Part 7. Pertemuan

1343 Words
Bagaimana sih rasanya ketika kita menjadi pihak yang datang terlambat pada pertemuan penting yang menyangkut uang milyaran rupiah. Rasanya itu seperti ketika kita mimpi dikejar-kejar hantu. Seperti itu lah yang sedang dirasakan oleh Karin ketika berada di dalam mobil vios milik Abi. Suasana hening melingkupi keduanya yang sama-sama merasa bersalah karena sudah menyebabkan orang lain menunggu kedatangan mereka. Perjalanan selama 15 menit dari jalan pemuda menuju sebuah tempat makan yang berada di daerah simpang lima terasa seperti satu abad lamanya karena hanya diisi oleh keheningan, dan ketegangan. Ponsel Abi yang terus bergetar namun pria itu tak berniat mengangkat sekali pun. Karin juga tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak mungkin juga dia langsung mengambil, kemudian mengangkat panggilan telepon yang bisa ia tebak dari teman-teman kerja Abi. Baik Abi, maupun Karin mendesah lega begitu mobil yang dikendarai Abi terparkir sempurna di depan sebuah resto. Abi mengusap kening yang terasa begitu basah padahal AC dalam mobil menyala. Ketegangan memang selalu sukses membuat seseorang berkeringat tanpa perlu berolah raga. “ Sudah sampai.” Abi menoleh sejenak ke arah Karin, lalu segera membuka seat belt. Karin melakukan hal yang sama. Dia yang merasa paling bersalah karena semua terjadi hanya karena mata dia yang menolak terbuka, dan begitu terbuai dengan mimpinya. Karin segera membuka pintu mobil begitu seat belt terlepas. Abi sudah berdiri menunggunya. Mereka berdua bergegas memasuki resto. Abi mengedarkan pandangan mencari keberadaan teman-teman mereka. Lambaian tangan Dhani mengakhiri pencarian pria itu. Ia segera berjalan menghampiri meja yang sudah diisi oleh Bimo dengan tampang kesal yang sangat kentara. Sementara Radit, dan Dhani hanya tertawa kecil sembari melirik ke arah Bimo yang sudah menatapnya dengan tajam seolah ingin mencincang Abi. Pria itu begitu kesal karena kehilangan waktu di hari minggu yang seharusnya menjadi quality time bersama keluarga kecilnya. Telepon berkali-kali pun tidak ditanggapi Abi hingga membuatnya semakin gusar. Kalau saja tidak ada tamu di antara mereka, Bimo pasti akan menghabisi Abi saat itu juga. Pria itu sudah pasti akan mengguruinya tentang pentingnya waktu. Bimo menghela nafas panjang. Merubah raut kesal yang ia tampilkan saat menatap sang sahabat, menjadi tatapan penuh pemakluman ketika beralih untuk menatap seorang wanita yang sedang tersenyum kearahnya. “ Selamat datang Bu Karin, mari silahkan duduk,” sambut Bimo mempersilahkan Karin untuk bergabung bersama mereka. Karin mengangguk kecil. “ Panggil Karin saja please. Dan maaf karena saya terlambat.” Karin menampilkan senyum profesionalnya kepada tiga orang lelaki yang sudah berada di meja tersebut. Karin sudah pernah bertemu dengan Bimo sebelumnya di Lombok ketika menghadiri pernikahan sang Bos. Sedang dua pria lainnya belum pernah ia temui sebelumnya. Bimo yang sadar akan tatapan Karin kepada Dhani, serta Radit akhirnya memperkenalkan mereka. “ Kenalkan. Ini rekan saya Dhani.” Bimo menepuk bahu Dhani yang langsung mengangsurkan tangan ke arah Karin. “ Dan yang itu Radit.” Radit segera menyambut uluran tangan Karin. “ Selamat datang Karin.” Sambut Radit yang diangguki Karin dengan senyum. “ Terima kasih.” Karin segera menempati kursi tepat di depan Dhani, sementara Abi duduk berhadapan dengan Radit. Bimo sendiri ada di kepala kursi dengan laptop yang sudah menyala. Sudah siap dengan apa yang akan ia sampaikan kepada pihak klien yang diwakili oleh Karin. Sebelum memulai, Bimo terlebih dahulu memanggil pelayan. Meminta Karin dan Abi untuk memesan. “ Sebelumnya saya meminta maaf karena atasan saya tidak bisa hadir langsung ke sini.” Buka Karin setelah selesai memesan. Semuanya mengangguk paham karena Alka sendiri sudah memberitahu mereka bahwa dia tidak bisa datang pada saat peletakan batu pertama wahana hiburan, maupun hotel. “ Ya … beliau sudah menghubungi kami mengenai hal itu.” jawab Bimo. Karin tersenyum. “ Harap maklum karena beliau suami siaga, bahkan saat awal kehamilan sekalipun. Apalagi sekarang ketika beliau tahu istrinya sedang hamil bayi kembar.” “ Wah … yang itu kami belum tahu.” Ucap Radit begitu mendengar berita tentang kehamilan bayi kembar Naya. Sebagai teman, tentu saja dia ikut merasa senang. Radit melirik kearah Dhani yang tersenyum kecil, lalu tatapan matanya beralih ke depan. Kearah Abi yang masih terdiam. “ Kalian juga kenal Bu Naya ?” tanya Karin penasaran kepada kedua orang di seberang kursi yang dia tempati. Kedua pria itu mengangguk. “Wow. Ternyata dunia memang tidak selebar daun jeruk ya.” Karin tertawa. Tidak menyangka bahwa mereka semua sudah mengenal istri sang bos. “ Bukan cuma kenal.” Jawab Radit dengan wajah tengil. Kedua alis pria itu sudah terangkat tinggi. “ Kami sudah bersahabat dengannya selama lebih dari 10 tahun. Sebelum dia menikah.” Lanjutnya. Karin sudah melipat kedua tangan di meja. Merasa tertarikdengan cerita persahabatan mereka yang bisa bertahan lebih dari 10 tahun. Itu amazing. Dan mereka masih tetap berhubungan baik. Terbukti dengan suami sahabat mereka yang memberikan proyek besar kepada mereka. “ Hebat ya kalian. Bisa berteman selama itu. bahkan sampai sekarang.” Karin menggelengkan kepala. Merasa benar-benar takjub. Dia sendiri tidak memiliki teman selama itu. biasanya ia akan hilang kontak dengan sahabatnya setelah selesai masa sekolah. Dan yang lebih menakjubkan adalah mereka semua cowok. “ Kok bisa sih. Padahal kalian cowok lho. Setahuku tidak ada yang namanya persahabatan antara cowok dan cewek. Kebanyakan akan berakhir ketika salah satu diantara mereka melewati batas persahabat karena cinta yang tumbuh dengan sendirinya. Kok kalian bisa sih nggak jatuh cinta sama Bu Naya.” Kening Karin sudah berkerut ketika ia menyampaikan pikirannya. Memang biasanya seperti itu kan ? makanya persahabatan antara pria dan wanita tidak akan bisa bertahan lama, apalagi jika kemudian perasaan mereka tidak bersambut. Pasti langsung bubar, bahkan tidak jarang yang kemudian berakhir dengan saling membenci. “ Tentu saja perjalanan persahabatan kami tidak semulus yang kamu bayangkan.” Bimo yang menjawab. “ Istri saya yang paling lama bersahabat dengan Naya.” Karin menoleh ke arah Bimo. Dia sudah pernah bertemu dengan istri Bimo. Tentu saja ketika menghadiri pernikahan Naya dan Alka. “ Kamu pasti sudah tahu cerita Naya dan Abi. Namun mereka masih bisa tetap berhubungan baik meskipun pernah ada percikan cinta di antara keduanya.” Bimo menatap Abi yang juga menoleh ke arahnya. Mereka saling tatap untuk beberapa saat sebelum Bimo memutus tatapan mereka. “ Dhani juga pernah pacaran dengan Naya.” “ Oh ya ?” Karin seketika menatap pria yang duduk tepat di seberangnya. Ternyata persahabatan antara pria dan wanita memang jarang terjadi tanpa diwarnai percikan cinta. Tapi ia sungguh salut karena meskipun cinta mereka sudah berakhir, mereka masih bisa berteman. Dhani tertawa melihat Karin yang menatapnya dengan tatapan penuh tanya. Seolah tidak mempercayai apa yang Bimo katakan tentang dirinya dan Naya. Kepalanya mengangguk. “ Mungkin saat ini kami sudah menikah, dan punya anak kalau saja semua berjalan lancar.” Dhani kembali tertawa kecil ketika mengingat hubungan singkatnya dengan Naya. “ Tapi ternyata memang bukan dia takdir saya. The one yang Tuhan gariskan untuk saya ternyata justru teman sekampus saya sendiri,” jelas Dhani yang diakhiri dengan senyum lebar pria itu. ceritanya bersama Naya sudah berakhir lama, dan dia sudah bahagia bersama keluarga kecilnya. “ Benar. Kita tidak akan pernah tahu siapa the one yang Tuhan tuliskan untuk kita sebelum kita benar-benar bersamanya.” Gumam Karin. Tatapan mata Karin berubah sendu. Dia sendiri belum menemukan seseorang itu. perjalanan cintanya belum berlabuh pada the one yang Tuhan gariskan untuknya. Entah kapan Karin akan menemukannya. Tapi dia percaya, suatu saat nanti dia akan bisa mengatakan pada semua orang bahwa dia sudah menemukan seseorang tersebut. Suatu saat nanti. “ Tuhan akan mengirim orang yang tepat di saat yang tepat,” ucap Bimo yang diangguki Karin dan Dhani. Abi mendengarkan. Mendengarkan obrolan teman-temannya tanpa ikut di dalamnya. Namun dia mengamini apa yang Bimo katakan. Dan dia juga berharap Tuhan mengirimkan seseorang yang sudah digariskan untuknya. Seseorang yang akan bisa mengobati luka di hatinya yang masih menganga sampai sekarang. Sekeras apa pun dia sudah berusaha untuk melupakan wanita yang begitu ia cintai, namun ia masih belum bisa menyingkirkannya. Naya masih bertahta begitu kuat di dalam hatinya. Dia hanya berharap bisa segera berdamai dengan hatinya sendiri. Berharap akan ada orang lain yang mewarnai hati, serta hari-harinya. Seseorang yang bisa membuatnya lupa akan perempuan yang sudah menjadi milik orang lain. Perempuan yang akan bisa memberinya kebahagiaan seperti yang sudah para sahabatnya rasakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD