“Selamat datang di game survival. Halo, para pemain kami informasikan untuk tidak diam disatu tempat, pemain bisa berjalan dari tempat ke tempat lainnya agar terdeteksi bahwa pemain melakukan misi batas waktu jeda adalah 10 menit, lebih dari itu sistem akan mendeteksi bahwa misi gagal. Terima kasih semoga harimu menyenangkan”
Keempat pemuda itu seakan tak bisa bernapas ketika mendengar teguran dari game tersebut, rasanya mereka baru saja istirahat dari zombie-zombie itu. Namun, sekarang mereka harus berpetualang selama seharian dan tidak boleh berhenti lebih dari 10 menit.
“Perbesar mental, perkecil emosi dan ego. Yuk let’s go! Ini udah hampir 10 menit, kita harus pindah ke tempat lain,” kata Sean seraya berdiri dan membersihkan pakaiannya yang tampak kotor.
Darren dan Gilang yang sedang duduk juga ikut berdiri dan mengambil s*****a mereka, sebenarnya mereka lelah akan tetapi tak ada pilihan lagi selain menghadapi yang ada agar mereka bisa lebih cepat terbebas dari dunia game.
Langkah kaki Sean terhenti ketika baru saja akan membuka pintu rooftop, pintu tersebut terbuka begitu saja menampakkan beberapa zombie yang siap menerjang mereka. Untuk menghemat peluru nomor satu yang memutuskan untuk menembak adalah Sean karena ia yang berada paling depan, sementara ketiga temannya berada di belakang untuk berjaga-jaga.
Mereka bertiga mencoba berlari menghindar dan memasuki beberapa ruangan kecil uang berada di rooftop.
“Awas, jangan berisik!” ujar Sean sambil memasuki ruangan kecil itu, ia memantau dari dalam untuk melihat apa saja yang sedang terjadi di rooftop tersebut.
“Ini ada tali, kita ga lebih baik terjun ke bawah pake tali ini?” tanya Darren yang menyodorkan beberapa tali yang sangat panjang yang terletak tepat di bawah kakinya.
Sean melihat itu, sebenarnya ia sudah kepikiran tentang itu hanya saja ia tak yakin tali tersebut kuat untuk menopang tubuh mereka yang sangat berat. Sean menggeleng cepat.
“Gak bisa. Ini tali Cuma berapa meter, sedangkan tinggi ini gedung lebih dari itu. belum lagi di bawah yang sangat banyak zombie, kita bisa mati,” kata Sean yang sudah memikirkan semua itu.
Mereka menghela napasnya kasar, sambil menunggu s*****a Sean yang sedang merefresh ia menyuruh Darren untuk menembak menggantikan dirinya.
“Darren, lo gantiin gue dulu, peluru gue lagi direfresh,” ujar Sean yang sudah bercucuran keringat. Untuk sementara mereka harus membunuh semua zombie yang ada di rooftop dulu lalu mereka akan turun dari pintu rooftop tersebut.
Darren mengangguk kemudian keluar dari ruangan sempit tersebut dan menembaki beberapa zombie yang masih tersisa di sana. Setelah semua zombie sudah terkapar akhirnya Darren memberikan kode pada ketiga temannya untuk keluar dari ruangan sempit itu.
“Udah mati semua, ayo keluar!” seru Darren, namun saat Darren masih berfokus memanggil ketiga temannya, tak disangka salah satu zombie yang tampaknya masih hidup menerkam Darren dari belakang, Sean yang melihat itu dengan cepat berlarian ke arah Darren dan memukul zombie tersebut tepat di kepalanya.
“Lo gapapa?” tanya Sean yang panik melihat wajah Darren yang tampak sangat kelelahan, Darren mengangguk pelan. Rasanya jantung Darren hampir saja copot karena zombie tersebut.
Sean membantu Darren untuk berdiri, Alefukka dan Gilang juga menyusul kedua orang itu dengan rasa khawatir. Alefukka memeriksa leher Darren yang tampak berdarah membuat wajahnya memucat.
“Darren, lo tergigit,” ucap Alefukka pelan namun berhasil membuat Darren melihat ke arah di mana Alefukka berada kemudian menyentuh bagian lehernya yang terluka. Sean dan Alefukka saling melirik takut jika terjadi apa-apa setelah gigitan itu, sedangkan Gilang sudah siap menodongkan senjatanya di kepala Darren.
Darren menatap Gilang dengan penuh emosi dan membanting s*****a Gilang, ia marah karena Gilang menodongkan senjatanya tepat dikepalanya saat ini.
“Maksud lo apa sih?! Lo takut mati iya? Sampai nodong s*****a ke kepala sahabat lo sendiri. Gue gak tergigit, kalau emang gw tergigit kenapa pengumuman game ini tidak memberitahu kalau kita gagal? Ini Cuma kena cakaran aja,” kata Darren sambil memperlihatkan lehernya yang terkena cakaran.
“Apapun itu, gue harus antisipasi karena gue masih pengen hidup. Di dunia game kita dilarang baper, gue gak mau karena percaya gue akhirnya jadi korban,” kata Gilang yang masih bersikeras dengan senjatanya yang terus ia todongkan di kepala Darren sampai benar-benar ia yakin bahwa Darren tak tergigit.
Darren menghela napasnya pelan, yang dikatakan Gilang ada benarnya. Tidak salah juga jika ia berantisipasi di dunia game seperti ini agar ia bertahan dan tetap hidup.
“Sudah-sudah gak usah bertengkar, kita mending fokus ke misi kita karena kita harus segera pindah tempat,” ucap Sean melerai, ia harus menyelesaikan misi itu dengan benar.
“Dan untuk lo, gue minta maaf banget tapi bener kata Gilang bahwa kita harus berantisipasi sebelum kejadian. Selama perjalanan nanti kita harus menodongkan s*****a sama lo, entah itu gigitan atau sekedar cakaran yang pasti antisipasi sedini mungkin adalah sesuatu yang patut kita laksanakan, mohon pengertiannya,” kata Sean seraya berdiri dan menyodorkan tangan kanannya untuk membantu Darren berdiri.
Darren melihat tangan Sean kemudian meraihnya dan berdiri, dengan amat sangat terpaksa Darren mengikuti perintah Sean dan ketiga temannya itu untuk menodongkan pistol ke kepalanya dengan catatan apabil ia menjadi zombie maka akan langsung ditembak tapa rasa kasihan.
“Ok kita ambil netralnya aja deh, kalau emang mau kalian gue ditodong gini gue terima dan itu lebih baik karena secara gak langsung gue bisa lihat secara jelas bahwa sahabat gue gak pernah percaya,” kata Darren membuat Sean dan Gilang merasa tidak enak.
Mereka pun akhirnya berjalan dengan tangan Darren yang diikat walaupun ikatnya tak sekeras ingatan penjahat, namun tetap saja Darren sedang berbahaya dan mereka harus hati-hati.
Sean yang berada tepat di belakang Darren terus mengawasi tingkah laku Darren dan memegangi s*****a di belakang kepala Darren. Sebenarnya Sean mau pun Darren risih harus bersikap seperti ini, namun Sean sebagai ketua tak bisa membiarkan kedua temannya yang jelas masih hidup dan belum tergigit harus lenyap karena ia tak menegaskan Darren.
Sepanjang perjalanan, Sean mengiringi kemana pun Darren berada. Ia tak boleh lengah karena jika ia lengah itu artinya dirinya dan kedua temannya menjadi sebuah taruhan yang tak memiliki ujung.
“Itu kan Andrew kenapa dia sendirian?” tanya Darren yang merasa aneh karena Darren belum pernah melihat Andrew yang tak berdaya seperti itu.
Sean menggeleng menandakan ia tak tahu apapun tentang Andrew, mereka pun memilih untuk tak memperdulikan Andrew yang berada sendirian di dekat ruko di mana biasa mereka beristirahat.