Tumpuan Terakhir

1134 Words
Algren masih berdiri mematung di tempat dengan tatapannya yang tertuju sepenuhnya pada papan nama Drew yang ada dalam telapak tangannya. Masih sulit baginya mempercayai bahwa satu-satunya sahabat yang dia miliki kini sudah tak ada lagi. Drew sudah pergi meninggalkannya ke tempat yang tak bisa Algren gapai untuk selamanya. Ingatan demi ingatan kebersamaanya dengan Drew kini berputar di kepalanya bak sebuah film. Banyak kebaikan Drew yang tak mungkin dilupakan Algren. Drew yang merupakan satu-satunya orang yang selalu membela dirinya dan mau bersahabat dengannya. Menghabiskan waktu bersama, bercanda gurau dan saling mencurahkan isi hati bersama. Bahkan Algren tak mungkin lupa Drew yang mengajarinya cara menulis dan membaca. Dulu memang benar Algren senang membaca, tapi bukan membaca buku pengetahuan di mana terdapat huruf dan berbagai rangkaian kalimat, tapi yang dibaca Algren merupakan buku bergambar. Melihat adegan dari gambar dalam buku-buku itu membuat Algren memahami alur ceritanya. Seperti saat hari pemilihan penunggang semua wyvern, Algren pun kala itu tengah membaca buku bergambar di kamarnya. Tengah bersantai jika saja Eldron tak datang mengganggunya karena membuat kekacauan. Berkat Drew, sekarang Algren bisa seperti orang lain, sanggup membaca dan menulis sehingga dia tak akan diremehkan atau direndahkan orang lain lagi. Berkat Drew juga yang mengajarkan banyak hal tentang materi di academy sehingga Algren selalu berhasil lulus setiap menghadapi ujian materi di RKA. Akan tetapi, orang yang begitu berjasa dalam hidup Algren itu kini telah tiada. Drew yang selalu menemaninya sehingga Algren tak pernah merasa kesepian di kastil RKA itu kini meninggalkannya untuk selamanya. "Algren." Algren menoleh saat bahunya disentuh oleh Edrea yang tiba-tiba mengajaknya bicara. "Aku turut berduka atas kematian Drew. Aku bisa memahami perasaanmu, kau pasti sangat kehilangan." Algren mendengus pelan. "Apa benar kau bisa memahami perasaanku sekarang? Orang sepertimu apa pernah kehilangan seseorang yang sangat berharga?" "Tentu saja aku pernah mengalaminya ketika aku harus kehilangan ayahku satu tahun yang lalu. Padahal dia merupakan orang terdekatku. Orang yang paling baik, peduli dan memahami aku. Hatiku sangat sakit waktu itu karenanya sekarang aku memahami apa yang kau rasakan." Algren tertegun dengan kepala tertunduk dalam, tak berkata-kata lagi. "Tapi kau jangan berlarut-larut dalam kesedihan karena hidupmu harus tetap dilanjutkan. Waktu terus berjalan dan kau harus menghadapinya. Ayo bangkit, Algren. Aku yakin Drew tidak ingin melihatmu terus bersedih karena kepergiannya." Algren tersenyum miring mendengar yang dikatakan Edrea tersebut." Wanita yang sombong dan arogan sepertimu, tidak kusangka ternyata bisa juga mengatakan nasihat bijak seperti ini." "Huh, malah meledekku padahal aku hanya mencoba peduli pada rekan satu kelompokku. Apa salah?" Algren tersenyum tipis. "Terima kasih sudah mencoba menghiburku, Edrea." "Bukan mencoba menghibur tapi aku sedang mencoba menyadarkanmu dari kenyataan bahwa hidup kita masih terus berjalan." "Dan kalian juga harus menyelesaikan masalah ini sehingga benar yang dikatakan Edrea, kau harus bangkit walaupun hatimu sedang berduka atas kepergian sahabat baikmu, Algren Cannet." Baik Algren maupun Edrea terkejut bukan main karena tiba-tiba mendengar suara dari arah belakang mereka. Saat berbalik badan ternyata itu suara salah satu guru mereka, Odien. "Tuan Odien." Edrea yang memanggil nama sang guru, tampak lega karena seperti yang dikatakan Andi, guru-guru mereka selamat dari insiden p*********n para wyvern ini. "Apa maksud anda brusan yang mengatakan aku dan Edrea harus menyelesaikan masalah ini?" Algren yang menanyakan ini karena dia sama sekali tidak memahami maksud perkataan Odien. "Aku akan menyampaikan informasi penting pada kalian berdua, sekarang ikut aku. Kita bicara di tempat lain, jangan di sini." Padahal terlihat jelas semua orang yang ada di ruangan itu ingin mendengarkan pembicaraan Algren dan Edrea bersama guru mereka, hanya saja jika Odien sudah berkata demikian tentu saja Algren dan Edrea hanya bisa menurut. Mereka pun mengikuti Odien yang berjalan di depan mereka, entah akan mengajak ke mana. Dan ternyata Odien membawa Algren dan Edrea ke sebuah ruangan di mana ada Crowley, Morgan dan juga para petinggi kerajaan di sana. Algren dan Edrea saling berpandangan sebelum mereka meneguk ludah karena seketika menjadi gugup. Walau bagaimana pun mereka sedang dikelilingi orang-orang penting dan terhormat. "Syukurlah kalian kembali ke sini. Kami sedang menunggu kedatangan kalian," ucap Crowley, wajahnya tampak sumringah saat melihat Algren dan Edrea berdiri di hadapannya. "Kenapa anda menunggu kedatangan kami, Tuan?" tanya Edrea, tak kuasa lagi ingin mendengar penjelasan dari guru-gurunya yang berkata aneh. "Karena kalian berdua merupakan tumpuan terakhir kami untuk menyelesaikan masalah ini." Kali ini morgan yang menyahut. "Apa maksudnya anda berkata begitu, Tuan Morgan?" Dan Algren yang sejak tadi diam membisu akhirnya mengeluarkan suara untuk mengungkapkan rasa herannya. "Karena kalian ini penunggang Eldron dan Elmara. Hanya Kedua wyvern itu yang tidak berhasil dikendalikan oleh musuh. Karena itu, hanya kalian berdua yang bisa menyelamatkan kami semua dan juga menyelamatkan Raja Louis yang diculik oleh musuh. Terutama kau, Algren, kau dan Eldron … hanya kalian yang bisa mengalahkan musuh kita." "Musuh kita … apa maksudnya orang-orang dari kerajaan Centrum?" tanya Algren mencoba menebak. Morgan menggelengkan kepala. "Bukan hanya mereka, tapi maksudku para wyvern yang kini berpihak pada kerajaan Centrum. Kau dan Eldron … hanya kalian berdua yang bisa menghadapi dan mengalahkan mereka semua." "Apa maksudnya aku dan Eldron harus melawan semua wyvern yang bersikap aneh itu?" Morgan mengangguk-anggukan kepala. "Ya, benar." Detik itu juga Algren melebarkan mata seolah bola matanya siap menggelinding keluar dari kelopaknya, tentu saja dia terkejut bukan main karena dirinya dan Eldron harus melawan wyvern sebanyak itu. Melawan satu wyvern saja Algren tidak yakin dirinya sanggup, apalagi wyvern sebanyak itu. Kini kening Algren dipenuhi peluh sebiji jagung dan dia hanya bisa meneguk saliva membayangkan kengerian apa yang akan dia dan Eldron hadapi sebentar lagi. "Mana mungkin aku dan Eldron bisa mengalahkan wyvern sebanyak itu." Algren pun mengutarakan ketidak yakinannya. "Tentu saja kalian bisa. Apa kau lupa bahwa Eldron itu pemimpin para wyvern?" Crowley yang merespons ucapan Algren yang menyiratkan penolakan. "Iya, aku tahu Eldron itu pemimpin para wyvern, tapi jika dia sendirian melawan wyvern sebanyak itu, aku tidak yakin dia sanggup melakukannya." "Masih ada aku dan Elmara. Kau tidak hanya berdua dengan Eldron, Algren." Algren mendengus keras mendengar ucapan Edrea tersebut. "Memangnya apa yang bisa kita lakukan, Edrea? Melawan wyvern sebanyak itu … tentu saja kita akan kalah." "Sepertinya kau memang belum mengetahui apa pun, Algren. Tentang sejarah wyvern, kau masih harus banyak belajar," timpal Odien. "Ya, dan kau tidak boleh meremehkan kekuatan Eldron karena kau tidak tahu sekuat apa dia." Kali ini Crowley yang bersuara. "Memangnya Eldron sangat kuat?" Algren masih tampak ragu dengan kekuatan wyvern-nya sendiri karena itu dia bertanya demikian. "Agar kau paham, kami akan menceritakan sebuah kisah padamu dan kau harus mendengarkannya dengan seksama." Morgan menjeda ucapannya. Dia lantas beralih menatap Edrea yang berdiri tepat di samping Algren. "Kau juga harus mendengarkan baik-baik apa yang akan kami katakan ini karena sesaat lagi kami akan memberitahukan apa saja tugas kalian berdua dalam misi penyelamatan ini." Untuk kedua kalinya Edrea dan Algren saling berpandangan, tiba-tiba jantung mereka berdetak sangat cepat karena gugup menantikan apa yang akan diceritakan dan dikatakan guru-guru mereka sebentar lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD