Just Want To Protect You

1757 Words
“Hei Al, berapa lama lagi hingga kamu mencapai umur 17 tahun?” Al yang sedang asik meminum milkshake nya menoleh, berpikir sebentar lalu menjawab dengan senyuman. “Kupikir ulang tahunku itu minggu depan. Memangnya ada apa?” tanya Al polos. Saat ini mereka tengah berkumpul di kantin sekolah untuk makan siang. Dan sedari pagi, beberapa anak termasuk Carlos dan yang lain terus saja bertingkah aneh di depan Al. Steve yang sedang asik makan pun sampai berhenti, sekedar untuk memandang tajam Carlos yang tampak salah tingkah saat ditanya oleh Al. “Kamu tahu..... Di umurmu yang hampir genap 17 tahun, Pemerintah seharusnya sudah mengajukan surat perjodohan untukmu bukan? Menurutmu.... Jika pun hari itu datang apakah kamu siap dijodohkan dengan Alpha lain? Bisa saja Alpha itu tidak kamu kenal kan?” Steve melotot, perasaanya semakin tidak enak saat dia baru sadar bahwa hampir semua teman-temannya bertingkah aneh beberapa hari ini. Perhatian mereka pada Al semakin besar setiap harinya. Namun dulu Steve menganggap itu wajar sebagai naluri seorang Alpha pada Omega seperti Al, sehingga dia membiarkannya begitu saja. Namun tampaknya dia salah berasumsi kini. Pandangan mereka pada Al bukan lagi pandangan kasih sayang sebagai seorang teman. Mereka memandang Al sebagai Alpha yang melihat omeganya, itu harus segera dihentikan sebelum segalanya berakhir lebih buruk lagi. Apalagi di saat Omega hampir mencapai usia 17, usia matang di mana Omega sudah bisa dibuahi, feromone yang mereka miliki biasanya berbau lebih kuat dari biasanya, sekalipun mereka telah diberi obat suppressor yang biasa dikonsumsi para Omega sepanjang hidupnya. Setelah Steve juga mencoba menciumnya, memang tercium bau manis yang sejak pagi membuat hampir semua Alpha menegak ludah dengan kasar saat berdekatan dengan Al. Omega pada fase ini seharusnya diam dirumah untuk meredakan pra-heat nya, bukan malah bersekolah dengan wajah polos yang menggoda semua orang. Steve menggeretakan giginya kesal. Bagaimana bisa keluarga Tritas itu membiarkan anak kesayangan mereka sekolah dengan kondisi seperti ini? Ini sama saja dengan bunuh diri! Beberapa kali ia mencoba menghubungi keluarga itu secara diam-diam, dan tidak ada satu orang pun yang mengangkat panggilannya. Steve hanya punya nomor orang tua Al, yang mana saat ini belum juga meneleponnya kembali. Ingin rasanya lelaki itu membawa Al segera pulang ke rumahnya jika saja lelaki keras kepala itu tidak menolak dan memaksa untuk tetap berada di sekolah. Sebenarnya, Al diajarkan tentang masa pra-heat tidak sih? Steve sangat kesal karena Allah tampaknya terlalu polos untuk sekedar menyadari tatapan lapar para Alpha di sekitarnya. “Daddy bilang aku selalu bisa menolak jika aku belum siap. Kakakku juga belum tentu mengijinkan aku dijodohkan,” jawab Al enteng. Steve membalas ucapan itu dengan senyum lebar, anak itu belum tahu saja kebenarannya. Carlos tertawa canggung, menatap lekat Al tanpa peduli aura membunuh yang telah dikeluarkan Steve saat dia tertawa. “Al, bukan maksudku menyinggungmu tapi apakah kau tahu bahwa beberapa hari ini baumu-” Brak Pelaku penggebrakan meja itu menatap tajam Carlos beserta para Alpha yang lain. Tangannya menarik Al bangkit dari duduknya, sedikit kasar karena kontrol emosi yang kurang baik. Al meringgis, bingung karena Steve tiba-tiba menarik tangannya dengan kasar. “Pulang,” perintah Steve singkat. Al menggeleng, bingung dengan semua sikap aneh teman-temannya hari ini. Carlos juga ikut bangun dari duduknya, mencekal tangan Steve yang semakin erat memegang pergelangan tangan Al. “Kamu lihat dia Steve, Al tidak mau pulang dan kamu tidak berhak memaksanya begini.” Bugh Karena emosi, tanpa sadar Steve memukul keras Carlos sampai lelaki itu terjungkal ke belakang. Beberapa orang menjerit kaget, namun tidak terlalu berani untuk menggangu perdebatan dua Alpha elit tersebut. Dan tentu saja, Al yang paling terkejut disini. Tangannya bahkan semakin meronta saat Steve membawanya ke parkiran mobil. “Diam dan pasang sabuk pengamanmu!” Tanpa sadar, Steve berteriak dan menghentikan rontaan Al. Dia benci dibentak sampai kapan pun juga. Jadi di tengah duduknya, Steve dapat lihat bahwa Al tengah menangis secara diam-diam. Tangannya yang mungil dan halus terkepal lucu untuk menghapus tetes-tetes air mata yang keluar dari matanya. Wajah manisnya mencebik lucu, terlihat menyedihkan dan lucu pada saat bersamaan. Steve sebenarnya sedikit menyesal melihat Al sampai menangis begitu. Namun gejolak kemarahannya membuat kata maaf begitu sulit keluar untuk dari bibirnya. Apalagi Steve juga dipaksa fokus menatap jalan sebari menghirup aroma manis menggoda yang menyebar di mobilnya. Jangan bilang Steve tidak menahan diri, ia bahkan beberapa kali harus menegak ludah kasar akibat feromone Al yang semakin pekat memenuhi mobilnya. Mobil melaju semakin kencang, hingga akhirnya mereka tiba di pekarangan rumah Al yang begitu ramai dan sibuk disaat bersamaan. Steve yakin jawabannya hanya ada satu. Ini pasti menyangkut Omega manis yang masih asik menangis disebelahnya. Steve merupakan orang yang turun pertama, lalu membukakan pintu Al dan menarik lembut anak itu agar keluar dari mobil yang ia tempati. “Al!” Keduanya menoleh saat melihat Gena berlari diikuti oleh suami dan anak-anaknya untuk mendekati Al. Tanpa aba-aba Gena segera menarik Al ke dalam pelukannya, membiarkan dia menyesap wangi manis yang dikeluarkan oleh anaknya itu. Sedangkan Lussac dan Lylo, yang sadar bahwa adiknya baru saja selesai menangis memandang tajam Steve minta penjelasan. Mereka tidak ingin berbuat kasar di depan Al, apalagi terhadap anak dari Om July yang merupakan teman dekat dari ibu mereka. “Lu, Lylo, segera bawa Al kembali ke kamar dan berikan dia obat agar tubuhnya bisa beristirahat. Kita bisa bicara lagi nanti.” Seakan tahu apa yang dipikirkan kedua anaknya, Ryan mengambil alih. Lu dan Lylo tanpa banyak bicara segera menggendong Al masuk, menghilang dari mereka bertiga yang menghela nafas berat. “Ah, kamu pasti kesusahan kan menahan diri dari Al, Steve? Masuklah terlebih dahulu. Aku akan menghubungi sekolah dan memberitahu bahwa kau ada urusan denganku,” ujar Gena. Steve mengangguk mengiyakan, mengikuti dengan patuh pasangan itu untuk masuk ke ruag tamu. Kopi telah segera disediakan begitu mereka sampai, membiarkan mereka bicara dengan nyaman sambil meminum secangkir kopi. “Bisa saya tanya kenapa Al bisa berada di sekolah di masa pra-heat nya Paman?” tanya Steve sopan. Dia ingin segera mengetahui alasannya, mengingat seharusnya keluarga possesive ini tidak sampai kecolongan tentang hal ini. “Kami pergi berangkat kerja pagi sekali karena beberapa urusan mendesak. Kami sudah memerintahkan beberapa bodyguard untuk memperketat keamanan rumah namun tampaknya, Al masih bisa lolos dari semua itu,” jelas Gena berat. Steve memandangnya terkejut. “Jadi maksud kalian Al tadi kabur untuk berangkat ke sekolah?" tanyanya memastikan. Mereka berdua mengangguk sebagai balasan, memasang wajah kesusahan yang sulit untuk dibaca. “Al sejak kecil selalu benci jika diperlakukan berbeda dari para Alpha. Mungkin itu karena kami semua di sini seorang Alpha selain mommynya yang jarang di rumah juga karena harus menemaniku bekerja. Dia bahkan lupa batasannya mengenai heat. Jika kami tidak menyewa dokter dan perawat khusus untuk Al, entah apa yang akan dilakukan anak itu sekarang," desah Ryan lelah. Sebenarnya sifat Al begitu mirip dengan Gena di masa lalu, membuat Gena juga kadang berpikir apakah ini karma atas segala perbuatannya di masa lalu. Tapi tidak peduli apa, Gena sebenarnya tidak mau Al mengalami hal yang sama bagaimana pun juga. Ryan melihat raut sedih dari wajah istrinya. Sehingga dengan lembut dia menarik Gena kedalam pelukannya, membiarkan istrinya mulai terisak dibalik dadanya yang kokoh. “Apa Al....” tanya Ryan tidak enak. Steve menggeleng, berusaha memberitahu bahwa semuanya masih aman terkendali. “Dia baik-baik saja Paman. Saya berhasil menariknya pulang sebelum para Alpha di sekolah kami semakin menggila," ujar Steve meyakinkan. Dia ragu untuk melajutkan kalimatnya, tapi sepertinya dia tetap harus jujur untuk kebaikannya juga. “Walaupun, tampaknya Saya tersulut emosi hingga-” “Memangnya kamu siapa berani menyakiti adik manisku? Menyelamatkan Al adalah satu-satunya alasan mengapa aku tidak menghajarmu sekarang Steve,” desis Lussac yang baru saja kembali dari kamar Al. “Dia sudah diperiksa dan tengah tidur di kamarnya sekarang. Dokter Ares bilang, tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk saat ini.” Lylo yang baru datang ikut memberitahu, mencoba membuang kekhawatiran Gena sebelum semakin menjadi. “Mulai sekarang jangan dekat-dekat lagi dengan adikku Steve, tidak peduli jika kau anak Paman July sekalipun. Aku paling benci dengan lelaki yang berani menyakiti hati adikku dan kamu baru saja melakukannya,” ancam Lussac dingin. Steve mencoba untuk tidak tersenyum saat ini. Apakah kakak laki-laki Al tidak tahu bahwa kini statusnya di keluarga ini adalah- “Kamu tidak bisa melarangnya Lu. Steve adalah Alpha yang dipilihkan Pemerintah untuk Al, dan kami telah setuju untuk menerimanya,” ujar Ryan pasti. Mata Lussac membola begitu mendengarnya, begitupun dengan Lylo. Apa ayahnya baru saja bilang Al mereka telah mempunyai calon mate? Calon mate yang akan menjadi pendamping hidupnya? Persetan! Lussac dan Lylo tidak akan pernah menyetujuinya! “Ini sudah dipastikan Lu, Lylo. Steve merupakan Alpha ideal untuk Al, dia pintar, kuat, dan bertanggung jawab. July dan suaminya pun bahkan sudah setuju dengan perjodohan ini,” tambah Ryan lagi. Dia juga sebenarnya tidak rela, apalagi ini menyangkut masa depan anak kesayanggannya. Namun, menolak Alpha yang dijodohkan untuk Omega bukanlah perkara mudah untuk mereka sekalipun, mengingat Omega tidak bisa terus-menerus mengandalkan suppressor untuk mengontrol feromone mereka. Apalagi Steve juga merupakan Alpha yang menjanjikan, terlepas dengan hubungan teman yang dimiliki kedua orang tuanya. “Apa-apaan ini Dad! Kamu merahasiakan hal ini dari kami selama ini? Aku tidak akan pernah setuju Al menikah di usia dini seperti sekarang!” ujar Lu kesal. Ia selalu bisa kehilangan kontrolnya jika itu menyangkut Al atau anggota keluarganya yang lain. “Siapa yang bilang Al akan menikah dini? Steve juga setuju hanya akan melamar Al jika Al benar-benar telah jatuh cinta padanya. Jangan kalian pikir Dad tidak mengkhawatirkan Al di sini. Aku juga sangat mengkhawatirkannya, kalian semua tahu itu. Tapi, kalian juga harus paham bahwa Al tidak bisa terus bersama kita tanpa pasangan. Terlepas dari semuanya...... Dia tetaplah seorang Omega.” Suara Ryan mengecil pada akhirnya. Tidak ada dalam keluarga Tritas yang ingin melepas Al untuk orang lain, sungguh tidak ada. Tapi, heat hari ini membuktikan bahwa mereka tidak lagi bisa menahan Al lebih lama lagi, mereka harus segera melaksanakan pernikahan setelah Al tahu dan mau menikah dengan Steve. Waktu mereka tinggal sedikit, mau tidak mau Lussac maupun Lylo harus menyetujui keputusan berat ini. “Hei.” Steve menoleh, saat tahu kedua kakak beradik itu tengah berbicara padanya. “Berjanjilah untuk tidak pernah membuat Al menangis lagi dan aku mungkin bisa membiarkan kau berkeliaran di sisi Al," ujar Lussac serius. Steve mengangguk mantap, membuat pandangan kedua saudara itu melunak sedikit. “Aku memberimu kesempatan karena kau terbukti mampu menahan nafsumu di tengah heatnya Al. Sekali kamu melanggar, aku sendiri yang akan memotong kepalamu, menyeret Al pulang bersama kami, tidak peduli kamu anak Paman July sekalipun,” ujar Lussac tidak main-main. To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD