Chapter 5

1594 Words
(Note: perhatian, konflik yang terjadi di daerah atau latar di dalam cerita ini hanya settingan atau konflik fiktif belaka untuk memperkaya cerita, ini murni fiktif atau karangan, penulis tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun. Jika para pembaca merasa tidak nyaman dengan kata atau kalimat, mohon komentar, kritik dan saran. Terima kasih. Ttd Jimmywall.) Satu jam setelah pesawat Aqlam mendarat di bandara Eduard Osok. Pesawat kargo mendarat mulus di bandar udara Sentani, Jayapura – ibukota provinsi Papua. Petugas dengan cepat menurunkan barang - barang di bagasi. Kabar mengenai adanya seorang anak dua setengah tahun di dalam bagasi belum diterima di bandara Sentani. Paket diturunkan, kardus berupa isi buah - buahan segera diangkut bersama dengan keranjang buah lainnya. Tak terkecuali kardus buah apel yang dimakan oleh tiga anak campuran tadi. "Cepat! cepat! bawa kiriman Walikota!" "Bawa buah - buah ini ke rumah walikota Jayapura, ini adalah pesanan khusus beliau," ujar petugas bandara a. "Oh, ini kiriman buahnya?" tanya petugas bandara b. "Ya," sahut petugas bandara a. Tak perlu menunggu lama, kardus dan keranjang buah naik mobil pick up dan berangkat. Petugas bekerja cepat, mereka tak menyadari bahwa kardus yang mereka angkut itu telah sebagian kosong isi apelnya. Sepuluh menit kemudian. "Anak kucing dan anak *anjing gubernur hilang!" seru seorang petugas bandara panik. Panik! Staf bandara panik. Saat itu juga telepon dari Jakarta masuk. Beberapa menit kemudian staf bandara tak mempedulikan sementara anak kucing dan anak anjing dari gubernur yang hilang. Yang mereka pedulikan adalah anak manusia yang hilang. Pemeriksaan di dalam bagasi pesawat. "Pak, tidak ada apapun," ujar staf bandara a. "Semua sudut sudah kami periksa namun tak ada anak laki - laki berumur dua setengah tahun di dalam bagasi pesawat," lanjut staf bandara a. Kepala bandara diam mematung untuk beberapa detik. "Barang - barang apa saja yang telah keluar dari bandara?" "Sepuluh menit lalu, ada sepuluh kardus dan keranjang buah dikirim ke rumah Ibu Walikota," jawab staf bandara a. "Hubungi Walikota Jayapura!" perintah kepala bandara Sentani. "Baik, Pak." °°° "Apa?" Chana tersentak kaget. "Maksudnya Amir hilang bagaimana?" Chana terlihat sangat khawatir. Aqlam menenangkan sang istri. Mereka tak bisa melanjutkan liburan mereka, kabar buruk datang dari dua keluarganya. Sang ibu mengalami serangan jantung, dia tak ingin membuat khawatir istrinya dengan membawa dua kabar buruk sekaligus. Namun, ini kenyataan, Aqlam harus mengatakan yang sebenarnya. "Chana." Chana menatap penuh khawatir ke arah Aqlam. "Ibu serangan jantung." "Chana!" Dunia Chana gelap seketika. Wanita 43 tahun itu syok lalu pingsan. Aqlam menggendong tubuh sang istri, dia terlihat sangat khawatir. Masalah apa ini? kenapa masalah ini datang padanya? Setelah menyelimuti sang istri, Aqlam menelepon anak buah Nabhan di Jakarta agar segera ke Jayapura. Dia harus memastikan bahwa sang istri baik - baik saja sebelum dia berangkat ke Jayapura. Hal lain yang menunda dia ke Jayapura adalah di sana dekat dengan perbatasan, sangat rentan konflik, apalagi daerah kurang aman. Dia tak ingin mengambil resiko membahayakan sang istri meskipun sebenarnya dia lincah dan tanggap, namun ini tentang keselamatan sang istri. Pengalaman masa lalu telah mengajarkannya untuk selalu waspada terhadap keselamatan istrinya. "Aku butuh dua puluh bodyguard ke Jayapura sekarang!" perintah Aqlam. "Baik, Tuan." Suara laki - laki terdengar. °°° Kabar hilangnya Amir telah diberitahu oleh pihak keluarga ke keluarga lain, tak terkecuali Bushra yang berada di Prancis. Bruk! "Sira!" Frederick menopang tubuh sang istri. Bushra memijit pelipisnya, dia merasa agak pusing. Sesungguhnya, dia tak mempercayai pendengarannya ketika kakak laki - lakinya mengatakan dari Jakarta bahwa cucu laki - lakinya hilang. Bushra mulai terisak takut. Dia menggenggam dua telapak tangan sang suami. "Eric, cucu kita, cucu kita hilang." Frederick mengangguk, dia telah tahu mengenai kabar ini. "Aku akan hubungi koneksiku di Indonesia." "Hubungi koneksimu, hubungi anak buahmu, hubungi semuanya!" Bushra tiba - tiba tak dapat mengontrol kadar panik. "Dia baru dua setengah tahun! Dua setengah tahun Eric! hiks! hiks! hiks!" Bushra terisak kuat. "Dia anak dua setengah tahun, dia belum tahu apa - apa, apa yang hilang? apa yang masuk di bagasi pesawat? aaaa!" Bushra histeris. Frederick memeluk dan mengusap punggung istrinya. Percuma saja dia mengatakan, 'jangan menangis'. Mungkin dengan menangis dapat mengurangi kekhawatiran sang istri. "Besok kita akan ke Jakarta," ujar Frederick. Hanya kalimat ini yang dapat diucapkan agar sang istri lebih tenang. "Ya." °°° Liham duduk dengan cucu - cucunya. Menikmati hidup hari - hari tua dengan sang istri. Pria Basri itu kini telah menjadi warga negara Jerman. Dia telah tinggal di Jerman selama puluhan tahun. Cassilda berjalan ke arahnya, wajahnya terlihat tidak baik. "Liham." "Um?" sahur Liham santai. "Amir hilang." "Um?" Lihat memandang bingung ke arah sang istri. Dia mengerutkan keningnya. "Amir siapa-Amir anak Opal!?" mata Liham melotot. Cassilda mengangguk, "Ya." "Apa!?" °°° Mobil pick up telah lebih dari lima belas menit lalu keluar dari bandar udara Sentani menuju ke kediaman Walikota Jayapura. Awal perjalanan mulus - mulus saja, namun ketika sampai di tengah perjalanan. Treet! Treeet! Treet! Dor! Dor! Dor! "Lari!" "Lari!" "Kerusuhan!" Kerusuhan pecah. Suara teriakan panik orang-orang terdengar. Mobil oleng, barang - barang yang berada di atas mobil pick up juga oleng kiri kanan. Banyak orang yang turun di jalan, mereka membawa s*****a. Pemberontak. Pasukan pemberontak. Putar haluan. Sang supir memutar ke arah jalur lain, dia tidak mengambil jalan besar seperti yang sudah direncanakan. Jalan memasuki hutan. Namun sayang, mereka dilihat oleh pasukan pemberontak, pengejaran dilakukan. "Berhenti!" teriak pemberontak a. Tak ada tanggapan dari sopir, mobil tetap berjalan melaju memasuki hutan. Mereka harus melarikan diri agar selamat, takutnya mereka akan disandera. Hal ini tentu saja membuat mereka takut. "Tembak saja!" perintah pemberontak b. Dor! Dor! Dor! Pushhhh! Ban mobil pecah karena tembakan peluru. Ciiitt! Brak! Mobil oleng dan menabrak sebuah pohon, beruntung sopir telah menginjak rem agar tabrakan tak kuat. Hanya sisi depan mobil reot. Dua kardus dari atas mobil pick up itu terlempar keluar ke rerumputan. "Turun!" seru salah seorang kepada supir. Supir membuka pintu lalu turun. "Kau juga turun!" Teman supir di jok penumpang juga turun. "Angkat tangan! Angkat tangan!" Orang - orang mengangkat tangan. Mereka meletakan tangan di atas kepala. Mobil pick up tadi tak bertuan. Semua jongkok sambil mengangkat tangan. Mereka digiring meninggalkan jalan. °°° Seorang pria berwajah bule memasuki ruang meeting. Dia tahu dia lancang karena menginterupsi rapat penting. Namun, tidak ada yang lebih penting lagi selain dia mendengar berita histeris dari sang ibu dari bos besarnya. "Lo siento, Senor," ujar pria itu dengan wajah menyesal. (*maaf, tuan. Diterjemahkan dari bahasa Spanyol. Dialog dianggap dalam bahasa Spanyol.) Pembicaraan terhenti. Pria yang masuk tadi mendekat ke arah seorang pria tampan berusia 25 tahun. Dia menunduk dan membisikan sesuatu. "Tuan, Tuan Amir Aji Basri hilang dari Jakarta memasuki bagasi pesawat kargo menuju ke kota Jayapura waktu pagi Jakarta, sampai waktu sore di Jayapura, belum ada kabar ditemukan, situasi diperparah karena kerusuhan pecah, pemberontak dan TNI turun di jalan." Adelio menoleh kaget ke arah anak buah. Kabar buruk. Ini kabar buruk. Amir Ajir Basri. Tentu saja dia kenal itu siapa. Itu adalah anak nomor dua dari sang kakak laki - lakinya. Dan Amir itu baru berusia dua setengah tahun. Bagaimana mungkin anak dua setengah tahun bisa memasuki bagasi pesawat tanpa ada yang lihat dan jaga? Sekarang Adelio mulai meragukan kemampuan intai dari orang - orang Basri, apa mereka hanya pajangan saja? dimana mata mereka? buat apa sampai mereka bisa kecolongan? "Sampai sekarang, Tuan Naufal belum mendapatkan kabar mengenai hilangnya Tuan Amir, telepon beliau tidak aktif, diperkirakan beliau masih berada di hutan perbatasan bersama kakak ipar Anda," lanjut anak buah Adelio. "Bandara sementara ditutup," ujar pria itu lagi. Bandara ditutup berarti tidak akan ada penerbangan sementara dari dan ke Jayapura. "Hubungi koneksi di wilayah yang paling dekat dengan kota Jayapura, minta kirimkan anggota mereka!" perintah Adelio. "Baik." Adelio berdiri dari duduk, dia melihat serius ke arah para peserta rapat yang merupakan orang - orang penting. "Dengan sangat menyesal saya harus mengakhiri rapat ini, terjadi masalah serius yang harus saya tangani." °°° "Turun ke kota sekarang!" perintah komandan pasukan khusus. "Siap komandan!" sahut semua anggota pasukan khusus. Dua lusin personil bantuan TNI dikerahkan ke kota untuk meredam kerusuhan. Kapten yang memimpin adalah Lia. s*****a laras panjang canggih, dan perlengkapan keamanan telah dipakai. Mereka dalam perjalanan ke kota. Naufal mengikuti dari mobil belakang. Sekarang adalah Lia yang mengambil alih tubuh sang istri. Ketika mobil masuk ke kota, kebakaran merajalela. Naufal merogoh dua *s*****a sebagai pengaman. Hari sudah mau malam, namun mereka tak boleh kalah dengan gelapnya cahaya. Mobil berhenti dan pasukan TNI khusus turun. Tahu bahwa tentara telah tiba, pasukan pemberontak memberondong tembakan bertubi - tubi ke arah tentara. Mereka tidak ingin ada pasukan TNI yang turun. Perlawanan terjadi. Saling tembak menembak terjadi. Naufal mengambil tempat tak jauh dari sang istri yang sedang dipakai tubuhnya oleh kepribadian kedua sang istri. Naufal tahu, meskipun sang istri gesit dan jago menghindar dari peluru, tapi dia tetap akan mengawal sang istri. Dor! Sebuah peluru hampir saja mengenai bahu Lia. "Kurang ajar! cari mati!" Naufal berang. Dor! Dor! Dengan tembakan ganas, Naufal membalas. Situasi diperparah karena pasukan pemberontak tak mau mengalah. Mereka bahkan punya peralatan tempur yang cukup memadai. °°° "Um …." Suara serak anak kecil terdengar. "Gelap." Suara Amir terdengar. Bocah dua setengah tahun itu membuka mata di dalam kardus. Dia baru saja membuka mata. Menyembul. Sebuah kepala memakai topi piknik pink terlihat menyembul dari dalam kardus. Amir melihat ke arah sekelilingnya. Dua teman baru Amir juga bangun dan berusaha melihat ke luar. Alaskan Malamute melihat ke luar sedangkan British Shorthair berusaha menaiki bahu Amir untuk ikut mengintip. "Gelap," ujar Amir. Ya, gelap. Hari telah malam. "Ini … dimana?" Hutan. Dia berada di hutan. °°°
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD