Wyvern, 10

2127 Words
Semua siswa RKA tengah berkumpul di dalam ruangan yang sama, lebih tepatnya di ruang makan karena mereka sedang beristirahat. Baru saja mereka selesai menjalankan misi, meskipun itu hanya pelatihan tetap saja ternyata selelah itu setelah menjalankan misi. Di antara para siswa yang sedang duduk santai sembari menyantap makanan, ada sosok Drew juga yang bergebung dengan mereka. Tapi berbeda dengan siswa lain yang saling berbincang dengan akrab, Drew terlihat duduk menyendiri. Dia hanya sendirian, tanpa seorang pun yang menemani. Drew yang sedang terhanyut dengan segelas minuman yang dia tenggak, melirik ke arah depan begitu menyadari seseorang baru saja bergabung di mejanya tanpa meminta izin. Kedua matanya memicing tajam begitu menyadari orang itu adalah Lucian, mantan teman sekamar Algren. “Tidak masalah kan aku temani? Karena aku lihat kau sendirian tanpa temanmu itu,” ucap Lucian, terdengar nada mengejek pada suaranya. Drew mendengus, “Apa pedulimu? Bukan urusanmu aku sendiri ataupun tidak.” “Aku jadi kasihan saja padamu.” “Kasihan?” gumam Drew, mengulangi ucapan Lucian yang jelas-jelas sedang menyindirnya. “Memangnya apa yang patut dikasihani dariku? Apa kau lupa sedang bicara dengan siapa?” “Aku tahu kau ini bagian dari keluarga Evander yang terhormat, tapi apa kau tahu sekarang rasa hormat semua orang padamu menjadi berkurang?” Drew sebenarnya tak ingin meladeni omong kosong yang dilontarkan Lucian karena itu dia berniat pergi, pria itu sudah bangkit berdiri dari duduknya. “Semua ini karena kau berteman dengan r'akyat j'elata itu. Semua orang jadi menganggap kau sama rendahnya dengan dia.” Namun gerakannya yang hendak melangkah pergi, seketika terhenti. Amarah Drew mulai naik ke permukaan karena selain pertemanannya dengan Algren tengah dicibir, dia pun sangat tersinggung statusnya yang begitu tinggi kini dihina oleh seseorang yang statusnya lebih rendah darinya. “Jaga bicaramu. Itu pun jika kau tidak ingin menyesal nantinya.” Lucian dengan santai mengangkat kedua bahu, dan dengan kurangajar dia menaikkan kedua kakinya yang saling bertopang di atas meja seolah tak mempedulikan lagi sopan santun meskipun dia tahu sedang berhadapan dengan seseorang yang seharusnya dia hormati karena semua orang mengetahui keluarga Evander merupakan kerabat raja pendiri Regnum Kingdom. “Aku hanya mengatakan kebenaran. Aku lihat kau begitu baik pada Algren. Padahal tidak ada keuntungannya berteman dengan dia. Yang ada justru kau dirugikan karena jadi ikut direndahkan orang lain. Jika kau pikir aku terlalu berani karena melakukan hal lancang seperti ini di depanmu …” kata Lucian sambil menunjuk kedua kakinya yang masih berselonjor di atas meja. “… ini karena seperti yang kukatakan tadi, rasa hormatku padamu sudah berkurang. Ah, tidak. Lebih tepatnya sudah hilang tanpa bekas.” Deru napas Drew terlihat cepat, kedua tangannya terkepal, nyaris tak sanggup lagi menahan amarahnya. “Apalagi jika mengingat kau ini telah mempermalukan nama baik keluarga Evander.” “Apa maksudmu mengatakan ini?” Lucian tertawa, “Jangan pura-pura tidak mengerti. Aku yakin kau paham maksudku ini. Seperti yang kita semua ketahui. Setelah King Reegan wafat, orang yang meneruskannya menjadi pewaris pedang sekaligus menjadi penunggang Eldron selalu berasal dari keluarga Evander. Tapi kau? Mungkin hanya pada generasimu saja pedang raja dan Eldron harus diwariskan pada orang lain. Yang lucunya harus diwariskan pada r'akyat j'elata seperti Algren Cannet. Kau mau tahu kenapa hal ini bisa terjadi?” Gigi-gigi Drew saling bergemeretak karena emosinya yang meluap-luap nyaris tak sanggup dia bendung lagi. “Ini karena sejak awal kau memang tidak layak menjadi pewaris King Reegan padahal kau ini keturunannya. Apa ini namanya jika bukan kau sudah mempermalukan nama keluarga Evander yang terhormat? Kau mencoreng nama baik keluargamu sendiri karena ketidakberdayaanmu.” Cukup sudah, Drew tak peduli lagi dengan konsekuensi yang harus dia terima setelah ini karena amarah sudah menguasai dirinya. Dia maju dan menerjang tubuh Lucian yang masih duduk santai sambil tiada henti menertawakannya. “Berhenti tertawa! Tutup mulutmu atau aku akan membunuhmu!” teriak Drew seraya mencengkeram erat kerah seragam RKA yang dikenakan Lucian, membuat mereka kini menjadi pusat perhatian semua orang. Suara riuh orang-orang yang berbincang tak lagi terdengar karena satu-satunya yang tersisa adalah keheningan. Semua pasang mata tertuju pada Drew dan Lucian yang terlibat perkelahian padahal hal ini dilarang, tentu saja kecuali mereka sedang mengikuti duel untuk memperlihatkan kemampuan bela diri. “Hei, kalian berdua! Berhenti! Jangan bertengkar di sini. Kalian ingin dihukum berat karena melanggar peraturan RKA? Kita tidak boleh melakukan kekerasan fisik.” Siswa lain mencoba mengingatkan. Kini satu demi satu siswa mulai menghampiri dan berniat melerai mereka. Tentu saja Drew tak semudah itu mau melepaskan cengkeramannya pada kerah seragam Lucian. “Kalian lihat ini, aku yang dianiaya di sini. Padahal aku hanya sedang mengajaknya mengobrol. Tapi tiba-tiba dia marah dan menyerangku seperti ini.” Drew mendengus karena muak dengan acting yang sedang dilakukan Lucian untuk menjatuhkan dirinya. Niat awal akan melayangkan pukulan ke wajah menyebalkan pria itu, Drew mengurungkannya begitu mengingat tindakan serupa yang dilakukan Lucian ketika ingin menjebak Algren. Dia baru ingat sekarang Lucian memang tipe orang yang ingin menghancurkan orang lain dengan cara yang licik. Jika dia sampai memukul pria itu maka sudah dipastikan dirinya yang akan dianggap melanggar peraturan dan dialah yang akan dihukum berat. Sedangkan Lucian yang dianggap sebagai korban, tak akan mendapat hukuman apa pun. Selain itu, walau menjelaskan dengan cara apa pun bahwa Lucian yang lebih dulu mencari gara-gara dengannya, Drew baru tersadar semuanya hanya sia-sia karena tak ada saksi mata yang mendengarkan pembicaraan mereka tadi. Drew menurunkan tangannya kembali yang nyaris meninju wajah Lucian, dia mendekatkan wajah ke telinga Lucian dan berbisik, “Ikut denganku. Jika kau berani dan bukan seorang pecundang, kita selesaikan masalah di antara kita secara jantan. Tapi bukan di sini karena aku tahu betul niat busukmu. Jika kau pria jantan, temui aku di lorong dekat balkon lantai dua.” Drew melepaskan cengkeraman tangannya pada kerah seragam Lucian, lantas tanpa mengatakan apa pun lagi dia melenggang pergi meninggalkan ruang makan tersebut. *** Drew pikir pria pengecut seperti Lucian yang hanya berani menjatuhkan orang lain dengan cara yang licik, tidak akan berani menerima tantangannya. Tapi siapa sangka yang terjadi di luar dugaan. Karena kini dia melihat pria itu sedang berjalan menghampiri. Seperti yang dikatakannya tadi, Drew memang menunggu Lucian di lorong dekat balkon lantai dua. “Wah, berani juga kau menerima tantanganku.” Lucian mendecih, “Karena aku ini bukan pengecut seperti yang kau dan Algren kira.” Drew memicingkan mata, sebenarnya dia heran kenapa Lucian mencari gara-gara dengannya. Padahal sudah enam bulan berlalu sejak mereka pernah terlibat masalah saat Drew memaksa untuk bertukar kamar dengan pria itu. “Aku penasaran, sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa kau berani mengganggu dan mencari gara-gara denganku?” “Karena aku muak melihat kedekatanmu dengan r'akyat j'elata itu.” Kini kedua alis Drew saling menyatu, sungguh dia tak mengerti maksud ucapan Lucian. “Kenapa kau tidak suka melihat kedekatanku dengan Algren? Kami sahabat baik jadi wajar kami selalu bersama.” “Apa kau tidak sadar dia itu hanya r'akyat j'elata dengan status rendah? Bangsawan seperti kita tidak pantas menemaninya. Aku kesal karena kau yang seorang bangsawan terhormat bisa-bisanya bersikap baik bahkan selalu menolongnya. Kau bahkan menjalin persahabatan dengannya.” “Itu bukan urusanmu,” sahut Drew, acuh tak acuh. “Tentu saja itu jadi urusanku karena kau dan aku sama. Kita ini keturunan bangsawan yang harus menjaga nama baik keluarga. Tapi kau, justru bergaul dengan seseorang yang mencoreng nama baik keluargamu.” Bagi Drew, ucapan Lucian semakin melantur dan tidak jelas, dia jadi menyesal karena sudah mengajak pria itu bertemu di sana. Bukan masalah mereka di ruang makan tadi yang diselesaikan, justru kini Drew tersadar, tidak ada gunanya dia berbicara dengan pria itu. “Sudahlah, jika alasanmu marah karena tidak suka melihat kedekatanku dengan Algren. Lebih baik kau tutup mata saja seperti yang lain. Yang lain saja tidak peduli, kenapa kau sepeduli ini pada persahabatan kami? Aku sudah tidak tertarik lagi berurusan denganmu jadi kita akhiri saja perbincangan tidak berguna ini.” Drew berniat melangkah pergi sehingga salah satu kakinya sudah bergerak, tapi dengan cepat Lucian mencekalnya. Pria itu menarik seragam yang dikenakan Drew begitu kuat sehingga sesuatu jatuh dari seragam Drew karena tertarik oleh Lucian. “Kau ini harus sadar, Drew. Seorang Evander terhormat sepertimu tidak seharusnya berteman dengan seseorang yang merebut posisimu. Merebut sesuatu yang seharusnya menjadi milikmu.” Walau Lucian sedang menahan dengan mencengkeram lengannya kuat, Drew sama sekali tidak melawan. Entah kenapa dia tiba-tiba ingin mendengarkan semua yang dikatakan pria itu padanya. “Seharusnya yang menjadi pewaris pedang raja adalah kau. Yang harus menjadi penunggang Eldron juga kau. Ksatria terkuat yang layak menjadi penunggang Eldron itu seharusnya kau, bukan Algren. Kenapa kau tidak menyadarinya juga?” Drew menatap wajah Lucian yang memerah dengan sorot mata yang tajam, pria itu sedang serius. “Algren seharusnya menjadi seseorang yang kau singkirkan. Karena jika Algren tidak ada, maka kaulah yang akan terpilih. Selain menjadi pewaris pedang dan kekuatan Raja Reegan, kau juga akan menjadi penunggang Eldron. Kau akan menjadi pemimpin ksatria penunggang Wyvern seperti ayahmu, kakekmu dan juga leluhurmu yang lain.” Drew terbelalak, tak mampu berkata-kata karena entahlah, dia merasa yang dikatakan Lucian ada benarnya. “Orang yang seharusnya kau singkirkan justru selalu kau bantu, kau temani, kau pedulikan dan kau ajarkan banyak hal. Apa kau tidak sadar sedang dimanfaatkan oleh Algren?” “Apa maksudnya aku sedang dimanfaatkan Algren?” tanya Drew tak paham. Lucian berdecak, “Bukankah Algren selalu mengikutimu ke mana pun kau pergi? Kau tidak sadar dia melakukan itu karena dia tahu berada di dekatmu akan membuatnya tak akan lagi dihina atau diperlakukan kasar oleh siswa lain? Dia tahu semua orang menghormatimu dan tidak ada yang berani membantah ucapanmu, karena itu kedudukanmu yang tinggi dimanfaatkan olehnya. Buktinya bisa kau lihat sendiri, semenjak Algren berteman dan dekat denganmu, tidak ada lagi yang menghina, merendahkan atau memperlakukannya secara kasar. Sangat jauh berbeda dengan cara siswa lain memperlakukannya sebelum dia dekat denganmu.” Drew tak mengatakan apa pun, pria itu hanya menundukan kepala dengan telinga yang masih setia mendengarkan ucapan Lucian. “Selain itu, bukti lain dia memanfaatkanmu adalah dia yang memintamu mengajarinya membaca dan menulis. Serta dia yang memintamu menceritakan sejarah tentang kerajaan dan para Wyvern. Berkat dirimu, sekarang dia yang awalnya bodoh dan tidak tahu apa-apa menjadi lebih pintar. Dia bisa lulus dari ujian ilmu pengetahuan dan tak kesulitan menjawab semua soal karena kini dia bisa membaca dan menulis. Semua itu berkat kau, Drew. Dia yang seharusnya kau singkirkan, justru kau jadikan semakin hebat sehingga orang lain kini mulai berpikir dia memang layak menjadi penunggang Eldron dan pewaris senjata serta kekuatan King Reegan. Padahal awalnya semua orang berpikir hanya kau yang pantas. Posisi yang ditempati Algren sekarang, seharusnya menjadi milikmu.” “Dan lagi, Drew. Bukti paling nyata bahwa dia hanya sedang memanfaatkanmu adalah karena dia mengajarimu bela diri dan cara menggunakan pedang tapi coba lihat, meski dia mengatakan semua ilmunya sudah diajarkan padamu tapi sampai kapan pun kau tidak akan pernah bisa menang darinya. Kemampuan bela dirinya selalu lebih unggul darimu. Kau tahu apa ini artinya?” Drew menggeram tertahan, “Algren tidak benar-benar mengajarkan semua ilmu bela diri dan berpedangnya padaku.” Lucian menjentikan jari karena lega akhirnya Drew menyadari maksudnya. “Tepat sekali. Itu maksudku.” Drew yang sejak tadi menundukan kepala, kini perlahan mendongak dan memakukan tatapan pada Lucian. Lalu dia berkata, “Mengapa kau mengatakan semua ini padaku?” tanyanya. “Karena aku ingin menyadarkanmu yang sudah melakukan kesalahan fatal, Drew. Awalnya aku diam saja karena kupikir tidak akan jadi separah ini. Tapi kini aku sadar, harus ada seseorang yang menyadarkanmu. Aku peduli padamu karena menurutku hanya kau yang paling pantas menjadi pewaris senjata dan kekuatan Raja Reegan. Kau juga yang seharusnya menjadi satu-satunya orang yang berhak menjadi ksatria penunggang Eldron. Drew, kau bangsawan tertinggi. Seharusnya kau juga yang menempati posisi tertinggi yang kini direbut oleh Algren. Dia harus dilenyapkan agar kau bisa merebut kembali apa yang seharusnya memang menjadi milikmu.” Perbincangan sengit di antara mereka terganggu karena kejadian aneh yang tiba-tiba terjadi. Kastil tiba-tiba bergetar seolah baru saja terjadi gempa berkekuatan tinggi. Suara ledakan terdengar di mana-mana bahkan suara teriakan demi teriakan yang berasal dari luar kastil, terdengar saling bersahut-sahutan. Yang paling penting mereka mendengar suara auman dan geraman yang terasa familiar. Bukan hanya itu, asap tebal berwarna hitam pekat yang kini membumbung tinggi di udara menandakan api sedang berkobar di mana-mana. Drew pun melepaskan cengkeraman tangan Lucian pada seragamnya, dia berlari menuju balkon untuk melihat apa yang sedang terjadi di luar sehingga keributan ini tiba-tiba terdengar. Di detik berikutnya, Drew hanya bisa terbelalak dan seolah tubuhnya membeku di tempat begitu melihat kekacauan, kebakaran dan kehancuran di mana-mana. Suara ledakan dan api itu tidak salah lagi berasal dari para Wyvern yang kini sedang beterbangan di langit seraya menyemburkan api panas dari mulut mereka ke arah kastil RKA maupun istana Kerajaan Regnum. Ada apa ini? Kenapa para Wyvern yang bertugas melindungi kerajaan, kini beralih menghancurkan kerajaan beserta semua isinya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD