andrew yang malang (2)

1047 Words
“Lo yakin gak mau lihat keadaan Andrew dulu?” tanya Darren yang merasa ada yang aneh dengan Andrew yang berada di ruko sendirian tanpa tim gladiator lainnya. Sean melirik ke arah Alefukka dan Gilang yang sepertinya ikut iba dengan Andrew yang berada di tempat itu sendirian. “Baiklah kalau kalian mau tengok dia, gue ikut aja,” ucap Sean yang akhirnya pasrah dengan keinginan ketiga temannya itu dan mereka pun melangkah mendekati Andrew yang tampak terdiam dan melamun di ruko tersebut. Pria itu melihat kaki Sean yang berdiri di hadapannya, wajahnya tampak terkejut karena ia menyangka jika ia tidak akan bertemu Sean dan ketiga temannya itu. Sean memberikan kode pada ketiga temannya itu untuk berbicara pada Andrew karena ia sudah muak dengan kelakuan Andrew yang hanya polos di depan padahal di belakang mereka merencanakan sesuatu yang jahat. “Lo ngapain di sini? Ke mana tim gladiator yang lain?” tanya Alefukka yang tampak celingak celinguk ke sekeliling area di mana mereka berada. Andrew menunduk malu, bahkan ia tak bisa menjelaskan pada tim extramers karena terlalu malu dan ia takut ditertawakan. “Gue dibuang, gue dikeluarin dari tim gladiator karena gak berhasil membawa kelemahan kalian pada mereka. Dan sekarang mungkin gue sedang menuai karma karena sudah menjadi bagian dari mereka dan menyusup ke grup kalian hanya untuk menjadi penghianat,” kata Andrew yang masih dalam keadaan menunduk. Ia merasa malu karena berusaha keras untuk menjadi penghianat, namun akhirnya ia dibuang juga oleh tim tersebut. Sean tertawa terbahak-bahak, ia tahu bahwa Andrew akan berakhir seperti itu karena Sean begitu mengenal Fendi yang sangat tidak suka menerima orang yang tidak becus dalam bekerja. “Itu karena lo gak becus, gue tahu Fendi itu orangnya seperti apa. Dan kali ini gue bener, lo lebih baik mati ditangan kita dari pada harus mati dengan tim gladiator yang tak pernah suka dengan orang yang ga becus,” kata Sean dengan senyuman mengejek. Mendengar itu Andrew terdiam tidak bisa menjawab karena memang ia yang salah telah mempercayai tim gladiator sudah menerimanya dengan baik. “Ya udahlah terima nasib lo aja, kita harus melanjutkan misi kita,” kata Sean kemudian pergi dari hadapan Andrew yang terlihat menatap mereka berkaca-kaca, sebenarnya Alefukka tidak tega meninggalkan orang itu sendirian. Namun, bagaimana pun ia  tidak bisa membela Andrew yang telah banyak menyimpan rahasia. “Gilang awas!” teriak Andrew yang langsung berlarian ke arah Gilang dan mendorong pemuda itu hingga terlempar begitu jauh dari tempatnya berdiri. Sean, Darren dan Alefukka yang sedang berjalan pun terkejut dengan tindakan Andrew yang begitu mendadak. Saat mereka melihat betapa terkejutnya karena Andrew sedang digigit oleh zombie, Sean langsung memutuskan untuk menembak zombie tersebut. Namun, sayangnya tindakan Sean tak dapat menyelamatkan Andrew yang sudah terkapar kena gigitan. Kini giliran Alefukka yang mengangkat senjatanya kemudian diarahkan pada Andrew yang sudah sebentar lagi akan jadi zombie. “Sorry!” ucap Alefukka sebelum benar-benar menarik pelatuk s*****a tersebut. DOR! Suara tembakan sudah dilepaskan, kini tak ada lagi Andrew di dunia game mau pun dunia nyata. Sebenarnya Alefukka tidak tega dengan tindakannya itu, namun keadaan membuat mereka harus membunuh yang sudah menjadi zombie. “Tolong lebih berhati-hati karena gue gak mau menembak sahabat gue sendiri,” ucap Alefukka sambil mengantongi senjatanya disaku, Sean menepuk-nepuk punggung Alefukka untuk menenangkan. “Lo udah ambil tindakan yang bener, lo gak salah jadi gak usah merasa bersalah,” kata Sean dengan yakin. Walaupun sebenarnya ia juga tak akan sanggup bila harus membunuh orang lain. Alefukka mengangguk, mereka pun akhirnya melanjutkan misi tersebut, masih ada 12 jam lagi akhir dari misi itu maka mereka harus lebih menyiapkan tenaga untuk melawan semuanya selama 12 jam tanpa henti. “Di luar sana banyak sekali zombienya, apa bisa kita keluar Cuma memakai s*****a? Kayaknya lari kita juga akan kalah sama zombie,” kata Gilang yang merasa ngeri dengan hal tersebut. Mereka kembali memutar otak untuk bisa sampai luar karena di depan rolling door saja rasanya mereka akan kewalahan karena melawan zombie-zombie yang tak tahu rasa lelah itu. “Sekitar 10 meter di depan sana ada mobil truk kita, kayaknya kita bisa kalau lari sampai 10 meter aja. Sebagai tambahan jangan lupa tongkat baseball, usahain jangan sampai kalian tergigit,” kata Sean yang sudah mewanti-wanti sedini mungkin. Mereka bertiga mengangguk, Sean pun membagikan tongkat baseball pada ketiga sahabatnya itu. Kehidupan empat pemuda itu seketika berubah saat memasuki dunia game, yang biasanya hanya menghabiskan waktu nongkrong di cafe atau bermain game tak jelas. Namun, sekarang dijawibkan untuk memutar otak demi hidupnya sendiri. Gilang menekan tombol untuk membuka rolling door tersebut kemudian sedikit demi sedikit rolling door tersebut terbuka membuat para zombie melihat ke arah mereka, suara membuat mereka teralihkan. “Lari!” seru Sean dengan s*****a di tangannya, masing-masing sedang sibuk mengurus nyawa mereka sendiri. Mereka telah berjanji bahwa mereka tak akan menembak sahabatnya sendiri jadi masing-masing dari mereka berusaha keras untuk membuat diri mereka tetap menjadi manusia. “Darren, Alefukka, Gilang cepetan!” kata Sean yang sudah terlebih dulu sampai dibagian kemudi. Sean membantu ketiga sahabatnya yang belum bisa menggapai truk tersebut. Dor! Dor! Dor! Suara s*****a menggema di mana-mana, untung saja Sean selalu menembak dengan tepat hingga bisa menyelamatkan ketiga nyawa sahabatnya itu. Ketika semua sudah masuk akhirnya Sean pun memutuskan untuk melaju dengan kencang menabrak semua zombie yang menghalangi laju truk tersebut. “Gak ada yang tergigitkan?” tanya Sean yang masih fokus mengemudi. “Gak ada, tembakan lo selalu jitu. Kayaknya kita harus selalu deket sama lo biar lo yang tembak zombie-zombie itu,” ucap Darren yang merasa beruntung memiliki ketua tim yang ahli dalam menembak. “Tembak jitu, tapi nembak cewek selalu meleset, begitu ya An,” celetuk Gilang kemudian tertawa renyah. Rasanya sudah lama sekali mereka tak bercanda seperti itu sejak memasuki dunia game sifat mereka sedikit berubah. Tak ada lagi lelucon dari mulut Alefukka, tak ada lagi sarkas dari mulut Gilang yang selalu menyeletuk disetiap kesempatan. Sean dan ketiga sahabatnya benar-benar merindukan kehidupan normal lagi. “Gue kangen nongkrong di cafetaria depan kampus, belum lagi masakan Mbak Dahlia yang enak tenan,” kata Gilang yang membuat semuanya teringat dengan masa-masa di kehidupan nyata. “Gue juga kangen sama Bu Marni yang tubuhnya udah kayak balon mau pecah, gue juga kangen bolos,” kata Darren yang menimpali ucapan Gilang. Disaat-saat seperti itu nostalgia adalah cara paling tepat untuk meningkatkan semangat.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD