Aku tidak mengerti, karena hanya dengan menatap punggungmu saja, aku sudah tersenyum sebahagia ini
__Sean Alexy__
***
"Jadi, dia namanya Gledys?" tanya Niken. Saat ini ia dan kedua sahabatnya sedang di kelasnya. Tadi ia menyuruh salah satu temannya untuk mencari tahu tentang gadis yang beberapa hari ini membuat laki-laki kesayangannya bersikap tak seperti biasa.
"Ya Nik, tadi gue lihat namanya. dia kayanya murid baru deh," sahut Lala menjelaskan.
"Lo harus segera bertindak Nik, tuh cewek lama-lama bisa rebut pangeran lo!" ujar Darma, masih salah satu sahabatnya Niken.
Mendengar ucapan dari kedua sahabatnya itu, Niken sejenak berpikir, "Gue harus cari cara lain, buat bully dia. Gue gak mau Sean tahu kalau gue ngelakuin itu, kalian tahukan, Sean bakal marah sama gue, kalau dia tahu gue ikut campur sama urusannya!"
Niken terlihat amat lelah, selama ini bukan hanya Gledys saja yang menjadi incaran Sean, tapi berpuluh-puluh gadis lainnya, seakan tidak ada cukupnya untuk Sean. Tapi tetap saja, Niken tidak boleh egois. karena dirinya memang bukan siap-siapa untuk cowok tampan itu.
"Terus Gimana? lo mau biarin aja Sean direbut murid baru itu?" ujar Lala. Niken terdiam, sepertinya saat ini ia harus turun tangan sendiri. Ia harus berjuang untuk mendapatkan perhatian Seannya, meski sejak awal Niken tidak pernah mendapatkan perhatian itu.
***
"Neng cepetan laper enggak sih lo?" Sebal Chacha. Saat ini ia sedang di toilet, menunggu Gledys yang sedang mencuci tangannya begitu lama, masalahnya ia masih merasa kalau keringat Sean tadi masih menempel di tangannya.
"Lo ngapain ke sini? Bukannya lo ninggalin gue, tadi?" Sahut Gledys tetap fokus pada tangan yang di cucinya.
"Dih, enggak sopan. Gue mah setia nungguin lo dari tadi, eh. Gue heran sama lo. Emang bener lo enggak tertarik sama kak Sean?" Chacha berdiri di samping Gledys.
Perlahan Gledys berdiri tegap dan memandang dirinya di dalam cermin.
"Gue enggak suka cowok yang kepedean kaya Sean, gue benci cowok yang ngeremehin cewek. Dan gue emang enggak tertarik aja sama dia." Gledys menatap Chacha.
"Gila lo. yakin nih lo enggak tertarik?" goda Chacha.
"Gue enggak akan tertarik sama Sean, karena cowok yang sedang saat ini gue kejar. Lebih keren lebih gila dari Sean. Jadi, Sean bukan apa-apa di mata gue!" Ucap Gledys, dengan sedikit senyuman merehkannya.
"Ok, gue buat sementara gue percaya!" Chacha mengangkat kedua bahunya dengan bersidekap d**a.
"Ayo ah, kita ke kantin, gue laper. Lo tau kan gara-gara Ketua OSIS gila itu, gue belum makan apa-apa sampe sekarang," Gledys menarik tangan Chacha lalu membawanya pergi menuju kantin.
Di jalan menuju kantin tiba-tiba Gledys di hadang Niken dan kedua sahabatnya.
"Hey! Lo kan yang namanya Gledys?" tanya Lala bersidekap d**a, ia bagaikan seorang dayang yang sedang melakukan titah Niken sang Ratu.
Gledys senyum tipis, "Yap, gue Gledys Fransiska! Ada masalah?"
Jawab Gledys sangat tenang. Sedangkan Chacha cukup ciut melihat Niken di depannya. Ia tahu betul seperti apa sikap Niken kalau sedang menjadi Singa.
"Wah! Kayanya nantangin nih, lo enggak tau siapa kita?" Lala berkacak pinggang. Sedangkan Niken hanya menyeringai iblis saja.
"Lo murid Mutiara kan?" Menatap seragamnya yang sama dengan dirinya. Gledys menjawab santai.
Niken tertawa hambar, "Menarik sekali, girls ..." Niken memberi isyarat pada ke empat kacung-kacungnya, lalu dengan serempak ke empat gadis-gadis itu mulai mengerubungi Gledys.
"Kalian mau ngapain sih?" Sebal Chacha.
"Lo minggir kalo enggak mau gue bully, gue butuh cewe ini!" Niken mendorong Chacha ke pinggir.
"Lo enggak bisa kaya gitu, Gledys salah apa sama lo?" Chacha menangkis tangannya Niken.
"Dia berani nantangin gue, dia rebut perhatian Sean gue. Jadi, ini ganjarannya!"
Niken mengeluarkan botol minuman berwarna orange lalu di siramkan pada Gledys yang sudah di pegang erat oleh keempat sahabatnya itu.
Sabar, gledys sabar..._ bisik hati Gledys. Dengan menarik napas dalam.
_My Sean_
"NGAPAIN KALIAN!" Teriak seseorang, ia melangkah cepat menghampiri kerumunan gadis-gadis itu.
"Kak Sean tolongin Gledys!" Chacha mengadu.
"Kamu ngapain sih?!" Tegas Sean. Menatap Niken penuh tanya.
Niken tidak menjawab ia langsung pergi dengan teman-temannya itu. Ia kaget, ketika melihat tatapan tak suka Sean padanya. Ia mulai merasa kalau Gledys lebih dari sekadar mangsa biasa untuk Sean. Dan hal itu membuatnya mulai merasa takut. Sehingga saat ini ia membully Gledys. Ia ingin gadis itu jera dan menjauhi Sean.
"Gled, ya ampun baju kamu. Ayo ke koperasi kita ganti sama yang baru!" Ajak Sean tulus.
Plakkk!!
Gledys menepis tangan Sean yang hendak meraih pergelangannya.
"Saya peringatkan sama kamu Sean Alexy! Jangan pernah dekati saya lagi. Atau saya hancurin kamu!" Desis Gledys dingin. Membuat Chacha semakin berpikir kalau memang ada yang tidak beres dengan sahabatnya ini.
Sean mengerutkan keningnya, ia bahkan tak mengerti apa maksud kata-kata gadis itu.
"Kamu ngomong apa Gled?" Tanya Sean menautkan kedua alisnya. Sejenak Gledys menarik napas dalam dan memejamkan matanya. Lantas tanpa menjawab, Gledys segera berlalu dan di ikuti Chacha di belakangnya.
Saya bisa hancurin kamu!
Kata-kata Gledys membuat Sean berpikir keras tentang apa kesalahannya pada gadis itu. Padahal dia hanya ingin membantunya. Tidak ada maksud lain, walau dalam hatinya ia ingin sekali selalu dekat, atau apapun asal bersama gadis itu.
"WEY! Lo natapin siapa sih sampe segitunya?" Aldo menepuk keras pundak sahabatnya itu.
"s****n! Berisik tau. Udah kaya toa aja!" kesal Sean.
"Siapa sih yang lo lihat?" Aldo ikut menatap ke arah pandangan Sean.
"Enggak ada. Ayo ke kelas," Sean mendahului sahabatnya tersebut.
"Eh, si bodoh! Gue tanya, malah di cuekin!"
"Enggak usah tau! Urusan anak muda!"
"Lo kata gue Lansia!" Rutuk Aldo, namun sambil mengikuti sahabatnya itu. Sean hanya mengangkat kedua bahunya saja, terus melangkah menuju kelasnya, diikuti Aldo di belakangnya.
Sepanjang koridor, kedua cowok tampan tersebut. Cukup menyita perhatian para gadis Mutiara seperti biasanya.
"Hay! Kak Sean." Sapa seorang gadis.
"Hay love!"
Masih sama, seperti itulah jawaban gila Sean. Membuat para gadis itu tak bisa menahan senyumnya, siapa sih yang tidak bergetar hatinya ketika di sapa balik dengan senyuman dan tatapan menggoda dari cowok tampan seperti Sean?
"Hay! Kak Aldo!" Aldo hanya senyum tipis saja, ia tidak seperti sahabatnya yang gila itu. Ia agak risih, ketika para gadis tersebut menyapa dirinya.
"Santai aja, ya ampun! Lo kaya di kejar maling," Celoteh Sean, melihat sahabatnya--Yang berjalan grasak-grusuk.
"Enggak nyaman gue, gue duluan ya."
Aldo berjalan cepat menuju kelasnya, sedangkan si player penggoda itu. Masih asik tebar pesona. Senyum menggoda, bahkan dengan suka rela menyerahkan dirinya ketika para gadis ingin ber-photo dengannya.
"Sudah ya cantik. Saya mau ke kelas dulu."
Ucapnya, ketika para gadis-gadis itu ingin kembali ber-poto dengannya. Membuat para gadis-gadis itu kecewa dengan wajah merenggutnya. Tapi Sean seperti biasa mampu membuat mereka senyum kembali, setelah senyuman menawannya ia Sunggingan.
"Ya ampuunnn Kak Sean itu idaman banget sih!"
"Siapa ya Yang bakal jadi pacarnya Kak Sean!"
"Gue penasaran masa!"
"Pokonya ceweknya harus cantik! harus pinter! Kalau ceweknya pas-pasan kita bully! gimana?"
"Sip! setuju gue!"
Celoteh beberapa gadis itu, sambil menatap punggung tegap yang semakin menjauhinya. Dengan tatapan mupeng dan dadanya yang bergejolak gila.
Setelah sampai di kelas, Sean duduk di bangkunya ia masih saja memikirkan perkataan Gledys tadi.
Saya bisa hancurin kamu!
Sean senyum simpul, menurutnya gadis itu sangat menantang. Bagaimana bisa tangan mungil dan lentik itu ingin menghancurkan dirinya. Jelas tidak akan bisa. Yang ada gadis itu mungkin yang jatuh ke dalam pelukannya. Sean lagi-lagi senyum simpul membayangkan jika gadis itu benar - benar jatuh ke dalam pelukannya.
Tunggu saja Gledys ...
Tiba-tiba...
Brakkk!!!
"Wadauhhhh!" Teriak Zio. Membuat Sean mengalihkan lamunannya.
"Lo berisik banget ogeb! Kenapa sih!" Rutuk Sean sebal.
"Duh kursi gue kakinya rusak sebelah Sean. Sakit nih p****t gue,"
Ringis Zio. Dan malah ditertawakan oleh teman sekelasnya. Kebetulan guru baru saja mengakhiri pelajarannya.
"Hahaha mampus lo!" ledek Dion
"Lagian lo duduk kaya sumo aja. Pelan-pelan napa?" sahut Aldo.
"Dasar ogeb!" Desis Erlangga lalu kembali ke ponselnya, ia memang sedang asik chat dengan Qiana. Sang pacar.
"Sean benerin dong kursi gue!" Rengek Zio.
"Loh, kok gue sih Zo?" sahut Sean santai.
"Loh kan ketua OSIS Sean. Apa gunanya lo jadi ketua OSIS kalo enggak mau benerin kursi gue!" Dumel zio.
Sean berdecak sebal. "Gue ketua OSIS. Bukan tukang kayu, enak aja lo."
"Ayolah Sean. Tolongin gue," rengek Zio lagi.
"Ikhh, lo bener-bener enggak bisa bikin tenang dikit aja." sebal Sean, namun meski begitu ia beranjak dari duduknya. Ia memang typekal teman yang sangat peduli.
"Ayo ke gudang kita cari kursinya." Ajak Sean. Lalu merekapun pergi menuju gudang.
"Sean nanti gue nunggu di luar ya. Gue geli di gudang banyak tikus," ucap Zio, kini mereka sedang di koridor menuju gudang.
"Enggak! Kita bareng ke sana." sebal Sean. enak saja dia yang nantinya di cium tikus, dan Zio yang menikmati hasilnya. Memang sahabat yang pengertian.
"Ikhh pelit lo!" Mereka terus saja berisik sampai di belokan menuju ke gudang Sean hampir saja menabrak seorang gadis yang terburu-buru.
"Gledys ...," Sapa Sean. Gledys gugup ia segera menyembunyikan kedua tangannya kebelakang punggungnya.
"Kamu dari mana?"
Tanya Sean lagi. Gledys tidak menjawab, ia langsung saja pergi dengan tergesa.
Dia kenapa sih ...__ Sean menatap punggung ramping yang semakin menjauh dengan kerutan di keningnya.