Ada apa di tanganmu. Karena sekali aku sentuh, seperti memakai pelet. Aku ingin menggenggamnya selamanya.
__Sean Alexy__
***
"Wah! Ini meja kok pada rusak sih Sean!" Seru Zio, ketika mereka sudah berada di dalam gudang.
Sean menautkan kedua alisnya. Ada beberapa meja yang rusak bagian atasnya seperti guratan pisau tajam yang lumayan dalam.
"Ini, darah apa ya Sean?" Zio melihat beberapa tetes darah yang ada di atas meja itu.
"Darah?" Gumam Sean. Ia menyalakan lampu gudang untuk melihat lebih jelas. Sean menggeleng pelan, itu memang tetesan darah. Tapi darah siapa?
"Sean gua takut!" cicit Zio. Berlindung kebelakang tubuh Sean.
"Apaan sih lo!" Sean kesal, ia mendengus jengah saja.
"Jangan-jangan ini darah ...," Zio merinding membayangkan darah korban dari pembunuhan berantai.
"Lo jangan mikir yang enggak-enggak. Cepet cari kursinya!" sebal Sean.
"Iya, iya, lo jadi temen enggak peka banget. Ngeselin emang, dasar playboy cap kakap!"
Dumel Zio sambil terus mencari kursi yang bagus dan bisa ia duduki nanti. Sean hanya terdiam sambil terus berpikir, kenapa hampir semua meja di gudang pada rusak. Dan darah apa? Atau lebih tepatnya darah siapa yang ada di atas meja itu. Darahnya sedikit sih, tapi tetap saja ia sangat penasaran.
"Gimana dong, nanti Pak Kepala Sekolah bakal nanya sama lo Sean, Lo mau jawab apa nanti?" Cemas Zio.
"Itu urusan gue nanti. Sekarang cepet bawa bangkunya ogeb, kelamaan lo!" Sebal Sean.
Lalu Zio mengangkat satu bangku dan di bawanya menuju ke ruang kelasnya. Kemudian merekapun pergi ke kelas.
Sepanjang perjalanan Sean terus berpikir. Siapa yang dengan usilnya merusak meja-meja di gudang itu. Lalu ia teringat sesuatu, namun ia masih meragukannya. Benar apa tidak dugaannya itu. Ia tidak mau menuduh orang yang tak bersalah, dan membuat dirinya malu nantinya.
Sesampainya di kelas, Zio segera membawa bangku tersebut dan di simpan di bekas bangkunya yang rusak tadi.
"Eh gue punya cerita horor barusan di gudang, lho!" Seru Zio pada ketiga sahabatnya. Yaitu Erlangga, Dion dan Aldo.
"Cerita apaan ?" Sahut Aldo.
"Pokoknya serem banget ya Sean?" Ujar Zio. Membuat ke tiga sahabatnya menatap ke arah cowok tampan itu.
Sean hanya mengedikkan kedua bahunya saja, lalu duduk di bangkunya.
"Apaan sih ogeb. Ceritain napa?" Tanya Dion.
"Di gudang meja pada rusak, terus ada tetesan darah di atas meja yang rusak itu. Eh Sean, jangan-jangan, apa yang diomongin anak OSIS, kalau ada teroris masuk ke Sekolah kita, itu bener kali ya Sean!" Tanya Zio agak lantang dan itu membuat teman sekelasnya menatap ke arahnya.
Sean membelalakkan kedua matanya, dari mana sahabatnya itu mendengar gosip gila tersebut. Bisa jatuh derajatnya kalau ke-empat sahabatnya tahu, bahwa justru dialah teroris itu. Ini gara-gara Gledys, ia harus segera menemui gadis itu dan membungkam mulut manisnya.
"Lo percaya gosip murahan itu zo?" Sebal Sean.
"Lah, guemah takut aja. Tuh teroris beneran ada, dan nyuri bangku-bangku atau meja-meja di sekolah kita!" Lantangnya, dan membuat Erlangga menjitak keras kepala cowok itu.
"Adauuuwww! Kebiasaan si b**o! Sakit ikhhh!" Sebal Zio.
"Lo yang b**o Zo. Lo pikir pake otak. Mana ada pencuri yang mau nyuri meja sama kursi. Mau gimana bawanya coba? Di gendong maksud lo?!"
Sebal Erlangga dan di sambut gelakan tawa nikmat oleh teman-teman sekelasnya.
"Iya yah?" Cicit Zio dengan menggaruk kepalanya.
"Yaiyalah, kalo nyuri tuh yang elit dikit. Nyuri hati buat di jadiin pacar. Ngapain nyuri meja susah banget bawanya!" Sambung Dion.
"Hahahaa! Gak tahu tuh anak otaknya di taruh dimana!" Sahut Erlangga lagi.
"Iya ... Iya ... yang pintermah beda. Lo kalo enggak ada Qiana, lo udah enggak naik kelas lagi lo. Gue jamin," ledek Zio. Memang benar, Erlangga salah satu sahabat Sean itu, pernah tidak naik kelas waktu kelas sepuluh. Kalau tidak ada Qiana yang membantunya belajar, pasti sampai sekarang masih betah di kelas sepuluh.
"Ngapa iri!?" Ucap Erlangga.
"Enggak tuh!"
Dan masih banyak lagi yang mereka obrolkan sambil ketawa ngakak menertawakan kebodohan Zio yang memang sangat menggelikan itu. Sedangkan Sean, ia masih kepikiran tentang meja yang rusak di gudang tadi.
Gue bakal cari pelakunya ..._Bisik hatinya mantap.
_My Sean_
Sepulang sekolah, Sean sengaja berdiri di balik pintu kelas X-IPA2. Ada yang ingin ia lakukan di sana, dan itu sangat penting. Ia akan mendapatkan semua jawaban dan semua keinginannya harus!
Sampai semua muris kelas X pada keluar, dan pas ketika orang yang di maksud lewat. Sean langsung menangkap lengannya dan menariknya cepat.
"Anda lagi! Anda mau ngapain sih?" Kesal Gledys, karena cowok itu seenaknya saja, menarik dirinya dan membawanya menuju parkiran.
"Kita harus bicara!"
Tegas Sean, masih menarik gadis itu ke arah parkiran. Gledys merasa tak nyaman karena para murid melihat semua itu. Seorang Ketua OSIS tampan. Menggenggam tangan seorang adik kelas dan murid baru di Mutiara. Pasti bakal jadi topik yang menarik untuk di jadikan gosip tentunya.
"Saya pikir urusan kita sudah selesai ya! Saya tidak mau berurusan sama kamu! Saya ingin hidup tenang!" Sebal Gledys lagi.
"Kamu bisa diem kan? Lihat, orang-orang pada liatin kita. Nanti di kiranya aku ngapain kamu!" Ucap Sean sabar.
"Ya makanya lepasin tangan saya. Kalau kamu peduli dengan image kamu itu!" sahut Gledys tetap ketus.
Sean menghela napas dalam, rupanya gadis itu benar-benar tidak menyukai dirinya. Tapi entah kenapa hal itu membuat Sean malah merasa tertantang dan menyukai penolakkan itu.
"Sebaiknya kamu diam saja. Kalo tidak mau saya bungkam mulut kamu dengan bibir saya!" Tegas Sean, membuat Gledys membuang mukanya kesal. Gadis itu terlihat memejamkan matanya erat sejenak, dengan helaan napas dalam.
"Kamu mau ngomong apa sama saya?" Ucap Gledys mulai memelankan intonasi suaranya.
Sean senyum tipis, lalu membuka pintu mobilnya dan menyuruh gadis itu untuk memasukinya, dengan isyarat matanya.
Sejenak Gledys menatap cowok itu penuh tanya,"Maksud kamu?"
"Masuk, atau saya cium kamu di sini!" Desis Sean ketelinga gadis itu.
Lagi-lagi Gledys membuang mukanya jengah. Dasar cowok gila!
Setelah bernapas beberapa kali, Gledys segera masuk ke dalam mobilnya Sean. Dan menit berikutnya Sean segera mengunci gadis itu dari luar ia takut gadis itu kabur, kemudian ia membuka kembali setelah ia berada di depan pintu mobil sebelahnya.
"Saya butuh bantuan kamu?"
Ucap Sean memulai percakapannya, Gledys masih terdiam. Bukan tidak ingin menyahut, tapi ia sedang berusaha menahan emosinya yang mulai meluap, membuatnya ingin memukul wajah tampan itu secara bertubi - tubi.
"Bantu saya ngajarin anak-anak kesenian, belajar main piano. Saya tahu permainan piano kamu sangat hebat, jadi kamu maukan?" Tanya Sean menatap Gledys yang malah membuang pandangannya ke arah lain.
"Tatap saya kalo kita lagi ngomong!" Tegas Sean. Merangkup wajah cantik itu hingga menghadap padanya.
Pakkk!
Gledys menepis kedua tangan Sean dengan sangat kasar, membuat Sean meringis. Kedua tangannya terasa panas, aneh kekuatan tangan mungil itu sangat kuat.
Jangan lancang kamu!
Gledys menarik napas dalam.
"Ma-maaf! Saya refleks." Ucap Gledys sungguh. Dan Sean menautkan kedua alisnya, menatap heran pada gadis itu. Lalu tatapannya menangkap sesuatu ketika melihat tangan kanan gadis itu terbungkus perban kecil.
"Tangan kamu kenapa?"
Sean hampir mengagapai tangan mungil itu. Kala Gledys menyembunyikan tangannya di balik tas sekolahnya dengan cepat. Ia lupa, tadi ketika menyayat meja-meja di gudang, tangannya tersayat pisau lipatnya. Itu memang harus ia lakukan, agar emosinya bisa tersalurkan. Atau ... Ia akan kembali berprilaku aneh yang tidak di sadarinya, dan menyerang Sean di sana.
"Aku lihat," Sean menyodorkan tangannya ingin menarik tangan gadis itu.
"Jangan sentuh saya! Saya gak suka!" Ucap Gledys dingin membuat Sean lagi-lagi tertegun, menatap heran pada gadis itu.
"Maksud kamu?" Tanya Sean pelan. Gledys gelagapan.
"Eh, enggak. Maaf! Saya harus segera pulang!"
Belum sempat Sean menahan Gledys. Karena dengan tiba - tiba gadis itu keluar, kemudian berjalan cepat lantas menyetop taxi yang kebetulan lewat.
Sean masih menatapnya hingga hilang bersama taxi dan semakin menjauh.
Besok aku tidak akan melepaskan kamu Gledys ...