5. TONY WILSON

2568 Words
"My boy!" Seru Vallery dengan bersimbah air mata, setelah itu ia berlari menghampiri Arthur dan meninggalkan sang suami yang masih berdiri di ambang pintu ruangan tersebut. "Oh My God, what happen with you? Oh My God." Vallery terisak melihat keadaan putranya saat ini. Arthur yang masih terkejut melihat kedatangan sang ibu hanya bisa terdiam membisu, sedangkan Brian Abraham ayah Arthur masih berdiri di ambang pintu, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Ia ingin sekali menghampiri putranya dan mengusap wajah atau punggung tangan pria itu dengan sayang, namun ia ragu untuk melakukan hal itu, terakhir kali mereka bertemu, mereka bertengkar hebat hingga membuat Arthur tidak pernah menemui mereka selama dua tahun ini. Entahlah, Brian tidak mengetahui mengapa putranya itu seolah membencinya setengah mati, sedangkan semua yang ia berikan selama ini adalah cinta yang tulus untuk kedua putranya, Arthur dan juga Mathew Abraham. "Kenapa kau bisa seperti ini, Baby? Katakan sesuatu pada Mommy." Vallery kembali menangis terisak, ia mengusap wajah Arthur dengan pelan dan sayang. Usapan telapak tangan ibunya membuat Arthur tersadar. "Mommy." Pandangan mata Arthur yang biasanya dingin kini berubah menjadi lembut ketika menatap wajah sang ibu. Vallery tersenyum namun air mata tidak pernah berhenti mengalir sejak tadi, justru semakin deras. "Yeah, ini Mommy. Tell me, what's going on with you," ucap Vallery di tengah-tengah isak tangis nya. "Aku kecelakaan, Mom," ujar Arthur dengan pelan. "Oh My God, bagaimana ... ." "Awwwh." Ucapan Vallery terhenti ketika ia mendengar pekikan dari Harley. Harley memegang perutnya yang melilit dengan kedua tangannya, keringat dingin mengalir dari sudut wajahnya hingga membuat wajahnya pucat secara perlahan. Mendengar pekikan Harley membuat Arthur begitu terkejut. "Kau kenapa?" tanya Arthur dengan panik, ia hendak bangkit namun sakit melanda di sekujur tubuhnya. Melihat hal itu Brian segera menghampiri Harley dan menyangga kedua lengan Harley agar wanita itu tetap berdiri tegak. "Are you okay?" tanya Brian yang mendapat gelengan dari kepala Harley, melihat hal itu Vallery segera menekan tombol bantuan untuk memanggil dokter. Mike yang melihat sesuatu tidak beres dari dalam ruangan Arthur pun segera masuk. "Nona, sepertinya maag anda kambuh," ucap Mike dengan panik. Belum sempat Arthur berkata, seorang dokter dan juga suster telah datang memasuki ruang rawat inap miliknya. "Dokter, tolong periksa Nona ini, sepertinya maag yang ia derita sedang kambuh," ujar Brian kepada dokter tersebut. Melihat kejadian itu, beberapa suster segera mengarahkan Harley menuju ke ruang sebelah, namun dikarenakan Harley yang tidak bisa berjalan akibat penyakit maag yang tengah melanda nya saat ini akhirnya Mike membopong tubuh wanita itu. Arthur hanya bisa terdiam menatap kepergian Harley, ia merasakan bahwa ada yang hilang dari jangkauan tangannya ketika wajah Harley tidak terlihat lagi dari jangkauan pandangannya.   ***   Harley mengerjapkan matanya ketika cahaya matahari yang begitu menyilaukan menerpa penglihatannya yang tertutup, ia mengerjap lalu menatap jam kecil yang berada di atas nakas sedang menunjukkan pukul setengah dua belas siang, posisinya saat ini tengah mengarah ke luar jendela, membuat cahaya matahari yang begitu menyilaukan bisa ia lihat dengan segera. Aku di mansion? tanya Harley dalam hati ketika ia ingat bahwa seharusnya ia masih berada di rumah sakit karena penyakit maag nya sedang kambuh. "Jadi bagaimana? Rasanya menyenangkan bukan?" Harley membalikkan tubuhnya, seketika ia dapat melihat Tony yang tengah melipat tangannya di depan d**a. Harley berdecak malas mendengar pertanyaan dari pria itu yang seolah-olah tengah menyindirnya saat ini. Harley segera bangkit dari tidur nya. "Aku tidak bisa pulang karna penyakit maag ku kambuh!" ketus Harley membela diri seraya menatap wajah Tony dengan tatapan menghujam. "Siapa yang menyuruh mu untuk tidak makan selama dua belas jam?!" bentak Tony membuat Harley kembali berdecak, ia kesal setengah mati dengan pria yang ada di hadapannya saat ini. "Sudah ku katakan berapa kali bahwa kau harus menjaga polan makan mu, Halsey?!" Tony benar-benar gemas melihat Harley saat ini, wanita itu sangat susah diberitahu sejak dulu. "Aku ... Aku terlalu khawatir dengan pria itu ... ," ujar Harley lirih seraya menghembuskan nafasnya dengan perlahan, ia tidak berbohong ketika ia berkata bahwa ia mengkhawatirkan pria yang ia tolong tadi malam, bahkan sejak berpisah dengan pria itu, rasa cemas yang ia rasakan belum juga hilang sedangkan ia sadar bahwa keluarga pria itu sudah datang dan seharusnya ia tidak perlu mencemaskannya hingga saat ini. Tony menghembuskan nafasnya dengan kasar, apakah wanita yang ia cintai dan ia sayangi itu tengah jatuh cinta hingga melakukan hal konyol seperti itu? Tidak makan sejak malam hingga pagi karena kecemasannya terhadap pria yang tidak dikenalnya sama sekali. Sikap Harley saat ini seperti wanita yang sedang jatuh cinta saja. Bagaimana Tony tidak berpikir seperti itu jika selama ini Halsey-nya selalu perhatian, cemas, peduli dan lain-lain jika menyangkut dengan pria yang disukainya. Melihat Harley yang sepertinya sedang jatuh cinta membuat Tony merasa diduakan, ia tidak terima jika wanita itu membagi cinta, kasih sayang dan perhatiannya kepada pria lain. "Kau menyukai pria itu?" Pertanyaan frontal yang keluar begitu saja dari bibir Tony membuat Harley mendelik. "Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu?!" Harley melipat kedua tangannya di depan d**a seraya memandang Tony dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya, ia terlihat salah tingkah kali ini. "Kau begitu mencemaskan dia," ucap Tony lagi-lagi menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia tidak suka jika Harley menyukai pria lain, sedangkan Harley memutar bola matanya mendengar jawaban dari Tony. "Jangan konyol, Tony," ucap Harley. "Aku tidak rela kau menyukai pria itu," ucap Tony dengan wajah merajuk membuat Harley menatapnya dengan jengah. Kemana Tony yang galak seperti kemarin malam? Atau kemana Tony yang menyebalkan seperti beberapa menit yang lalu? Jarang bersama dengan pria itu selama beberapa minggu terakhir membuat Harley menyadari bahwa Tony sedikit berubah, pria itu terlihat lebih lembut daripada sebelum-sebelumnya. "Kalau aku menyukai pria lain maksud ku bukan pria itu, bagaimana?" "Aku tetap tidak suka!" jawab Tony dengan ketus membuat Harley mendelik menatap pria itu dengan amarah yang ia tahan. "Kau mau aku jadi perawan tua?!" bentak Harley membuat Tony tersentak. "Iya! Biar kau menemani aku hingga tua, puas?!" Tony membalas bentakan yang ia terima kepada Harley. "Dasar bujangan tua!" "Aku seperti ini karena kau!" ketus Tony seraya menunjuk wajah Harley. "Aku?" tanya Harley seraya menunjuk dirinya sendiri. "Apa salah ku?" pertanyaan Harley sukses membuat mulut Tony menganga. "Apa salah kau?" tanya Tony yang menjeda kalimatnya. "Setiap aku mengenalkan wanita kepada mu, kau selalu membuat masalah," ucap Tony mencoba mengingatkan. "Kau mengenalkan seorang jalang kepada ku, Tony!" jawab Harley tidak mau kalah. "Semua wanita yang aku kenalkan padamu bukan jalang, Halsey!" jawab Tony yang merasa bahwa perkataan dari Harley tidaklah benar. "Kau saja yang tidak tahu!" sewot Harley. "Kau yang sok tahu!" ucap Tony kembali menunjuk wajah Harley. "Mereka tidak lembut seperti Mommy," ucap Harley seraya mengalihkan wajahnya dari Tony. "Wajah mereka lembut, sentuhan mereka lembut dan d**a mereka juga lem... ." Perkataan Tony terhenti ketika sebuah bantal mendarat sempurna di wajah tampan nya, ia menatap marah kepada Harley yang telah melempar bantal tersebut ke arah nya. "Bukan itu, bodoh! Mereka tidak seperti Mommy, tidak lembut, tidak murah senyum, tidak tulus!" ucap Harley menggebu-gebu, ia tidak habis pikir mengapa Tony tidak pernah sadar dengan kebusukan wanita yang selalu dikencaninya selama ini. "Jika seperti itu, mau sampai tua pun kakak mu ini akan menyendiri!" Tony mengusap wajahnya dengan kasar, ia sangat kesal dengan sikap Harley yang selalu menolak wanita-wanita yang sedang ia kencani, sedangkan ia berharap salah satu dari mereka bisa menjadi pendamping hidupnya. "Mau sampai kapan aku menyendiri, Halsey?" tanya Tony dengan frustasi. "Sampai kau bertemu dengan wanita yang seperti Mommy. Aku tidak mau tahu!" Harley lagi-lagi tidak mau mengalah dengan perdebatan mereka saat ini. "Halsey ... ," panggil Tony dengan lirih namun Harley menjawab dengan cepat. "Aku dalam mode marah saat ini!" ucap Harley dengan ketus sedangkan Tony mengangkat salah satu alisnya mendengar perkataan dari adiknya tersebut. "Harusnya aku yang marah! Sejak kemarin ada saja hal yang kau perbuat hingga otakku terasa akan pecah! Mulai dari kau mabuk di club lalu diam-diam membangun bisnis ganja, kemudian menghilang tanpa kabar setelah itu kau membuat dirimu sendiri jatuh sakit karena tidak menjaga pola makan mu. Apa kau tahu? Kepalaku rasanya ingin pecah melihat tingkah mu!" cecar Tony dengan nafas yang memburu. "Kau keberatan?" tanya Harley dengan pandangan yang nanar menatap ke arah Tony. "Bukan itu mak... ," "Kau keberatan mempunyai adik seperti ku?!" tanya Harley dengan mata yang sudah berkaca-kaca, ia tidak suka jika Tony mengungkit-ungkit kesalahannya. "Halsey tolong jangan seperti ini." Air mata yang ditahan oleh Harley akhirnya jatuh juga. Tony segera menghampiri Harley dan memeluk wanita itu, ia juga mengusap punggung Harley dengan lembut. "Saat ini hanya kau satu-satunya keluargaku, di saat keluarga kita yang lain sudah tidak ada dan hanya tersisa kau yang aku miliki, bagaimana bisa aku keberatan memiliki adik seperti mu, hm?" Tony masih setiap mengusap punggung Harley sedangkan wanita itu sudah terisak oleh tangisannya sendiri. "Maafkan aku, aku hanya sedang pusing dengan perusahaan Daddy, ada lima cabang yang akan dibuka dan aku harus bekerja lebih extra lagi, maaf karena kesibukan ku, aku jadi mengabaikan mu, sampai-sampai aku tidak tahu jika adik kecil ku ini membangun bisnis ilegal di ruang bawah tanah mansion ku sendiri," ujar Tony tersenyum seraya mencubit hidung Harley dengan gemas. Tony sadar, selama beberapa bulan ini ia sangat disibukkan dengan perusahaan peninggalan ayahnya yang sedang berkembang pesat hingga melupakan kewajibannya untuk selalu memperhatikan Harley agar adiknya itu tidak salah langkah. Ia seolah lupa bahwa sejak Harley lulus dari sekolah menengah atas, wanita itu sangat menyukai semua hal yang berbau negatif, bahkan dulu Tony sangat terkejut ketika mendapati Harley tengah mabuk untuk pertama kalinya di acara prom night, saat itu adalah awal dimana Harley menyukai semua hal yang berbau negatif. Harley mengeratkan pelukannya di tubuh Tony, sudah beberapa minggu terakhir dia tidak bermanja-manja dengan kakaknya tersebut. "Sudah, sudah. Kenapa kita selalu berakhir ribut jika aku mengungkit para wanita yang ku kenalkan padamu?" tanya Tony seraya mengusap rambut sang adik. "Perdebatan ini karena aura negatif dari jalang-jalang itu yang menempel di tubuhmu!" ujar Harley dengan kesal sedangkan Tony terkekeh mendengar penuturan tersebut. Harley hanya ingin Tony mendapatkan seorang wanita yang lemah lembut seperti ibu mereka, bukan seperti jalang yang Tony kenalkan selama ini kepadanya. Bagaimana Harley tidak menyebut wanita-wanita itu sebagai jalang jika Harley selalu mendapatkan informasi jika mereka bukanlah wanita baik-baik melalui teman-temannya yang memiliki beberapa club mewah di kota Manhattan. Jangan lupakan jika pergaulan Harley lebih luas dibandingkan dengan sang kakak yang selama ini hanya berkutat di depan laptop dan selalu sibuk mengurusi perusahaan. "Terserah kau saja, aku mengalah kali ini." Harley mendongakkan kepalanya untuk menatap Tony sedangkan pria yang tengah ia tatap sedang melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiri nya. "Sepertinya aku harus kembali lagi ke perusahaan, jam makan siang ku sudah berakhir." Harley berdecak kesal saat lagi-lagi Tony harus pergi meninggalkannya. "Kau yang memiliki perusahaan, kenapa kau harus repot-repot tepat waktu seperti karyawan mu?!" tanya Harley dengan kesal. "Aku harus disiplin agar karyawan ku juga disiplin, Halsey. Jika mereka tidak disiplin maka mereka akan semena-mena dengan pekerjaan mereka, jika sudah begitu mereka bisa merugikan perusahaan kita, jika perusahaan merugi maka tidak menutup kemungkinan perusahaan akan bangkrut, jika perusahaan bangkrut aku harus memberi mu makan dengan uang dari mana?" tanya Tony panjang lebar. "Perusahaan Daddy ada sebelas cabang dan kau selalu bekerja di satu cabang, bagaimana karyawan perusahaan cabang lain tahu jika kau selalu disiplin?" mendengar pertanyaan dari Harley membuat Tony mengacak-acak rambut wanita itu dengan gemas. "Kau kira aku hanya bekerja di satu cabang? Setiap hari aku selalu berpindah-pindah agar lebih dekat dengan karyawan ku, ah ... susah menjelaskannya padamu." "Bilang saja agar kau bisa lebih dekat dengan para sekretaris mu di setiap cabang." Cibir Harley yang sudah bisa membaca tingkah laku sang kakak, Tony tergelak mendengar perkataan dari Harley, adiknya itu memang selalu mengetahui apa yang ia pikirkan. "Aku harus terus berusaha mencari mendamping hidup, Halsey," ucap Tony membela diri. "Aku jadi berpikir, lebih baik aku saja yang mencarikan pendamping hidup untuk mu, kau sangat payah jika menyangkut tentang wanita, seorang jalang yang menggunakan topeng saja kau tidak tahu." Tony tertawa renyah mendengar komentar dari Harley. "Sudah, aku harus kembali bekerja, jangan lupa kau harus makan setelah ini, kau juga harus meminun obat," ucap Tony mengingatkan. "Hmm," jawab Harley dengan malas seraya menganggukkan kepalanya. Melihat sikap Harley saat ini membuat Tony segera menangkup wajah Harley dan menatap adiknya itu dengan intens. "Tinggal kau satu-satunya wanita yang aku cintai dan aku sayangi setelah kepergian Mommy, jangan buat aku semakin bersedih karna kau menyusul Mommy akibat sakit maag yang kau miliki itu." Perkataan Tony sontak saja membuat Harley melayangkan pukulannya di kepala pria itu yang membuat Tony mengaduh kesakitan. "Kau mendo'akan ku cepat mati?!" ketus Harley disambut dengan tawa Tony yang memenuhi kamar tersebut. "Aku serius," ucap Tony lalu mengecup kening sang adik. Ia benar-benar serius, hanya Harley satu-satunya keluarga yang ia miliki saat ini, ia tidak bisa membayangkan hal apa yang akan terjadi jika Harley pergi menyusul kedua orang tua nya, ia pun masih mengingat dengan jelas perintah dari kedua orang tua nya agar selalu menjaga Harley sampai kapan pun. "Jangan lupa makan dan minum obat mu." Tony kembali mengingatkan dan dijawab anggukan kepala dari Harley. Tony melepaskan pelukannya lalu berjalan keluar dari kamar wanita itu, Harley memandang Tony dengan tatapan sendu, ia tahu maksud Tony, ia juga sadar bahwa saat ini hanya tinggal mereka berdua, mereka harus bisa menjaga satu sama lain agar nama Wilson bisa turun temurun bersandang di setiap nama belakang keturunan mereka.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD