A Lie

2000 Words
“Al-” “Carlos! Maaf atas kejadian yang lalu itu. Kalian akan ke kantin bukan? Tidak keberatan kan jika aku ikut?” Carlos mengangguk semangat tanpa bicara lagi, merangkul pundak Al seakan Steve tidak pernah berada di sana bersama Al. Seminggu setelah heatnya, Al kembali bersekolah seperti biasa. Steve pikir Al tidak akan marah padanya sebelum ia mengalami hal ini. Bukan hanya teman-temannya yang mulai menjauhi Steve, kini Al pun bahkan bertingkah seperti Steve tidak pernah ada diantara mereka. Steve baru tahu dari Gena bahwa Al paling benci kekerasan dan bentakan, dan Steve telah melakukan semua itu didepan mata Al sendiri. Steve berniat untuk memperbaiki semuanya hari ini, jika saja Al tidak memasang tingkah seperti 'maaf aku tidak mengenalmu' pada Steve. Alpha itu percaya Al hanya marah untuk sesaat, walaupun dia harus menelan kekecewaan karena bahkan setelah seminggu pun, Al masih memasang sikap 'jangan lagi mendekatiku'. Pada acara ulang tahun Al pun, lelaki manis itu bahkan tidak mau melirik Steve saat Alpha itu mengucapkan selamat dan memberinya hadiah. Masih untung Al menerima hadiahnya, walaupun keengganan terlihat dengan jelas dari sudut matanya. Disitu Steve baru berpikir, sebenci itukah Al pada kekerasan? Jika iya, maka tindakannya benar-benar salah kemarin. “Mungkin Al masih perlu waktu Steve. Dia bukan anak yang akan menendam kekesalan begitu lama.” Ucapan Ryan sama sekali tidak menenangkan hati Steve. Masa heat Al mungkin sudah selesai, tapi dengan masuknya Al ke usia dewasa, maka semua orang telah tahu bahwa Al kini bisa dibuahi dan sudah legal menikah, menyebabkan beberapa Alpha tidak lagi akan memandang Al dengan cara yang sama. Steve juga mungkin begitu, tapi dia murni jatuh cinta pada lelaki Omega yang pernah menolongnya dulu. Cintanya itu murni, tidak seperti Alpha lain yang hanya mementingkan nafsu binatang mereka semata. Steve mencoba bersabar dalam menghadapi kekeras kepalaan Al. Omega itu bagaimanapun harus segera ditandai, sebelum malah masuk sekolah seperti biasanya. Memang Ryan sekali lagi memproteksi anaknya dengan bodyguard yang kini selalu berdiri didekat Al, namun itu tidak mencegah Carlos dan teman-temannya yang lain terus berkeliaran di dekat Al selama mereka tidak melewati batas. Tidak ada yang tahu betapa liarnya mereka dibandingkan Steve sendiri. Dulu dia berhasil mengendalikan mereka sehingga Steve merasa aman untuk mengenalkan Al pada para Alpha itu. Namun lagi-lagi ia salah, kesempatan itu malah berubah menjadi pisau bermata dua bagi dirinya sendiri kini. Steve sudah menceritakan semua itu pada keluarga Tritas, dan tidak ada satu pun dari mereka yang sekarang punya kuasa untuk membujuk Al agar tidak berteman dengan mereka. Keluarga itu sudah pernah mengecewakan Al sekali, sulit bagi mereka untuk tetap mengulang kesalahan yang sama jikapun Al mau memaafkan mereka. Lagipula, dengan wajah dingin penuh aura alphanya, Lussac malah mengatakan bahwa dia seharusnya bisa menyelesaikan masalah ini sendiri, sebagai calon mate Al. Bukan malah mengeluh pada calon keluarga nya. Lylo pun tidak jauh berbeda, dia hanya bilang seorang Alpha sejati harus mampu membuat Al jatuh cinta secara tulus pada dirinya sendiri, atau Steve tidak pantas untuk bersanding bersama Al. Intinya Steve benar-benar sendiri sekarang, membujuk Al agar segera menerima lamarannya. “Jadi, bagaimana dengan usahamu Sayang?” Steve memandang Ibunya letih. Selain harus memikirkan bagaimana cara Al memaafkannya, Steve juga harus tetap bersekolah dan bekerja seperti biasanya, membuat wajah tampan itu tampak buruk akhir-akhir ini. “Ibu tahu apa yang Al lakukan terhadapku. Dia bahkan bertingkah seolah tidak mau lagi mengenalku dalam hidupnya,” desah Steve frustasi. Ibunya adalah orang lembut yang menenangkan, tidak berbeda jauh dengan sifat Gena sebagai Ibu Al. Steve selalu bisa mengeluh disaat susahnya seperti ini. Tidak seperti Ayahnya yang malah berkata- “Mungkin kau tidak terlalu jantan Steve. Mengejar cintamu saja kau tidak bisa,” olok ayahnya santai. Hal inilah yang membuat Steve malas bicara dengan ayahnya. Walaupun sebenarnya, Rodrick, Ayah Steve bukanlah seorang ayah yang buruk. Ia hanya senang mengejek anak lelakinya itu, berharap agar anaknya itu termotivasi untuk melakukan yang lebih baik lagi. July merenggut, tidak suka jika anaknya lagi-lagi diejek oleh ayahnya sendiri. “Kamu seharusnya tidak meledeknya Tuan Rodrick. Anakmu ini tengah susah dan kau malah membiarkannya bekerja seperti biasa? Jika kau tetap keras kepala aku sendiri yang akan menggantikan kerja Steve jika kau takut perusahaanmu terkena masalah dasar workcaholic," sarkas July sambil memandang tajam Rod yang malah tersenyum licik sambil meraih pinggang istrinya. “Aku hanya ingin mengajarkannya tanggung jawab sebagai seorang Alpha sekaligus calon kepala keluarga rumah ini. Jika dia memang lelah, mana rela aku juga membiarkannya bekerja? Dia sendiri yang ingin terus bekerja.” Itu memang benar sebenarnya. Sekalipun Steve sedang dalam masalah sekarang, pekerjaan tetaplah prioritas yang harus ia lakukan, terima kasih atas ideologi kuatnya yang dibentuk sejak kecil. “Dan lagi, jangan pernah berpikir tentang bekerja atau aku akan menghukummu July. Kamu hanya perlu bekerja 'padaku' seorang seumur hidupmu,” sambung Rod licik. July melotot, karena suaminya baru saja mengatakan hal yang cukup vulgar didepan anak mereka sendiri. Steve mendengus bosan, sebelum suara telfon mengalihkan perhatiannya. Nomor Gena tertera dengan jelas disana, menghentikan acara menyebalkan yang tengah dilakukan orang tuanya Steve. “Halo-” “Steve, Al belum pulang sampai selarut ini. Kami tidak bisa menghubunginya dan tidak bisa melacak keberadaannya. Apa kamu tahu dia mungkin berada di mana?” Suara Gena terdengar bergetar, sepertinya ia menahan tangisnya yang mungkin sebentar lagi akan pecah. Steve melirik cepat jam dinding, dan terkejut saat tahu jam telah menunjukan pukul sembilan malam. Steve sempat melihat Al berjalan dengan Carlos sebelum pulang, yang berarti Al benar-benar berada dalam masalah kini. Kemarahan Steve telah berada dalam puncaknya, membuat baik July maupun Rod terdiam melihat wajah dingin anak mereka. “Aku tidak sedang bersamanya saat ini. Tapi sepertinya aku tahu di mana kira-kira Al berada Paman. Aku akan mengirimkan alamatnya pada kalian semua. Jangan khawatir Paman, aku pasti akan segera menemukan Al." Panggilan segera diputuskan. Steve segera mengirim alamat itu sebelum dirinya sendiri masuk kedalam mobil yang telah dinyalakan oleh salah satu pelayannya. Orang tua Steve juga ikut, mereka tentu saja khawatir dengan keselamatan calon menantu mereka itu. Sepanjang jalan tidak ada satu pun dari mereka yang bicara, selain suara July yang sibuk menelepon polisi. July hanya menghubungi kakaknya agar segera datang ke lokasi yang telah dia kirim, mencegah adanya desas-desus yang mungkin muncul saat masyarakat tahu Omega dalam keluarga Tritas kini tengah berada dalam bahaya. Mobil Steve berhenti di depan sebuah villa mewah di pinggiran danau. Villa ini merupakan base tempat Steve dan teman-temannya biasa berkumpul dulu. Mereka membelinya bersama, dan menjadi satu-satunya tempat yang mungkin dihuni Al saat ini. Kakinya segera berlari kencang saat mendengar teriakan yang begitu ia kenal dari dalam villa. Bau ini, Al sekarang pasti sedang heat sialan! Kaki Steve berhenti saat berdiri di depan sebuah pintu tempat suara dan bau itu berasal. Dengan cepat, Steve segera menedang pintu tersebut kasar dan menemukan pemandangan yang tidak pernah terbayang akan ia lihat. Al berbaring di sana, dengan muka merah penuh air mata tengah dicium paksa oleh beberapa temannya. Matanya membola saat melihat Steve masuk, sedangkan mulutnya mencoba untuk merangkai sebuah kata. “To....long.” Kesabaran Steve telah habis. Dengan brutal dia menghajar teman-temannya sendiri tanpa ampun. Dia bahkan melupakan fakta bahwa Al membenci kekerasan. Alpha seperti mereka tidak pantas dikasihani, dan menghajar adalah satu-satunya cara menghilangkan rasa frustasi yang semakin membuncah dalam hatinya. Paman Steve masuk tidak lama kemudian. Disusul orang tuanya dan beberapa polisi yang segera mengamankan Carlos dan teman-temannya. Al hanya diam bergetar saat Steve membungkusnya dengan selimut dan membawanya keluar. Dia bahkan terlalu takut untuk sekedar membuka suaranya. Tubuh panasnya masih perlu sentuhan, jadi dia menggeliat tidak nyaman dalam gendongan Steve yang berhenti saat melihat keluarga Tritas berlari untuk menghampirinya. “JANGAN MENDEKAT!” Teriakan kalut Al menghentikan tangan Lussac untuk mengambil Al dari tangan Steve. Al semakin erat memeluk Steve, lupa bahwa orang yang baru saja ia teriaki adalah kakaknya sendiri. Steve dengan ragu mengusap helaian rambut Al yang basah oleh keringat, membiarkan pemuda itu menangis keras di dalam pelukannya. Gena menangis melihat betapa ketakutannya putra bungsu mereka. Dia ingin memeluk dan menenangkan Al, walaupun dia sendiri tahu hal itu tidak mungkin dia lakukan sekarang. “Dad, Al sedang dalam heat sekarang. Ia seharusnya tidak berada didekat Alpha seperti Steve!” ucap Lylo panik. Tangan Al semakin bergerak gelisah di dalam pelukan Steve. Dia benar-benar membutuhkan sentuhan itu. Hanya Steve dan bukan yang lain. “KUBILANG JANGAN MENDEKAT!” Lagi-lagi Al berteriak gusar saat Lylo berusaha mendekatinya. Matanya melihat Steve penuh permohonan, ia ingin segera berakhir dari segala siksaan ini. Suasana semakin berat di sekitar mereka, sementara Steve sendiri bingung dengan apa yang seharusnya ia lakukan. “Uuuu..... Hiks.” Al mulai kembali menangis. Tangannya menggapai wajah Steve gusar. Dia butuh sentuhan sekarang, dan satu-satunya orang yang tidak membuatnya takut hanyalah Steve seorang. “Gigit lehernya Steve. Hanya itu satu-satunya jalan agar masalah heat Al yang tidak terkontrol segera selesai sekarang,” ujar Ryan berat. Lussac dan Lylo memandangnya horror. Dimana Dad mereka yang selalu overprotektif terhadap anak bungsunya? “Tapi mereka bahkan belum bertunangan secara resmi dan Al belum tentu mau-” “Apa kalian tidak melihat situasinya? Untung saja para polisi itu telah mengikuti latihan pengendalian hormone sehingga mereka juga tidak kehilangan akalnya untul menyentuh Al. Anak bungsuku itu sekarang membutuhkan seorang Alpha untuk mengendalikan heatnya yang tidak teratur, dan tugas itu tidak lagi bisa dilakukan oleh kita! Apa lagi yang harus kita lakukan huh?” teriak Ryan frustasi. Kedua anaknya akhirnya diam, perkataan ayah mereka memang ada benarnya juga. “Aku juga...... Dulu melakukan hal yang sama pada Mom kalian. Al mungkin seperti Gena yang tidak bisa mengatur siklus heatnya. Lagipula Steve tidak perlu melakukan sebuah hubungan untuk menghentikan kegilaan feromone Al. Dia hanya perlu mengigitnya, dan masalah ke depannya bisa kita tangani belakangan.” Al semakin bergerak liar di pelukan Steve, membuat perasaan Steve juga semakin bercampur aduk. “Kalau begitu gigitlah Al di sini, kami akan melihatnya. Aku takut kau melakukan yang lebih dari hanya sekedar mengigit jika kami membiarkanmu berduaan saja dengan Al,” ujar Lussac pelan. Mereka semua tetap memalingkan wajah, memberi Steve sedikit privasi didalam mobilnya bersama Al. Steve memandang wajah merah Al dengan ragu. Dia memang mencintai orang ini, tapi batinnya terus bertanya benarkah tindakannya jika dia menandai Al di sini sekarang? Benarkah Al tidak akan marah saat kesadarannya telah kembali nanti? Dan lagi, bukankah mereka saja masih belum berbaikan sampai sekarang? Bagaimana jika nanti Al malah membencinya seumur hidup? Masa depan yang seperti itu sama sekali bukan hal yang Steve inginkan. “Ste.....ve…” Al semakin memohon, membuat Steve akhirnya menunduk dan mengucapkan kata maaf di telinga Al dengan lembut. Al yang tenggelam dalam keinginan seksualnya meraih bibir Steve kasar, mencoba menyesapi semua rasa yang ia terima dari ciuman keduanya. Steve yang awalnya terkejut pada akhirnya tidak menolak, dia mencoba membuat Al tenang sebelum nanti mengigit tengkuknya. Ciuman itu berlangsung semakin dalam, ditambah lelehan saliva yang mulai mengalir di leher Al begitu Steve berbalik mendominasinya. Saat dirasa Al mulai rileks, Steve mendekatkam wajahnya pada tekuk Al dan mencium aroma manis itu untuk sebentar, sebelum giginya menancap dengan mulus pada leher itu. Al meringgis kesakitan, sebelum suaranya semakin rendah dan dia jatuh tertidur dipelukan Steve. Steve ingin memindahkan Al ke jok sebelahnya jika saja Al tidak memeluknya erat dalam tidurnya, memaksa Steve untuk keluar lagi dan menemui keluarganya yang tengah berkumpul bersama keluarga Al. “Dia..... Tidak ingin melepaskanku,” ujar Steve canggung. Matanya melihat semua orang yang mulai terlihat tenang, apalagi saat tahu Al tengah tertidur di tangan yang tepat. Ryan berdiri, menepuk pundak Steve pelan dan membelai wajah Al yang masih penuh dengan keringat. “Kamu ikutlah pulang bersama dengan kami. Al masih membutuhkanku saat ini,” ujar Ryan pelan sambil berusaha tersenyum. Setidaknya dia tidak salah memilih pasangan untuk anaknya, Ryan dapat melihat tatapan cinta yang begitu dalam di kedua mata biru terang itu. “Terima kasih....... Karena telah menyelamatkan Al,” ujar Lussac pelan sebelum ikut pergi bersama dengan Lylo, yang menatapnya dengan kelembuitan yang sebelumnya tidak pernah lelaki itu berikan. Steve menghela nafas lega. Setidaknya keluarga itu kini mulai mau mengakuinya. To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD