Di dalam ruangan itu mereka melihat beberapa pastur yang sedang berbincang, sepertinya mereka juga terkurung di dunia game ini sama seperti Sean dan ketiga temannya itu.
“Mereka manusia?” bisik Darren yang berdiri di samping Sean, Sean hanya bisa menggeleng menandakan bahwa ia tak tahu dengan status orang-orang yang berada di sini sebagai pastor tersebut. Sebenarnya Darren ingin sekali bertanya bagaimana bisa ada pastor di dunia game padahal di sini juga tak ada yang beribadah dan mengapa mereka bisa sampai di dunia game ini.
“Anggota baru?” tanya seorang pastor yang sedang duduk bersama pastor-pastor lainnya.
Sang pastor yang membawa Sean dan ketiga temannya menggeleng pelan menandakan bahwa mereka bukanlah anggota baru di gereja itu.
“Perkenalkan ini mereka ini sepertinya anak-anak yang terhisap ke dalam dunia game juga, sama seperti kita,” ujar pastor tersebut yang ternyata bernama Charlie.
Charlie memperkenalkan Sean dan ketiga temannya itu pada beberapa pastor lainnya yang menatap mereka dengan aneh. Sebenarnya Sean sedikit sungkan berkenalan dengan pastor tersebut karena menurutnya, tidak akan ada pastor di dunia game karena dunia game ini bisa dibilang tak tersentuh siapa pun. Bahkan jika Sean tak mengambil PC tersebut ia tidak akan terperangkap di dunia aneh seperti ini.
“Nama saya Sean dan ini 2 sahabat saya Darren dan Alefukka, sebenarnya kami datang berempat, namun salah satu dari kami ada yang bertingkah aneh setelah diculik oleh Andrew, apa kalian kenal Andrew?” tanya Sean dengan rasa penasaran.
Darren menginjak kaki Sean pelan menyayangkan bahwa Sean sudah bisa curhat dengan orang yang tak mereka kenal dengan jelas.
“Tentu saja kami kenal, dia adalah pencipta kami,” ucap pastor Charlie dengan rasa bangga. Mendengar hal tersebut tentu saja membuat Sean sedikit merasa takut, kalau Andrew jahat pastilah mereka semua komplotan Andrew yang siap jika diperintahkan apapun oleh penciptanya.
Sean melirik Darren dan Alefukka dengan rasa khawatir seakan-akan memberikan mereka aba-aba untuk siap lari kapan saja diwaktu yang tepat.
“Tenang saja, kami adalah orang baik walaupun kami adalah ciptaan Andrew. Namun, kami tak menyukai sikap Andrew yang agresif akan tetapi disisi lain kami sering kasihan padanya karena ingin keluar dari dunia ini, namun tak ada korban satu pun untuk tetap tinggal di sini,” kata pastor Charlie dengan sedih.
“Ya semoga saja ada yang berniat untuk dikorbankan,” ucap Darren dengan ekspresi datar. Kemudian tanpa disangka-sangka ketiga pemuda itu lari tunggang langgan seolah tahu apa yang dimaksud pastor Charlie sedari tadi.
Sean yang sampai di depan pintu gereja terlebih dahulu panik karena pintu tersebut terkunci dari luar. Darren dan Alefukka yang baru saja sampai juga ikut-ikutan panik mereka melihat ke segala arah mencari jalan keluar, namun nihil gereja itu terlalu pelit untuk mengadakan sebuah jendela.
“Kalian mau ke mana?” tanya pastor Charlie dengan ekspresi datar dan menghampiri ketiga pemuda tersebut dengan jubah putih tersebut yang membuat Sean bertambah horor. Sean meneguk ludahnya susah payah, tenggorokan terasa tercekat dan susah untuk sekadar berbicara dan menarik napas.
“Sepertinya kita harus kembali untuk menyelesaikan misi game ini dan membawa salah satu teman kami untuk ke sini. Kami lupa bahwa kami ke sini untuk sebuah ibadah dan kami juga lupa bahwa bertepatan dengan misi yang harus diselesaikan,” kata Sean yang bercucuran keringat di dahinya ketahuan sekali bahwa Sean dan kedua temannya sedang ketakutan pada pastor tersebut.
Sang pastor tak menjawab, ia melihat sebuah alat seperti ponsel untuk melihat sesuatu, ia kemudian tersenyum pada mereka namun kali ini senyumannya sedikit mengandung makna.
“Di sini kalian sudah melakukan misi dan misi hari ini telah selesai, apa yang kalian harus jalankan lagi?” tanya pastor Charlie dengan sorot mata yang sangat berbeda, kali ini lebih tajam dan aneh membuat ketiga pemuda itu sedikit ketakutan.
Namun, belum reda ketakutan ketiga orang itu. Pastor tersebut berubah menjadi zombie dengan wajah yang sangat hancur membuat Sean dan kedua temannya berteriak histeris belum lagi pintu kokoh itu tertutup membuat Sean berpasrah saja dengan keadaan tersebut.
Byur!
Siraman air langsung membasahi tubuh Sean yang sedang tertidur, ia mengerjapkan matanya melihat sekeliling yang ternyata masih berada di mall tersebut. Sean melihat Gilang, Alefukka dan Darren berkumpul dihadapannya membuat ia merasa benar-benar lega karena ternyata yang baru saja ia alami hanyalah sebuah mimpi belaka.
“Lo berisik banget tau gak? Sakit kuping gue denger lo teriak-teriak,” kata Darren yang merasa kesal dengan keberisikan Sean yang mengigau sangat kencang dan sulit dibangunkan.
“Sumpah gue gak tahu, gue mimpi serem banget. Mending gak usah diceritain deh,” kata Sean beranjak dari posisi tidurnya kemudian mengibaskan pakaiannya yang sudah basah kuyup, untung saja hari ini mereka tidur di ruko pakaian jadi bisa ganti pakaian seenaknya tanpa harus berpikir soal harga.
Alefukka hanya bisa menghela napasnya lega, keberisikan itu telah usai dan kini ia bisa kembali tidur. Rolling door ruko tertutup rapat, namun mereka tidak lupa membawa monitor untuk memantau keadaan di luar ruko tersebut. Walaupun ini adalah sebuah dunia game, namun peralatan di dunia game tersebut sama persis seperti di dunia nyata jadi mereka tidak akan kesulitan beradaptasi dan menganggap itu adalah sebuah dunia manusia.
“Lihat yang berjalan di depan ruko kita, itu Andrew kan?” bisik Gilang yang merasa deg-degan dengan apa yang baru saja ia lihat di layar monitor.
Sean, Alefukka dan Darren langsung melihat monitor itu dengan wajah terkejut, bagaimana tidak mereka benar-benar merasa bodoh karena beristirahat di dalam ruko yang tak mempunyai jalan keluar lagi selain rolling door yang sedang dijaga oleh Andrew itu.
“Bocah gila itu!” seru Sean dengan wajah memucat, ia harus memastikan bahwa Gilang atau siapa pun dari ketiga sahabatnya itu tidak terjerat dengan Andrew.
Darren dan yang lainnya tak bisa berbicara apapun selain memikirkan jalan keluar dari dunia game tersebut dan keluar dari ruko itu.
Sean melihat sekitarnya dan ia mengambil s*****a serta membagi-bagikannya pada ketiga temannya. Bagaimana pun mereka harus keluar dari ruko itu karena akan sangat membahayakan jika mereka terus-terusan di dalam ruko tanpa makanan dan apa pun.
“Ini kalian pegang satu-satu, pakai baju juga yang tebal untuk mengantisipasi gigitan atau pun tembakan. Kita harus keluar dari sini karena sedikit lagi misi ketiga akan segera dimulai dan kita harus melenyapkan Andrew terlebih dulu walaupun gue gak jamin Andrew akan mati lagi karena sepertinya ia akan bangkit terus menerus.” Sean mengucapkan itu dengan wajah serius.