"Cepat, Han! Dia kan, masuk kelas kita hanya seminggu sekali. ini kesempatannya, jangan nunda-nunda," Bisik Wawa di samping Hana, mendesak gadis itu agar melakukan tantangan yang ia dan teman-temannya ajukan semalam pada Hana yang kalah saat main Truth or Dare. Wawa tak akan pernah membiarkan Hana lolos dari tantangan mereka, agar posisinya dan Hana adil.
Hana menelan ludahnya susah payah saat Pak Firman selesai menjelaskan sedikit tentang Bab Mata Kuliah mereka.
"Pak!" Panggil Hana.
Hana berusaha mengendalikan raut tegangnya saat Pria yang berstatus Dosen Mata kuliah serta teman sekelasnya menatap penuh tanya ke arahnya.
"Ada apa Hana?" tanya Pak Firman terlihat sedikit mengintimidasi.
Dalam hati, Hana merutuki teman-temannya, yang dengan tega memberikan dare menembak si Dosen kalem yang setahu Hana adalah duda anak satu itu, hingga Hana harus berada di posisi ini. Bisa-bisa nilai Mata Kuliahnya yang akan menjadi korban.
"Uswatun Hasanah?!"
Hana tersentak kaget saat Pak Firman menyebut nama lengkapnya, dan itu pertanda kalau si Dosen bukan orang yang sabaran. "Bapak mau nggak jadi pacar saya?" ucapnya cepat tanpa basa-basi, membuat seisi kelas menganga tak percaya, termasuk dirinya sendiri.
Hening!
Hana semakin tegang di tempatnya, begitupun seisi kelas yang masih dalam mode terkejut sekaligus menanti jawaban dari Dosen yang terkenal sangat tampan di Kampus mereka itu.
"Oke! Kebetulan saya lagi mencari Ibu untuk anak saya saat ini, sekaligus anak-anak saya di masa depan nanti. Karena kamu nawarin diri, dengan senang hati saya terima!" Jawaban itu tentu tambah mengejutkan seisi kelas.
"Tapi..." Kelas yang tadinya riuh karena jawaban Pak Firman kini kembali hening, menunggu kelanjutan ucapan Dosen itu.
"Kita bahasnya setelah Mata Kuliah selesai. Sangat tidak etis kita bahas masa depan saat jam kuliah!"
Hana terdiam kaku. Sebenarnya, manusia seperti apa yang baru saja Hana tembak ini?
Setelah selesai kelas, Hana tak henti-hentinya menyumpah serapah pada teman-temannya. Bahkan Pak Firman pun tak luput dari sumpah serapah Hana. Padahal kalau dipikir-pikir, salahnya sendiri yang menembak Pak Firman hingga jadi seperti ini. Bukan, salahnya sendiri yang mau ikut-ikutan permainan laknat itu.
"Udah, sana! Temuin tuh, si doi baru," ledek Mutia, disusul tawa dua sahabatnya yang lain. Teman sekelasnya pun tak mau kalah, mereka malah bersuit-suit semakin membuat Hana kesal. Selesai mengajar, Pak Firman memang menyuruh Hana menemuinya di ruangan Dosen.
"Kayaknya bentar lagi bakal ada cinta-cintaan ala FTV!" Harun, ketua kelas mereka ikut-ikutan.
"s****n!" Umpat Hana.
Tak berselang lama, ponsel milik Hana berbunyi. Mata gadis itu seketika melotot saat melihat nama si pemanggil.
'ini Dosen dapat nomor aku dari mana coba?' batin Hana bertanya-tanya.
"Wiihhh! Udah main nelpon aja calon Paksu," teriak Wawa yang ternyata ikut mengintip ke layar ponsel milik Hana.
"Ciee!!" Sambut teman-temannya yang lain. k*****t emang!
Hana terkejut karena teriakan Wawa. Wajahnya memerah karena kesal sekaligus malu. Apa dia jujur aja yah, ke Pak Firman kalau dia hanya melaksanakan tantangan dari teman-temannya? Tapi bagaimana dengan nilainya? Masa Hana harus siap mengulang Mata kuliah ini di tahun depan?
Dari pada dirinya semakin dijadikan bulan-bulanan, lebih baik Hana langsung menemui Pak Firman saja.
Hana mengetuk pintu ruangan milik Pak Firman, setelahnya ia masuk saat mendengar seruan dari dalam.
"Ada apa Bapak manggil saya?" Tanya Hana. Sumpah demi apapun, kaki Hana bahkan sudah gemetar karena gugup, dan juga merasa malu.
"Loh, kan kita mau bahas yang kamu katakan saat Mata Kuliah tadi," ujar Firman enteng.
"Eh, itu! Anu Pak..." Hana bingung ingin mengatakan apa, sumpah!
"Anu apa? Anu-anuan? Belum nikah aja masa kamu udah mikirin anu-anuan?"
Oke, sumpah! Hana ingin menenggelamkan dirinya ke sungai sss karena ucapan Firman. Eh, jangan deh, ada Piranha yang kejamnya melebihi Pak Firman.
Hana tahu Firman duda, tapi bisakah dia tidak m*****i pikiran Hana yang masih ting-ting ini? Bisa-bisanya dia mengatakan hal ambigu yang lebih mengarah ke m***m di depan Hana. "Dasar Dosen duda kurang belaian!'' maki Hana dalam hati.
"Hana? Kok diam? Kamu lagi mikirin anu?"
Hana mendelik kesal, kenapa anu-nya masih dilanjut sih?
"Maksud saya bukan gitu Pak! Kenapa Bapak jadi bahas anu sih! Nggak jelas banget!" Hana tanpa sadar meninggikan suaranya karena merasa malu.
Firman tak menjawab, ia hanya menatap Hana datar. "Ya sudah kalau begitu. Ayo, kita perjelas!"
Mata Hana melotot mendengar jawaban Firman. Ia mengatur nafas sejenak, berusaha menjernihkan pikirannya. Oke, Hana menyerah. Masa bodoh dengan nilainya nanti. Hana tidak ingin terlibat terlalu jauh dengan Dosen kurang belaian ini.
"Jadi begini, Pak. Yang saya lakukan tadi itu sebenarnya nggak bermaksud apa-apa, saya hanya melakukan tantangan dari teman-teman saya! Jadi saya minta, Bapak jangan ambil hati perkataan saya tadi," Hana menjelaskannya dengan satu tarikan nafas.
Firman melongo. "Kamu lagi nge-rap?"
"Hah?"
"Ya, kamu ngomongnya kecepatan. Mana saya dengar apa yang kamu bilang."
Oke, rasanya Hana ingin menangis sekarang.
"Oke, oke! Kamu tenang dulu, baru bicara lagi. Nggak baik bicara kalau lagi emosi," Firman sepertinya ingin mempermainkan gadis itu. Yang buat emosi memangnya siapa Pak? Ingin Hana melemparkan pertanyaan itu, tapi ia seketika sadar kalau Firman adalah Dosennya.
"Pejamkan mata kamu! Tarik nafas, tahan," interuksi Firman, dan dengan bodohnya Hana mengikuti.
"Tahan dulu, tahan lagi..."
"Tahan terus!" Hana yang sudah merasa sesak akhirnya membuka matanya dan melotot saat melihat wajah Firman yang menahan tawa. s****n! Dia dikerjain. Ya Tuhan, manusia macam apa di depannya ini? Sekali lagi Hana membatin pertanyaan yang sama.
"Bhahahahaha! Kamu itu ya, udah Mahasiswa masih aja gampang dibodohi," ejek Firman.
Hana kembali memejamkan mata, guna meredam emosi. Dosen s****n! Geramnya dalam hati. Tak ada gunanya membalas Dosennya itu dengan marah-marah. Lebih baik Hana langsung to the point aja, dari pada semakin merasa emosi. Takutnya Hana nekat menendang Firman ke Mars, biar pria ini jadi berteman dengan alien.
"Jadi begini Pak! Semua yang saya katakan tadi di kelas, hanya karena tantangan dari teman-teman saya. Jadi, Bapak nggak perlu baper!" tekan Hana.
Firman mengangguk santai, "saya tahu, kalau kamu nggak mungkin punya perasaan ke saya. Tapi..."
Hana menunggu jawaban Firman selanjutnya. Ia ingin segera mengakhiri pembicaraan dengan Dosen sableng itu.
"Saya peduli apa? Mau itu karena tantangan atau apapun saya nggak peduli. Ibarat kata, kamu nggak sengaja membuka kode di sebuah pintu. Dan setelah kamu masuk, pintu itu kembali tertutup, terkunci rapat. Jadi....kamu nggak bisa ke mana-mana. Selamanya, kamu akan berada di dalam ruangan yang kamu masuki tadi. Anggap saja ruangan itu adalah kehidupan saya. Artinya, kamu nggak bakal bisa bebas setelah masuk ke lingkar hidup saya, Hana!"
Hana seketika bergidik ngeri mendengar ucapan Pak Firman yang terdengar seperti seorang psikopat.