Pemimpin

1052 Words
Sean mengalihkan pandangannya, ia merasa tidak enak dengan Alefukka dan mengenai pembahasannya tentang Klara. “Gimana saat-saat terakhir Klara?” tanya Sean yang masih penasaran bagaimana saat terakhir Klara, ia menyesal karena tak berada di samping gadis itu ketika menghembuskan napas terakhirnya. Alefukka terdiam, ia sebenarnya tidak enak karena sudah berbohong soal Klara yang mencintainya. Namun, bagaimana pun juga ia harus menuruti orang yang sudah memberi amanat padanya. “Dia Cuma titip salam buat lo dan dia berharap lo bisa bahagia tanpa dia, Klara juga minta maaf kalau dia udah bohongin lo soal perasaannya. Dia mencintai lo, An. Dia bohong soal perasaannya sama gue, dia juga berharap kalau lo bisa mendapatkan gadis lain yang lebih baik dari pada dia,” kata Alefukka, beberapa saat kemudian ia menitikkan air matanya mengingat saat-saat Klara memegang tangannya untuk terakhir kali. Mendengar penjelasan Alefukka membuat Sean semakin kesal dengan dirinya sendiri, ia yang terdekat dengan Klara tapi tidak tahu kondisi yang sebenarnya. Sempat sakit hati dengan gadis itu, namun Sean sadar bahwa ia bukan juga yang sempurna untuk Klara sampai saat kepergian Klara ia masih menyimpan rasa sakit itu. “Gue tahu lo sakit hati sama Klara dan juga gue, tapi gue mohon setelah lo tahu semua ini jangan pernah dendam sama dia lagi, biarin dia tenang,” kata Alefukka yang diam-diam mencintai Klara juga. “Mana mungkin gue bisa dendam sama kedua sahabat gue?” ucap Sean kemudian memeluk Alefukka dan memberikan pelukan persahabatan yang sudah lama tak mereka lakukan. Namun, ketika Alefukka dan Sean sedang berbicara tentang masa lalu, Darren datang dengan tergopoh-gopoh wajahnya sedikit panik. “Ada apa?” tanya Sean dengan wajah bingung melihat Darren yang sedikit aneh. “Di luar ada banyak banget zombie! Kita gak bisa keluar dan kayaknya kita bakal terkurung di sini,” kata Darren yang merasa takut dengan apa yang baru saja ia lihat di depan jendela. Alefukka dan Sean saling pandang kemudian mereka mengecek jendela yang berada di kamar mereka dengan wajah terkejut. “Banyak banget, ini pasti ulah Andrew,” kata Sean dengan wajah yang sudah memerah menahan amarah yang sudah meluap dihatinya. Mereka pun akhirnya pergi ke ruang tamu untuk mendiskusikan apa yang akan mereka lakukan dengan zombie-zombie tersebut. Di ruang tamu sudah terlihat Darren, Gilang, Alefukka, Sean dan Fendi yang berada di suatu meja. Darren melihat Gilang dengan wajah sedikit kesal mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. “Lo mau dengerin atau gak?” tanya Darren yang masih terlihat kesal dengan sikap Gilang yang seolah-olah tak mau tahu dengan keadaan saat ini padahal menyangkut nyawanya juga. “Telinga gue gak pernah berhenti mendengarkan, jadi lo ngomong aja gue bakal dengerin,” kata Gilang yang merasa tak senang dengan teguran Darren. Sean memberikan kode pada Darren agar membiarkan saja tingkah Gilang yang seperti itu karena saat ini keadaan lebih penting dari pada Gilang dan rasa kesal mereka. Darren mengangguk menuruti perintah Sean yang merupakan pemimpin dari tim extramers. Sean mengirup napas dalam-dalam kemudian memandangi sahabat-sahabatnya yang sedang menatapnya menunggu instruksi dari Sean. “Jadi, gue bukan lagi ketua kalian. Untuk siapa pun itu bisa memimpin asal dia becus, kita di sini memutar otak untuk menyelamatkan diri jadi jangan ada yang mancing keributan lagi, gue sadar gue gak becus jadi ketua maka dari itu kalian pun bisa memimpin asalkan tidak jadi penghianat,” kata Sean dengan tegas. Terlihat Gilang yang tertawa keras kemudian berhenti dan menatap Sean dengan ekspresi datar. “Terus maksud lo, lo mau hindari tanggung jawab? Eh tolong yaa ini sudah terlanjur jadi gak ada yang namanya pergantian ketua, enak aja lo mau lepas tanggung jawab. Lo ketua dan sampai kapan pun akan menjadi ketua tim extramers, kita udah percayain lo jauh hari sebelum kita masuk ke sini jadi gue gak akan setuju kalau lo diganti, lo harus tanggung jawab setidaknya sampai kita keluar,” kata Gilang dengan telak. “Yang dibilang Gilang ada benernya, kita gak ada waktu buat pemilihan ketua. Kita udah percayain ini semua sama lo jadi gue harap lo gak kecewain kita,” kata Darren yang merasa ucapan Gilang kali ini benar. Sean menghirup napas dalam-dalam ia tidak ingin emosinya terpancing hanya karena hal sepele seperti ini. “Guys, gue lagi gak ajukan pemilihan ketua tim ya, tapi gue Cuma bilang gue bukan lagi ketua tim karena gue merasa gak becus. Jadi untuk kalian siapa pun itu kalau mau mimpin ya silakan, tapi gue gak pernah kasih kalian label ketua, inget itu. Jadi kembali ke topik utama...” ucapan Sean terpotong karena gebrakan meja dari Gilang. Pemuda itu berdiri kemudian menatap Sean tajam. “Apa sih bedanya gue bingung? Secara gak langsung lo lagi ajukan pemilihan ketua, kita gak ada waktu untuk itu semua! Di luar ada banyak zombie yang harus kita pikirkan itu bagaimana cara kita bisa menjalani misi kita terus keluar dari rumah ini sementara zombie sedang menunggu kita di depan pintu,” kata Gilang dengan penuh emosi. Fendi menatap Gilang dengan ekspresi datar kemudian tersenyum licik. “Zombie akan teralihkan ketika ada satu orang diantara kita yang kita korbankan untuk mengalihkan zombie tersebut, dan kalau mau voting mungkin gue akan voting Gilang karena Gilang yang paling bawel di sini dan gue lihat ada gelagat penghianat di dalam dirinya. Mungkin melawan sahabat yang dimaksud adalah memusnahkan sahabat penghianat yang berpotensi menjadi lawan,” kata Fendi dengan tatapan tajamnya melihat ke arah Gilang. Gilang menelan ludahnya dengan susah payah, tangannya mengepal kuat. Sean, Darren dan Alefukka saling pandang seolah paham bahwa akan ada pertengkaran lagi diantara mereka. “Stop! Gilang duduk! Dan lo Fen jangan mancing emosi dan memperkeruh masalah,” kata Sean dengan tegas. Fendi terlihat tertawa kecil kemudian mengalihkan pandangannya pada Sean. “Bagaimana? Apakah gue cocok menjadi seorang pemimpin?” tanya Fendi dengan nada bercanda kemudian berdiri mengeluarkan beberapa granat yang ia simpan di tasnya. Alefukka dan Sean melihat granat itu dengan wajah ngeri, bagaimana tidak? Itu adalah sebuah granat yang bisa meledak kapan saja dan dibawa oleh Fendi ke mana-mana. “Lo nyari mati bawa granat ke mana-mana?” tanya Alefukka yang merasa ngeri juga dengan tas Fendi yang sepertinya berisi barang-barang yang tak menyenangkan. “Ini adalah alat perlindungan, di dunia game gak ada penjara kan? Jadi kita bebas untuk mengambil s*****a mana pun yang dirasa bisa menyelamatkan nyawa kita sendiri,” kata Fendi sambil memainkan granat tersebut layaknya sebuah bola kasti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD