“Kayaknya lebih baik lo jangan mainin granat disituasi seperti ini deh, Fen. Gak lucu ya kalau kita gosong sama-sama,” kata Alefukka yang merasa ngeri karena cara Fendi memegang granat itu seperti orang yang hendak menjemput maut.
Fendi tertawa kecil kemudian memasukkan granat tersebut dengan hati-hati kembali ke dalam tasnya dan meletakkan tas tersebut di dekat kakinya.
“Jadi, apa yang kalian takuti? Kita punya kurang lebih 20 granat, kita bisa memakai satu granat untuk meledakkan dan menghancurkan zombie-zombie tersebut selebihnya kita masih punya tembakan kan? Pergunakan itu,” kata Fendi yang memberikan pencerahan pada mereka semua.
Gilang mengangguk-angguk cepat begitu pun dengan yang lainnya yang setuju dengan gagasan yang diberikan oleh Fendi.
Sean melihat Fendi dengan wajah berterima kasih, tentu saja ia berterima kasih karena Fendi membantunya dalam menemukan sebuah ide dan solusi untuk mereka semua. Sean benar-benar tak bisa membantu sahabat-sahabatnya saat ini karena pikirannya terasa buntu dan tak bisa berpikir apa-apa.
“Thanks udah kasih kita solusi,” kata Sean sambil mengulurkan tangannya pada Fendi untuk bekerja sama dalam menaklukkan ini semua.
Fendi menerima uluran tangan tersebut kemudian mereka berpelukan ala pria, entah apa yang merasuki mereka berdua yang di dunia nyata sebenarnya tak pernah akrab sekarang dikeadaan seperti ini mereka seperti orang yang sudah lama akrab dan tak terlihat rasa kesal diantara mereka.
“Sekarang ayo kita selesaikan misi ini, kita gak bisa membuang waktu begitu saja karena semakin kita lama kita menjalankan misi semakin lama juga kita kembali ke dunia nyata,” kata Fendi sambil melepaskan pelukannya.
“Ah rasanya mustahil, yang sahabat menjadi musuh dan yang musuh menjadi sahabat,” celetuk Gilang yang sedikit geli dengan sikap Fendi dan Sean yang merasa bahwa hanya merekalah sahabat di dunia ini dan berlagak seolah tak ada yang terjadi diantara mereka.
Fendi mendengus, namun ia tak meladeni ucapan Gilang yang ia anggap tak berguna begitu pun dengan Darren dan Alefukka yang memilih diam dari pada menambah suasana keruh. Mereka tahu sifat Gilang yang tak akan pernah ingin mengalah apapun yang terjadi.
Mereka pun akhirnya bersiap-siap untuk keluar dari rumah tersebut, satu granat telah siap digenggaman Fendi, sepertinya Fendi sudah lihai dengan cara pegang granat dan cara melemparnya. Sedangkan Sean dan Darren hanya terlatih menembak maka dari itu mereka semua mengandalkan Fendi sebagai yang bisa melempar granat.
“Lo semua minggir dulu biar gue bisa lebih leluasa ngelemparnya, merunduk!” ucap Fendi yang mewanti-wanti mereka semua.
Darren, Gilang, Alefukka dan Sean langsung menuruti perintah Fendi untuk segera merunduk dari, ledakan granat bukanlah ledakan biasa. Mungkin saja mereka akan sedikit kena efeknya, namun tidak akan parah.
Selepas Fendi melemparkan itu semua, Fendi langsung menjatuhkan diri dan merunduk benar saja beberapa detik kemudian terdengar sebuah ledakan yang lumayan dahsyat dan membuat rumah tersebut sedikit bergetar.
Mereka berlima juga sebenarnya takut, mereka takut jika saja rumah itu hancur karena efek granat tersebut. Namun mereka bersyukur karena ternyata rumah itu cukup kuat untuk menahan getaran yang lumayan dahsyat itu.
“Ayo kita segera keluar untuk antisipasi kalau aja rumah ini bakal rubuh,” ujar Fendi membantu teman-temannya untuk berdiri, mereka pun melihat situasi di luar rumah tersebut yang sudah sedikit zombie, hanya ada beberapa zombie yang masih tampak berada di luar sana.
Sebelum melompat keluar, Fendi menembaki zombie-zombie tersebut agar mereka bisa keluar dengan aman. Setelah dirasa semuanya aman, Fendi memberikan kode agar teman-temannya cepat keluar melalui jendela tersebut.
“Baiklah, lo yang buat kita susah melewati jendela ini padahal ada pintu yang jelas-jelas lebih nyaman untuk dilewati,” oceh Darren yang merasa sebal karena akibat ulah Gilang menceburkan kunci tersebut di toilet maka mereka harus keluar lewat jendela tersebut.
“Banyak ngoceh lo! Keluar saja cepat!” kata Gilang yang sedikit mendorong b****g Darren agar lebih cepat keluar dari jendela tersebut.
Fyuh!
Mereka bernapas lega ketika semuanya sudah keluar dari dalam rumah tersebut, kini giliran mereka melakukan misi. Namun, saat mereka hendak melangkah ada sesuatu yang bergerak di balik semak-semak yang berada di dekat mereka.
‘Itu kan bajunya si Stefan? Dia ngapain di sini? Kenapa gak ikut gabung?’ batin Fendi yang merasa aneh, ia melirik ke arah semak-semak tersebut seolah tahu bahwa ada sahabatnya di dalam sana.
Fendi melangkah pelan mendekati semak-semak tersebut membuat Sean dan ketiga temannya sempat bingung dengan tingkah Fendi yang mendekati semak tersebut.
Sean sudah mengarahkan senjatanya ke arah semak tersebut karena takut bisa saja zombie yang berada di dalam semak itu. Namun, saat ia ingin menarik pelatuk tersebut malah yang ia lihat adalah Stefan yang mengangkat s*****a tepat di kepala Fendi.
“Lo turunin s*****a itu jangan gila! Itu sahabat lo sendiri, Fan!” ujar Darren yang berusaha untuk menyadarkan Stefan yang ia rasa sedang dirasuki. Stefan terlihat tertawa lebar kemudian air muka itu berubah menjadi seram dan mendekatkan s*****a itu di kepala Fendi.
Fendi hanya bisa pasrah dan mengangkat kedua tangannya sementara Sean yang memegangi s*****a tampak sangat was-was dan berusaha fokus untuk menembak kaki Stefan.
Dor!
Dor!
Suara tembakan terdengar dua kali membuat Alefukka dan Gilang terkejut karena dengan secepat kilat Sean menembaki kaki Stefan dan membuat pemuda itu langsung terjatuh dan melemparkan senjatanya.
“Argh! Sean, lo kenapa tega tembak gue? Dia ini orang jahat!” kata Stefan yang masih mengaduh kesakitan dan memegangi kaki kanannya.
“Selamat datang di game survival. Halo para pemain hebat terima kasih telah menyelesaikan misi ke 7 kalian. Untuk misi ke 8 kalian adalah mencari zombie yang ternyata manusia. Semoga harimu menyenangkan”
Ketika pengumuman itu berakhir Fendi baru sadar kalau ternyata yang dikatakan melawan sahabat sendiri yaitu Stefan bukan Gilang. Alefukka sedikit lega karena bukan Gilang yang merupakan penghianat itu.
“Jadi, lo yang merupakan lawan? Gue bener-bener gak sangka! Kita ini udah sahabatan bahkan sejak orok, tapi kenapa lo malah jadi penghianat? Kenapa?” teriak Fendi yang merasa tak terima bahwa Stefan-lah yang merupakan lawan bagi mereka.
Stefan yang masih kesakitan tampak menahan tangisnya yang sulit sekali ia redam.
“Gue benci sama lo! Gue benci sama hidup lo yang selalu enak, sedangkan lo gak pernah bantu gue dalam hal apapun, lo bikin gue seperti b***k bukan sahabat lo! Gue sahabat lo, Fen bukan b***k atau pun anak buah lo!” kata Stefan dengan air mata yang sudah mengalir di wajahnya. Fendi terdiam mendengar hal tersebut karena merasa tak menyangka dengan itu semua.