Jangan percaya siapa pun

1038 Words
“Kalau gue mati, maka kalian harus mati juga! Gue gak sudi mati sendirian!” teriak Gilang sambil menggebrak pintu tersebut dengan tenaga yang luar biasa. Sean, Alefukka dan Darren bergerak cepat meninggalkan ruang keamanan itu. Mereka merasa beruntung karena ruang keamanan tersebut memiliki pintu belakang yang menyambungkan dengan ruang bawah tanah yang dibuat mall tersebut. Darren dan ketiga temannya itu cepat-cepat mengunci lantai yang  menjadi jalan keluar dari ruang keamanan tersebut. “Jangan berisik, ayo lewat sini,” bisik Sean sambil memperhatikan ruang bawah tanah tersebut yang sangat gelap. Alefukka menyalakan cahaya redup-redup agar penglihatan mereka bisa lebih jelas. Tidak ada yang tahu bahwa ruang keamanan mall tersebut mempunyai ruang bawah tanah. Mereka melangkah pelan ke arah gorong-gorong yang sepertinya menghubungkan mereka keluar dari mall tersebut. “Kalau kita keluar kayaknya bakal banyak zombie, apa lo yakin?” tanya Darren yang merasa takut, ia masih ingin hidup kembali dengan dunia tipu-tipu dan panggung sandiwara. Namun, jika ia mati di dunia game maka dirinya akan meninggal tanpa diketahui oleh keluarganya dan itu tentu saja sangat menyakitkan. “Pilihan kita Cuma ini, di ruang keamanan pasti sudah dijebol oleh Gilang. Dan lo tahu kan kalau Gilang belum bisa dipercaya sekarang karena Andrew yang hidup lagi,” kata Sean mengingatkan. Darren mengangguk, mereka tidak mungkin tinggal digorong-gorong sampai misi selanjutnya. Mereka pun akhirnya memutuskan untuk segera keluar dari gorong-gorong tersebut melalui sebuah got yang berada di luar mall tersebut. “Jangan sampai mengundang perhatian zombie di luaran sana,” kata Alefukka memperingati Darren yang lebih dulu keluar. Matanya mengintip dengan jeli dan untungnya di area itu tidak tampak sedikit pun zombie yang berkeliaran di sana. Darren bernapas lega kemudian ia keluar dari lubang tersebut dan membantu Sean yang berada di belakangnya, Sean yang sudah keluar pun membantu Alefukka untuk cepat keluar dari sana. Mereka tidak punya banyak waktu untuk menyelamatkan diri. “Ayo cepat masuk ke truk itu,” ucap Darren, mereka pun berlari menuju truk tersebut. Setelah semua dirasa aman mereka menutup bagian truk jangan sampai ada orang lain yang masuk kecuali mereka. “Bensinnya bukannya habis?” tanya Alefukka yang merasa heran dengan ide memasuki truk itu lagi yang jelas-jelas sudah tidak bisa bergerak lagi karena kehabisan bensin. Sean melihat jarum indikator yang memberikan informasi kapasitas bensin yang menunjukkan full bensin. “Ini full?” ucap Sean dengan wajah bingung, Alefukka lupa bahwa ini adalah dunia game di mana bensin atau peluru akan terisi kembali setiap 20 menit dari waktu habis seperti makanan juga yang akan muncul dengan sendirinya di mini market setiap satu jam. Darren dan Alefukka menghembuskan napasnya lega, kalau begitu mereka bisa mencari tempat yang lebih aman dari pada mall ini. Sean melihat beberapa zombie yang mengerubungi truk tersebut, dengan mental yang kuat ia langsung menginjak gas tanpa berpikir panjang. Terlihat semua zombi yang menghalangi jalan truk tersebut terpental begitu saja, benar-benar game yang sangat nyata dan membuat jantung para pemainnya berdegup kencang sekaligus tidak ingin memainkan game itu lagi setelah berhasil keluar dari game tersebut. “Coba lihat map,” perintah Sean sambil memberikan map tersebut kepada dua orang temannya itu. Alefukka dan Darren yang berada di belakang segera memeriksa map tersebut yang menunjukkan sebuah titik berwarna hijau yang menandakan ada sebuah tempat umum untuk mereka singgahi. “Sebelah timur sekitar 1 kilometer ada sebuah gereja, kayaknya aman kalau kita ke sana walaupun di sana gak ada makanan sih,” ucap Darren dengan wajah lesu. Sudah seharian penuh ia belum juga menyentuh makanan. Sean mengarahkan truknya ke gereja yang dimaksud oleh Darren. Ia menghentikan laju truk tersebut dan memberikan kode pada kedua orang itu untuk segera turun dan menutup truk tersebut dengan rapat karena itu adalah transportasi mereka satu-satunya dan membuat mereka tetap terlindungi dari ancaman zombie-zombie tersebut. Mereka melangkah pelan dan sangat berhati-hati membawa sebuah s*****a ditangan masing-masing. Sean yang nomor 1 masuk saat itu ke dalam gereja yang tampak sangat sunyi, namun saat mereka masuk ada seorang pastur yang tampak menyambut mereka dengan senyum ramah tamah. “Itu beneran pastur? Kayaknya kita harus kabur deh, jangan percaya siapa-siapa kalau lo mau hidup,” bisik Darren dan masih fokus pada pastur tersebut yang tampak mendekat. “Jangan dekat-dekat!” ucap Sean sambil menodongkan senjatanya dengan rasa tak enak. Bagaimana pun ia tidak pernah menodongkan s*****a pada orang, namun benar kata Darren bahwa di keadaan seperti ini membuat mereka tidak bisa sembarang mempercayai orang seperti mereka tidak mempercayai Gilang yang sudah pernah bersama Andrew. Pastur tersebut tersenyum kemudian mengangkat tangannya, ia tahu bahwa ketiga pemuda itu terpaksa melakukan hal yang tak sopan seperti itu karena wabah zombie di pulau tersebut. “Selamat datang anak muda, maaf kalau membuat kalian terkejut. Bolehkah kau menurunkan senjatanya? Saya adalah pastor di sini,” kata pria paruh baya itu dengan senyuman yang tak hentinya tertuju pada mereka. Sean melirik ke arah Darren dengan sorot mata bingung. Darren memberikan kode agar menurutkan saja s*****a Sean karena pastor tersebut bisa bicara membuat Darren yakin bahwa Pastor tersebut bukanlah zombie atau kanibal. “Terima kasih, maaf karena telah mengangkat s*****a untukmu,” kata Sean yang merasa tak enak dengan sikapnya yang terlalu terburu-buru. Pastor itu mengangguk paham, bukan Sean saja yang parno bahkan pastor tersebut juga parno karena hanya dia dan beberapa teman pastornya yang berada di gereja itu dengan rasa takut. “Mari masuk, jangan lupa untuk tutup kembali dengan rapat pintu-pintu gereja ini,” kata sang pastor dengan ramah. Darren mengangguk kemudian menuruti perintah pastor tersebut. Mereka pun masuk ke dalam dan melihat sekeliling gereja yang sangat indah. Sean melihat gereja tersebut dengan mata berkaca-kaca, kalau masuk gereja ia sering kali mengingat ibunya yang berada di kalimatan. Ia jadi ingat Anjani—sang ibu yang membesarkannya dengan penuh kasih sayang, namun tak jarang juga diktaktor. “Gue kangen pengen balik ke dunia manusia,” ucap Sean dengan pelan, Alefukka menepuk bahu Sean pelan memberikan kekuatan pada pemuda itu. Memasuki dunia game ini membuat banyak sekali perubahan yang bukan banget diri mereka. “Gue juga, tapi gue masih kepikiran Gilang. Gimana kita bawa dia pulang ke dunia manusia kalau dia udah berkomplot sama Andrew?” tanya Alefukka yang merasa sedih juga dengan kepergian Gilang. Sean dan Darren saling pandang, mereka rindu juga dengan Gilang yang selalu membuat onar diantara mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD