Ada apa dengan Alefukka?

1067 Words
Mereka masih terus mencari hingga malam tiba, misi ke-4 sedikit lagi usai. Namun, tak ada kabar sedikit pun dari Alefukka. “Udah jam segini, gue laper banget dari pagi kita belum makan kan?” kata Gilang yang merasa perutnya sudah sangat keroncongan. Sean menghela napasnya pelan, ia jadi semakin merasa bersalah kalau seperti ini terus. “Ren, lo sama Gilang cari mobil gih buat ke minimarket. Gue lanjutin nyari Ale, maaf karena udah buat kalian kayak gini,” kata Sean yang merasa tidak enak dengan kedua sahabatnya itu. Darren menggeleng pelan, mereka tak bisa berpencar lagi. “Kita gak bisa berpencar gitu aja, mana gak ada alat komunikasi juga pasti bakal susah kalau kita berpencar. Lang, lo bisa kan tahan bentaran lagi? Kita harus cari Ale dulu abis itu kita cari minimarket,” kata Darren yang berusaha membujuk Gilang untuk lebih bersabar lagi. “Gak bisa, Ren. Gue bener-bener laper banget, maag gue bisa kambuh kalau gini terus,” kata Gilang yang merasa bingung antara meninggalkan atau memilih bertahan bersama mereka dulu. Sean menghembuskan napasnya kasar kemudian memberikan sebuah handytalk untuk Darren. “Nih lo pake jangan sampe hilang dan gue pake satu. Gue akan kabarin kalau udah ketemu sama Ale,” ujar Sean yang memberikan solusi untuk mereka berdua. Darren melihat handytalk tersebut dengan wajah sedih, namun Sean sudah dipastikan bisa menjaga dirinya sendiri. “Ok, hati-hati ya! Kabarin kalau perlu bantuan,” ucap Darren kemudian melihat sekeliling seolah memastikan bahwa ada mobil yang berada di dekat mereka. Sean mengangguk sambil menepuk-nepuk bahu Darren dan membiarkan mereka berdua untuk pergi sementara dirinya masih mencari Alefukka yang entah ke mana. Darren dan Gilang akhirnya menemukan sebuah mobil yang terparkir liar di sekitar sana, mereka pun mengambil mobil tersebut dan mencari minimarket terdekat yang bisa mereka jangkau. “Gila, di depan minimarketnya banyak banget zombie, lo yakin mau nerobos demi makanan?” tanya Darren yang mulai khawatir akan keselamatannya. “Ga ada cara lain, Bro. Di sini kan emang kota zombie terus kalo ga nekat kita berarti gak makan terus dong,” kata Gilang dengan wajah yang sudah terlihat lapar. Sepertinya yang sekarang Gilang pikirkan hanyalah bagaimana cara ia mengisi perutnya. “Ok, gue bakal tabrak minimarketnya. Lo lompat ambil makanan ok?” tanya Darren sambil memberikan jaring ikan untuk mengambil jajanan dari dalam mobil. “Mana bisa heh!! Kita harus turun dulu lah!” kata Gilang yang tak habis pikir dengan cara berpikir Darren yang benar-benar kasar. Darren memberikan kode pada Gilang agar melihat ke arah jalanan di depannya yang sudah dipenuhi zombie. “Jadi, lo mau turun terus lawan zombie itu satu-satu? Gapapa kalau mau, tapi gue gak ikut,” kata Darren dengan santai. “Ya udah kita cari minimarket lain,” ucap Gilang yang tampak mulai ngeri. “Bensin gak cukup,” “Terus gimana ini woi!!” “Ya mana gue tau!” Mereka terus berdebat hingga ada satu zombie yang berhasil memecahkan kaca mobil mereka. “s**t!” rutuk Darren kemudian cepat-cepat mengemudikan mobil tersebut dengan kecepatan tinggi hingga zombie tersebut jatuh dari mobil. Fyuh! Gilang bernapas lega ketika melihat zombie sudah terjatuh dari mobilnya. Sedangkan Darren tertawa renyah. “Gak sia-sia gue sering main game balapan sekarang gue bisa kalahin zombie,” kata Darren dengan bangga. “Jadi, gimana masa kita balik dengan tangan kosong?” tanya Gilang yang sudah tak sabar ingin mengisi perutnya, namun sepertinya makanan sudah dijaga oleh zombie sehingga mereka tak bisa mendekat. “Sama Sean aja, dia jago soal gini-gini. Gue gak mau tanggung resiko kalau sampai kita kenapa-kenapa Cuma karena perut lo yang terus ribut gak mau nunggu,” celetuk Darren membuat Gilang kesal, namun apa daya benar kata Darren lebih baik mereka kelaparan daripada harus melawan zombie-zombie itu. Mereka pun akhirnya kembali ke tempat di mana terakhir kali mereka melihat Sean. Namun, tempat itu sangat gelap membuat Darren bingung harus mencari Sean ke mana. “Tes, masuk Sean! Lo di mana? Gue udah balik ke tempat tadi,” ujar Darren yang menanyakan keberadaan Sean dengan handytalk yang diberikan Sean sebelum mereka pergi. Namun, belum ada jawaban dari Sean membuat mereka khawatir. “Jangan-jangan? Gak mungkin Sean meninggalkan?” tanya Gilang yang matanya mulai terbelalak. “Paan sih lo?? Ga lucu yaa, lagian kalau ada salah satu dari kita yang meninggal pasti game ini berakhir karena dianggap kita gak mampu naklukin, tapi lo liat sendiri kan gak ada pengumuman apapun?” ucap Darren yang merasa cemas. Andai tadi ia tak menuruti permintaan Gilang, mungkin ia tak kehilangan Sean. “Ayo turun, kita harus cari Sean,” kata Darren seraya melepaskan sabuk pengamannya dan keluar dari mobil sambil melihat sekeliling dengan kewaspadaan yang tinggi. Dipegangnya s*****a ditangan kanan dan handytalk ditangan kirinya, sementara Gilang membawa tongkat baseball dan s*****a untuk mencegah jika peluru mereka harus direfresh. “Sebelah sini!” seru Darren mengintruksikan agar Gilang ke arah yang ia tunjukkan. Mereka berdua melangkah pelan sambil melihat dengan mata yang tajam di dalam kegelapan. “Arghh!” Gilang berteriak kencang ketika ada sesuatu yang mendorongnya seperti zombie. “Sssttt, ini gue Sean jangan teriak!” kata Sean menutup mulut Gilang agar tidak berteriak. Sementara Darren yang sedikit lagi akan menarik pelatuk tampak mengurungkan niatnya karena ia sudah melihat Sean. Gilang menyingkirkan Sean dari atas tubuhnya, ia pun berdiri dengan wajah kesal. “Lo ngapain sih lari-larian gini?” tanya Gilang yang baik pitam karena terkejut dengan tingkah Sean yang ia kira sebagai zombie. Darren mengangguk setuju, untung saja ia melihat bahwa itu Sean kalau tidak mungkin ia sudah membunuh temannya sendiri. “Alefukka ada di sini, tapi sama Andrew,” ucap Sean pelan. Sean kemudian menarik tangan Gilang dan Darren untuk menjauh dari sana. “Hah sama Andrew? Terus lo kenapa gak bawa Alefukka ke sini aja?” tanya Darren dengan suara sepelan mungkin sambil melihat ke arah g**g di mana pintu keluar Andrew berada. “Gak bisa, kayaknya Alefukka lagi disusupin. Dia baik banget sama Andrew dan mereka merencanakan agar membunuh kita,” kata Sean dengan wajah panik. Darren dan Gilang tampak terkejut dengan pemberitaan tersebut, namun tak ada yang bisa mereka lakukan saat ini selain memantau pergerakan Alefukka dan Andrew. “Kita harus memantau Alefukka dan Andrew sebelum melakukan reaksi, dan lo Gilang gue mohon jangan ngerusak rencana kita dengan emosi lo, paham?” kata Sean menegaskan karena permainan tersebut benar-benar mengandalkan nyawa mereka. Gilang mengangguk cepat, ia juga tidak akan emosi disaat genting seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD