Wyvern, 12

1010 Words
Suara teriakan terus mengalun, berasal dari Algren yang tengah berpegangan kuat pada sisik-sisik di punggung Eldron. Sang pemimpin wyvern itu tengah terbang dengan kecepatan tinggi membuat Algren yang merupakan penunggangnya ketakutan bukan main. "Hei, hei, hati-hati. Pelan-pelan sedikit bisa, tidak?!" teriak Algren histeris ketika sang wyvern kini menukik tajam ke bawah seolah hendak mendarat. Teriakan histeris dan ketakutan Algren terus mengalun hingga kaki Eldron akhirnya menapak di tanah karena mendarat dengan mulus. Algren mengusap-usap dadanya karena lega dia tak berakhir terjatuh tadi. Membayangkan dirinya yang mungkin tidak akan selamat jika sampai terjatuh dari ketinggian seperti itu membuatnya merinding. Algren yang baru saja merasa tenang karena dirinya mendarat dengan selamat kembali memekik terkejut ketika Eldron tiba-tiba menggerakkan sayapnya, mengibaskannya dengan kuat sehingga Algren yang sedang berpegangan pun terhempas hingga jatuh tersungkur di tanah. "Hahaha." Itu suara tawa Edrea, sosok gadis yang alih-alih membantu rekan satu timnya yang terjatuh, justru terlihat puas melihat penderitaan Algren yang hingga detik ini belum bisa mengendalikan wyvern-nya. Algren tak suka tentu saja karena dirinya secara terang-terangan sedang ditertawakan. Dia mendelik tajam pada Edrea. "Jangan tertawa kau." "Kau ini lucu sekali. Sudah dua hari terbang dan menunggangi wyvern-mu, tapi sampai sekarang kau tetap belum bisa mengendalikan wyvern-mu. Lucunya kau tidak pernah berhenti berteriak saat terbang. Ck, ck, kau ini seorang pria, tapi payah sekali. Kau juga seorang pengecut, memalukan." Ucapan Edrea sudah keterlaluan kali ini, Algren bangkit berdiri dengan susah payah karena dia merasakan sakit yang amat sangat di punggung dan pinggangnya akibat terjatuh dari tubuh Eldron yang besar. Saat berhasil berdiri walau tak sepenuhnya tegak, Algren berjalan tertatih-tatih menghampiri Edrea yang terlihat sedang memakan sesuatu sambil duduk santai di atas sebuah batu. Sedangkan Elmara dan Eldron tampak sedang bersama. Mereka bersantai dengan menekuk kaki mereka di rerumputan hijau yang membentang luas layaknya padang rumput. Tatapan kedua wyvern itu tertuju pada penunggang mereka yang bisa ditebak sebentar lagi akan terlibat pertengkaran seperti biasanya. "Jaga bicaramu itu, Edrea. Ucapanmu sudah keterlaluan kali ini," hardik Algren setelah dirinya kini berdiri tepat di depan wanita itu. Edrea mendengus, alih-alih meminta maaf dia justru melipat kedua tangan di depan d**a dengan angkuh. "Aku mengatakan yang sebenarnya. Kau memang sepayah itu dan sialnya aku malah ditempatkan dalam satu tim yang sama denganmu. Lagi pula seharusnya kita tidak dijadikan satu tim, walau bagaimana pun kita ini tidak akan pernah cocok dan tidak akan pernah bisa bekerja sama. Aku seorang bangsawan, sedangkan kau… " Edrea menunjuk Algren dengan dagunya, tatapan wanita itu terlihat jelas sedang merendahkan Algren. "... kau si rakyat rendah yang menyedihkan. " Tanpa sadar Algren mengepalkan kedua tangan begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih karena amarahnya nyaris tak terbendung lagi, sudah memuncak di dalam dirinya. Cukup sudah dia direndahkan saat di kastil RKA nyaris oleh semua siswa di RKA, kecuali Drew tentu saja karena hanya dia satu-satunya orang yang menghargai Algren bahkan bersedia menjalin persahabatan dengannya. Dan sekarang untuk kesekian kalinya Algren direndahkan dan dihina hanya karena dia seorang rakyat biasa dan bukan keturunan bangsawan. Yang lebih membuat kesal karena yang menghinanya itu rekan satu timnya. Habis sudah kesabaran Algren menghadapi sikap menyebalkan Edrea yang sudah ditunjukkan wanita itu sejak mereka di academy. "Edrea, tutup mulutmu. Jangan kau pikir aku tidak berani melawanmu hanya karena kau seorang wanita, ya!" "Oh, jadi kau sedang menantangku?" balas Edrea. "Memangnya apa yang akan kau lakukan padaku, Hah? Kau akan menantangku berkelahi, begitu? Dasar pria b******k, pada wanita saja kau main kekerasan. Sama sekali tidak jantan." Algren menggeram kesal, berada di dekat Edrea memang selalu membuatnya naik darah dan sialnya karena mereka satu tim, mereka selalu bertatap muka dan bersama setiap hari seperti ini. Algren rasanya ingin memukul kepala wanita itu agar berhenti menghinanya, tapi di sisi lain dia tidak pernah melakukan tindakan kasar pada seorang wanita, itu sama sekali bukan gayanya. Algren pun menundukkan kepala. "Bukan keinginanku terlahir sebagai rakyat biasa," ucapnya tiba-tiba. Edrea yang sedang memakan roti itu pun mengernyitkan kening melihat perubahan sikap Algren yang awalnya terlihat marah besar padanya, kini justru terlihat murung. Wajah pria itu tampak sendu. "Aku menyadarinya memang tidak layak bergabung dengan para bangsawan seperti kalian menjadi siswa di RKA apalagi menjadi penunggang wyvern. Seharusnya orang sepertiku yang merupakan rakyat rendahan ini hanyalah membantu orang tuaku bertani. Tapi mau bagaimana lagi … " Algren mengangkat kepala dan tatapannya kini tertuju pada Eldron yang seolah tak peduli dengan pertengkaran penunggangnya karena wyvern itu sedang menatap ke atas langit alih-alih menatap pada Algren yang sedang adu mulut dengan Edrea. "... dia malah memilihku menjadi penunggangnya." Algren menunjuk Eldron dengan dagunya. "Padahal sekali pun aku tidak pernah berpikir atau membayangkan akan menjadi penunggang wyvern karena awalnya aku pikir itu sesuatu yang mustahil terjadi." Tatapan Algren kini kembali tertuju pada Edrea yang tiba-tiba diam seribu bahasa mendengarkan semua yang dikatakan Algren. "Seharusnya dibandingkan semua orang, kau harus menjadi orang yang paling memahami kondisiku. Kenapa? Karena kita senasib bukan? Aku yakin kau pun berpikir sama sepertiku. Awalnya kau juga pasti berpikir mustahil menjadi seorang penunggang wyvern karena dalam sejarah tidak pernah ada seorang wanita yang menjadi penunggang wyvern. Alasanmu ada di RKA sama denganku … tidak lain karena dia memilihmu menjadi penunggangnya tanpa kehendakmu. " Kali ini Algren menunjuk Elmara, wyvern Edrea. Sama seperti Eldron, wyvern betina itu juga sedang menatap ke langit seolah sedang memperhatikan sesuatu. Edrea masih diam seribu bahasa. "Bagaimana Edrea? Benar bukan yang kukatakan ini? Jadi aku harap kita berdua berhenti saling menghina karena seharusnya kita saling memahami, kita memiliki nasib yang sama." Mungkin Edrea berniat menjawab pertanyaan Algren karena mulutnya sudah terbuka, hanya saja tiba-tiba keributan terjadi membuat Edrea mengurungkan niat dan mengatupkan kembali mulutnya. Eldron dan Elmara sama paniknya, kedua wyvern yang awalnya sedang bersantai itu kini berdiri dan tatapan mereka masih tertuju ke langit, suara geraman kedua wyvern itu terdengar keras, terdengar jelas oleh Algren dan Edrea. "Hei, apa yang terjadi? Kenapa banyak wyvern terbang di atas sana? Mau ke mana mereka?" Namun, pertanyaan Edrea itu tak mendapatkan jawaban karena Algren pun tak tahu menahu apa yang sedang terjadi di sini. Hanya saja melihat Eldron dan Elmara tampak gelisah, Algren menyadari sesuatu yang buruk telah terjadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD