Hilangnya Alefukka

1056 Words
Waktu terasa berjalan begitu lama membuat tim extramers seolah tak mempunyai harapan lagi. Mereka harus hidup berdampingan dengan para zombie-zombie. Di sela-sela kewaspadaan mereka, Gilang masih menikmati rumah mewah tersebut. Seolah tak peduli dengan keadaan sekitar. “Kalau tinggal di rumah kayak gini ada zombie pun gue rela,” ucap Gilang dengan mata yang masih enggan berkedip. “Dasar mata duitan! Gue mah ogah nempatin rumah mewah tapi di luar ada zombie,” ucap Darren dengan wajah sedikit kesal dengan ucapan Gilang. Gilang tak menghiraukan ucapan Darren yang menghancurkan ekspektasinya. Sedangkan di lain sisi Sean dan Alefukka menelusuri rumah itu dengan penuh kehati-hatian. Banyak tempat bagus yang berada di dunia game ini, Namun itu semua tak cukup untuk membuat para pemain merasa gembira dan merasa betah tinggal di dunia game tersebut. "An, apa tidak ada solusi lagi untuk kita keluar dari dunia game ini?" tanya Alefukka yang sudah merasa bosan berada di dunia game itu. Sean tidak menjawab pertanyaan pemuda itu bukan hanya Alefukka yang bertanya seperti itu, namun juga dirinya selalu bertanya-tanya dalam hati bagaimana mereka keluar? Apa sebenarnya masih ada kesempatan untuk mereka kembali ke dunia nyata? “Gue pun ga tahu jawabannya, lo tahu kan kita juga di dunia game ini tanpa tahu seluk-beluk game ini? Bukan hanya lo yang bertanya, tapi gue juga selalu bertanya-tanya. Gue selalu merasa bersalah setiap kali lihat kalian mengeluh atau pun kelelahan karena zombie-zombie ini. Gue merasa ga pernah becus,” kata Sean dengan wajah yang sudah putus asa. Alefukka paham bagaimana beratnya menjadi Sean yang selalu dituntut sempurna oleh semua teman-temannya, terutama Gilang dan Darren yang selalu menjadi biang keributan mempermasalahkan Sean yang memungut sembarangan PC. “Udahlah ga usah dipikirin, jalanin aja dulu daripada pusing. Lagi pula masih banyak waktu untuk kita jalaninin misi ini,” ucap Alefukka yang ikut duduk di sebelah Sean. Sean melihat ke arah Alefukka yang tetap santai seperti biasa menghadapi keadaan seperti ini. “Ck, gaya lo yaa. Seumur hidup di sini nangis lo,” kata Sean sambil tertawa. Mereka berdua melepas stress dengan candaan-candaan konyol ala bapak-bapak aplikasi berlogo biru berlambang F itu. Namun, saat mereka sedang berbincang seru, Darren dan Gilang berlari ke arah mereka dengan heboh. “Woee kalian ngapain masih di sini?!! Kita harus kabur dari sini karena ada monster!!” teriak Gilang yang panik membuat Alefukka dan Sean dengan secepat kilat berlari kabur dari sana. Mereka berempat kewalahan saat sampai di halaman depan yang seharusnya menjadi tempat parkir mobil mereka tadi, telah kosong tak tersisa apapun yang bisa mereka kendarai. “s**t! Mobilnya mana???” tanya Sean yang kalang kabut melihat sekeliling yang tak menampakkan mobil mereka. Namun, matanya terbelalak ketika melihat mobil mereka dibawa oleh laba-laba besar dari rumah tersebut. Brak!! Suara kencang terdengar ditelinga mereka ketika mobil mereka dibanting oleh laba-laba berkepala zombie itu. Terpaksa mereka harus berlari ke arah luar rumah tersebut. Kaki yang sudah tak mampu berlari seolah memiliki kekuatan lebih untuk terus berlari menyelamatkan diri. Alefukka memutuskan untuk bersembunyi di sebuah tempat yang tampaknya tak berpenghuni itu, sementara Sean yang baru sadar jika Alefukka hilang pun langsung panik. “Darren! Gilang! Alefukka gak ada??” teriak Sean yang bertambah panik karena baru sadar mereka tak membawa alat komunikasi apapun untuk terhubung dengan Alefukka. Darren dan Gilang yang ngos-ngosan menghentikan langkahnya dengan keringat yang sudah bercucuran didahi mereka. “Kita harus cari tempat persembunyian!” kata Sean sambil melihat sekeliling mereka yang tampak rumah bergang-g**g. Mereka pun akhirnya berlari ke arah g**g sempit yang sudah dipastikan bahwa zombie bertubuh laba-laba itu tak bisa memasukinya. Hosss...hosss Napas mereka tersengal-sengal. Ketakutan dan lari bercampur aduk membuat napas mereka terasa sesak. “Biarin gue istirahat dulu, sumpah napas gue gak kuat,” kata Gilang seraya duduk di aspal. Membicarakan napas, Sean jadi teringat tentang Alefukka yang memiliki penyakit asma. “Gue duluan, lo berdua jangan pernah pisah! Gue mau cari Ale dulu,” kata Sean kemudian mengendap-endap di sisi g**g melihat ke segala arah memastikan bahwa sudah aman untuk keluar. Gilang langsung berdiri sambil menyeret Darren, mereka tak boleh terpisah lagi kalau mau selamat. “Aduh bentar deh, udah biarin Sean aja dulu yang cari si Ale. Sumpah gue capek!” seru Darren sambil melepaskan tarikan Gilang. “Lo mau kita terpisah? Kita harus tetap sama-sama!” kata Gilang menegaskan. Dengan terpaksa Darren menuruti perkataan Gilang karena mereka tak mempunyai alat komunikasi jadi akan lebih baik jika mereka terus berkumpul tanpa berpisah. Mereka pun mengejar Sean yang belum jauh dari mereka. “Loh kalian ngikut?” tanya Sean dengan wajah bingung ketika melihat Darren dan Gilang yang sudah berada di belakangnya. Gilang mengangguk cepat sedangkan Darren tak menjawab apapun karena kesal ia tak bisa duduk sebentar untuk sekadar menghirup oksigen. Mereka pun akhirnya memutuskan untuk mencari Alefukka yang tiba-tiba saja hilang saat mereka sedang sibuk berlari. “Kira-kira lo sadar kalau Alefukka ga ada sama kita itu pas kita lagi di mana?” tanya Darren pada Sean yang pertama kali sadar bahwa Alefukka tak berada bersama mereka. Sean tampak mengingat-ingat, namun ia sungguh lupa karena saat itu dirinya sedang panik dikejar monster. “Ahh gue ga terlalu ngeh, Cuma yang gue inget gue sadar kalau Ale ga ada bersama kita pas di tikungan itu,” ucap Sean sambil menunjukkan tikungan yang berada di dekat rumah mewah sarang monster tersebut. “Ok, kita cek aja disekitar situ. Kalau emang bener dia mungkin akan mendengar suara kita yang berteriak,” kata Gilang kemudian menuju tikungan tersebut. Namun, Sean mencegah Gilang untuk melanjutkan langkahnya. “Apa?” “Metode teriak meneriak jangan dipake di sini, lo mau zombie keluar karena teriakan lo?” tanya Sean memperingati Gilang. Gilang menghela napasnya kasar kemudian mengangguk, mereka pun melanjutkan pencarian memakai mata bukan mulut karena tentu saja suara akan mengundang perhatian para zombie. Namun, seteliti apapun mereka mencari tak menemukan keberadaan Alefukka yang entah ke mana. “Huft. Ale ke mana sih? Sumpah deh nggak mungkin kan yaa si Ale dimakan sama monster itu?” tanya Gilang yang merasa aneh karena tak menemukan batang hidung Alefukka sedikit pun. “Ga mungkinlah, ga ada teriakan sama sekali kok! Kita pasti denger kalau dia emang terbawa ke zombie itu kan,” kata Sean yang semakin panik karena Gilang mengatakan itu. “Ucapan lo tuh selalu buruk-buruk heran! Mulut udah ke setting negatif kali ya,” kata Darren yang merasa dongkol dengan Gilang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD