap Darren yang setuju dengan teman angkatan Andrew yang membully pria yang diperkirakan berusia 29 tahun itu. “Gimana juga namanya bully ga ada yang bener sih, tapi karena dia kayak gitu gue jadi setuju kalau dia dibully mungkin karena sifatnya juga,” kata Gilang mengangguk membenarkan. Mereka pun akhirnya keluar dari minimarket. “Aduh! Woii tolongin gue!” teriak Alefukka yang panik karena zombie tanpa ia sadari telah menyergap dirinya dari belakang. Sean, Gilang dan Darren yang terkejut pun langsung menembakin sang zombie tebat di kepalanya. Darah bercucuran mengenai mulut Alefukka ketika tembakan tersebut mengenai kepala sang zombie. “Cuh! Ashh s**l banget!” kata Alefukka sambil mendorong sang zombie yang sudah tepar di atasnya. Ketiga temannya membantu Alefukka yang terbaring di lantai. Mereka sudah berhati-hati, namun tetap saja membuat mereka panik saat ada zombie yang menemplok ditubuh. “Lo gapapa kan?” tanya Sean yang memastikan keadaan Alefukka. Alefukka mengangguk sambil meraih tangan Sean untuk berdiri. Mereka pun memilih untuk fokus dan tak banyak bicara agar tidak terjadi seperti tadi. “Jaga diri, fokusin mata kalian. Kalau nemu zombie langsung tembak aja,” kata Sean yang berada di depan. Namun, baru saja beberapa meter mereka berjalan Darren melihat seseorang dari kejauhan dengan jalan yang tidak beraturan. Akan tetapi, saat ia hendak menembak ia melihat wajah Rezki yang berada tidak jauh dai tempatnya berdiri. “I-Itu kan Rezki? Kok jalan dia kayak gitu?” tanya Darren yang sedikit gugup. Perkataan Darren membuat Sean, Alefukka dan Gilang melihat ke arah yang ditunjuk oleh Darren. “Tembak!” perintah Sean dengan wajah panik. Dari cara jalan Rezki yang sudah aneh pun membuat Darren cepat-cepat menembak Rezki. Dor! Satu peluru berhasil membuat Rezki rubuh saat itu juga, Darren menurutkan senjatanya kemudian mendekati Rezki dengan wajah bersalah. “Dia udah jadi zombie? Berarti yang lain?” tanya Alefukka melirik mereka dengan horor. Gilang mengangkat bahunya cepat. Ia tidak tahu bagaimana keadaan tim gladiator yang lainnya. “Ayo kita tengok mereka dulu,” kata Alefukka yang merasa janggal dengan kematian salah satu tim gladiator. Sean melihat ke arah tiga orang sahabatnya itu bingung dengan apa yang akan mereka lakukan karena menurut Sean mereka tak perlu melihat keadaan tim gladiator karena tentu saja itu tak ada hubungannya dengan mereka. “Ngapain ke sana? Kita gak ada hubungannya sama mereka kali, lagi pula kalau mereka mati pasti misi kita akan berjalan lancar karena mereka tidak akan menganggu kita,” kata Sean dengan wajah bingung, ia bingung karena Alefukka masih penasaran dengan tim gladiator yang lainnya. “Lo gak bisa mikir gitu dong, kita harus tahu penyebab kematian tim gladiator, kalau mereka bertiga mati sedangkan Andrew hidup itu akan menjadi pertanda bencana untuk kita,” kata Alefukka yang merasa mengetahui penyebab matinya tim gladiator adalah hal penting. Sean akhirnya mengalah dan mereka pun memutuskan untuk kembali ke mall di mana terakhir kali mereka berkumpul. Mall tersebut tak terlalu jauh hanya berjarak beberapa kilometer dari minimarket yang tadi mereka tempati untuk beristirahat. “Di sana udah banyak banget zombie, apa lo yakin masih mau masuk? Gue gak yakin kalau Andrew masih berada di sana sebagai manusia. Lo lihat sendirikan semenjak mall itu kita tinggalkan tak ada tanda kehidupan manusia lagi di sana dan kita tidak bisa menerjang zombie tersebut dengan s*****a yang kita punya,” ucap Sean yang tampak sudah memikirkan tentang itu semua. “Yang dibilang Sean ada benarnya juga, kita gak mungkin lawan dengan kekuatan sendiri, lo lihatkan bahwa zombie sudah menguasai mall tersebut?” kata Gilang membenarkan Sean. Namun, walaupun ketiga temannya tidak ingin mengambil resiko, Alefukka yakin bahwa Andrew adalah dalang dari segala dalang yang merencanakan kematian mereka satu persatu.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD