Gilang, Sean dan Darren tampak saling memandang satu sama lain dengan penuh keraguan.
Sebenarnya keraguan tidak ada sedikit pun di dalam diri Sean karena ia mengetahui ketiga sahabatnya dengan baik, namun yang membuat ia ragu adalah ketika kedua temannya itu tak bisa membedakan satu sama lain yang artinya mereka tidak akan baik-baik saja.
“Buktiin kalau kita emang pantas dikatakan sahabat,” kata Alefukka menantang para sahabatnya itu.
“Tapi gue gak tulus sahabatan sama kalian, asal kalian tahu aja. Gue gak bisa bohongin diri gue sendiri kalau gue bergaul sama lo orang Cuma karena pengen dompleng popularitas, jadi jangan berharap apa-apa dari gue,” kata Darren yang akhirnya mengungkapkan itu pada tiga sahabatnya itu.
Alefukka terdiam, begitu pun dengan Sean yang merasa bahwa persahabatannya hanya sampai di sana saja.
"Gue udah tahu sebenarnya kalau lo sama kita cuma mau dompleng popularitas aja, gue bahkan tahu lebih dari Sean dan Gilang,” kata Alefukka yang merasa ia tak perlu menutupi apa-apa lagi karena Darren sendiri sudah mengungkapkan rahasianya.
Sean tampak menunduk kemudian menarik napas dalam-dalam melihat ke arah Darren dengan tatapan serius.
“Bagaimana pun sahabat gue sama gue. Gue tetap anggap kalian sebagai sahabat gue terlepas lo orang mau dompleng popularitas atau tulus temenan sama gue. Gue juga tahu kalau dalam pertemanan gak ada yang namanya bener-bener temenan sama orang yang gak ada manfaatnya, kalau lo mau temenan sama gue artinya gue bermanfaatkan? Terus apa masalahnya?” tanya Sean dengan wajah santai.
Air muka Sean berubah begitu cepat, kini ia tak menatap Darren seserius tadi ia hanya tersenyum kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Darren yang mendengarkan perkataan Sean jadi semakin merasa bersalah karena menganggap sebuah persahabatan hanya dari manfaat yang bisa diberikan oleh mereka pada dirinya, namun Darren tak pernah bertanya pada dirinya apa manfaat yang ia berikan pada teman-temannya?
“Guys, gue bener-bener gak paham lagi sama kalian. Mungkin kalian adalah orang-orang tulus yang pernah gue temuin, gue akan berusaha sebisa mungkin membalas kebaikan kalian,” kata Darren yang merasa sedikit malu dengan sifatnya yang kekanakan.
“Udah, maaf-maafannya nanti dulu, waktu kita gak banyak,” kata Alefukka melihat ke arah jam tangannya yang senantiasa berada ditangan kanannya itu.
Mereka tampak serius, sesekali Gilang memicingkan matanya melihat ke arah Sean dan Darren secara bergantian melihat mana yang ia temui perbedaannya. Sementara Alefukka menanti dengan segala kecemasannya.
Darren tampak mendekat ke arah Sean tepat berada di hadapan Sean memicingkan matanya dengan wajah yang sangat serius.
“Tebakan pemain salah! Kesempatan berkurang satu untuk pemain dengan nama Andrew, mohon untuk lebih berhati-hati lagi!"
Suara itu membuat jantung Alefukka hampir saja putus karena Darren yang ia lihat hampir saja memilih salah satu dari sekian banyak Sean yang berada di hadapannya.
Bukan hanya Alefukka, namun juga Gilang yang sedang menunggu pun tampak terlihat lemas. Bahkan Gilang bisa bernapas lega ketika mendengar nama Andrew yang pengumuman itu sebutkan.
Darren melihat tangan Sean kemudian menarik tangan tersebut keluar dari barisan, ia yakin bahwa apa yang ia tarik adalah yang asli.
“Tebakan pemain benar! Congratulation Darren! Silakan untuk keluar dari arena permainan”
Darren bernapas lega ketika tebakannya benar. Sedangkan Sean kembali menjadi banyak setelah Darren selesai menebaknya.
“Ren, tolongin gue Ren. Ciri-ciri Sean itu apa?” tanya Gilang yang berharap bocoran untuk tebakan tersebut.
“Mana ada bocoran, lo pake feeling aja sana,” kata Darren sambil keluar dari Arena permainan tersebut, ia menghampiri Alefukka yang tampak gembira melihat Darren bisa menebak begitu mudahnya.
Gilang merasa frustasi bahkan ia yakin akan mencekik Darren kalau misi ini sudah selesai karena tak ingin memberitahu ciri khas Sean padanya.
Sekarang giliran Sean menebak Gilang yang benar sampai akhirnya Gilang juga berhasil menyelesaikan misi tersebut.
“Selamat datang di game survival. Halo, para pemain hebat selamat untuk penyelesaian misi ke 5 di game ini. Untuk misi ke 6 kami punya misi kejutan untuk kalian, yaitu kalian diperbolehkan keluar dari dunia game ini selama 4 jam. Namun, ada hal yang harus diingat para pemain yaitu saat mengunjungi dunia game, kalian harus membuat semua orang percaya atas ucapan kalian minimal 50 orang harus percaya pada kalian, semoga harimu menyenangkan”
Mendengar pengumuman tersebut Alefukka semakin yakin bahwa Andrew membuat game ini saat masa gabutnya dan tak mempunyai kerjaan lain selain menghalu di dunia game.
“Sumpah, seumur hidup bahkan gue udah menjelajah game masa lampau juga kayaknya gak ada game segabut ini. Apa sih yang ada di pikiran Andrew pas rancang ini game?” tanya Alefukka yang lama-lama emosi juga melihat game Andrew yang tak pernah jelas.
“Ga tau deh ibunya ngidam apaan pas ngandung dia kenapa jadi gitu?” tanya Sean yang sudah merasa frustasi dengan keadaan seperti ini yang tak pernah menjanjikan apapun.
Namun, saat mereka sedang berdiskusi mereka tampak pusing dan terjatuh di aspal begitu saja.
“I-itu Sean dan tim extramers kan?” tanya salah satu mahasiswi yang sedang lewat di depan ruangan kosong yang tak terpakai itu, ia tampak menunjuk-nunjuk empat pria yang sedang tertidur di lantai masih dengan headset dan kacamata virtual reality di matanya.
Sementara satunya masuk, yang satu lagi kocar-kacir memanggil sang dosen yang ruangannya tak jauh dari sana.
“Ibu! Bu kami menemukan tim extramers!” teriak mahasiswi itu dengan suara yang sangat keras sehingga orang yang berada di dekatnya langsung mendelik, mereka benar-benar terkejut dengan kabar itu.
“Hah? Di mana Din? Ayo bawa ibu ke sana!” seru Bu Marni yang sedang berada di ruang dosen. Ia berjalan dengan tergopoh-gopoh seolah penemuan itu seperti penemuan barang peninggalan sejarah.
Ketika Bu Marni sampai di sana, wanita paruh baya itu langsung melihat tim extramers yang tampak masih tertidur di lantai yang berdebu itu.
“Ruangan ini lagi?” ucap Bu Marni pelan sambil mengepalkan tangannya dengan wajah kesal.
Dinda membawa Bu Marni sampai di ruangan tersebut, namun tetap saja kedatangan Bu Marni tampak membuat siapa saja takut terhadap dirinya.
Fahira yang sedari tadi membangunkan keempat pemuda itu akhirnya menghampiri Bu Marni karena merasa takut dengan keempat pemuda situ yang sudah seperti mayat.
Bu Marni berjongkok kemudian meraba urat nadi mereka dengan wajah lega karena keempat pemuda itu masih hidup, mungkin mereka menumpang hidup karena sesuatu.
“Ambilkan 4 gayung penuh air, ibu akan membangunkan mereka berempat yang sudah seperti orang mati ini," kata Bu Marni yang sudah tampak tak sabaran.