Kabar Buruk

1125 Words
Algren dan Edrea bergegas turun dari punggung Elmara begitu wyvern betina itu mendarat. Algren berlari menuju puing-puing kastil yang sudah hancur dan rata dengan tanah. Berharap menemukan seseorang yang bisa menjelaskan keadaan yang dia lihat ini, tapi tak ada siapa pun di sana. Kondisinya sepi seolah tak ada penghuni di tempat tersebut. Kondisi di sekitar istana pun demikian, istana yang biasa dijaga ketat oleh banyak prajurit istana kini tampak sepi. Kondisi instana juga tampak mengkhawatirkan karena bekas kebakaran hebat terlihat dengan jelas walau setidaknya istana masih dalam keadaan berdiri tegak. "Kenapa bisa istana dan kastil RKA hancur begini? Padahal saat kita meninggalkan tempat ini dua hari yang lalu, semuanya masih baik-baik saja," ucap Edrea yang mengutarakan rasa herannya. "Entahlah, aku juga heran melihat kondisi di sini. Tapi jika dilihat dari kastil RKA yang sampai hancur dan istana yang terbakar hebat seperti ini, aku curiga ini perbuatan para wyvern." Edrea terbelalak mendengar Algren yang sedang mengutarakan pendapatnya. "Mustahil. Mana mungkin para wyvern melakukan itu. Kau tahu sendiri mereka itu pelindung kerajaan Regnum, jadi rasanya mustahil mereka yang menghancurkannya." "Ini memang sulit untuk dipercaya, tapi kau tidak lupa kan pemandangan apa yang kita lihat tadi karena itu kita kembali ke tempat ini?" Ditanya seperti itu oleh Algren, Edrea tertegun. "Karena kita melihat sekumpulan wyvern yang terbang memasuki wilayah kekuasaan Kerajaan Centrum." "Ya, itu maksudku. Entah apa yang terjadi pada para wyvern, yang jelas ini pasti ulah orang-orang dari kerajaan Centrum itu," sahut Algren lagi-lagi mengutarakan pendapatnya. "Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita datang ke sini dengan harapan akan mendapatkan penjelasan dengan keanehan para wyvern, tapi yang kita temukan justru kondisi di sini kacau balau. Aku juga tidak melihat siapa pun di sini, jangan bilang mereka semua tidak ada yang selamat?" Edrea membekap mulut saat pemikiran mengerikan itu terbesit di kepalanya. Algren berdecak. "Jangan dulu menyimpulkan sesuatu yang buruk seperti itu. Lebih baik sekarang kita berpencar dan berkeliling di sekitar sini untuk mencari orang-orang yang mungkin selamat." Edrea mengangguk setuju. "Ya, kau benar. Kita berpencar sekarang." Setelah kesepakatan itu dibuat, kedua orang itu mulai berpencar untuk mencari seseorang yang bisa mereka mintai penjelasan dengan kondisi yang kacau balau ini. Namun, sayangnya meskipun mereka sudah berkeliling, mereka tak menemukan satu orang pun berada di sana. Mereka sudah berusaha keras mencari, tapi hasilnya nihil karena tak ada apa pun yang mereka temukan selain puing-puing bekas kastil yang hancur. Kini kedua orang itu sudah kembali berkumpul dengan napas terengah-engah karena kelelahan setelah banyak berlari selama mencari. "Apa kau menemukan sesuatu?" tanya Edrea. Sambil mencoba mengatur napasnya, Algren menggelengkan kepala. "Aku tidak menemukan apa-apa. Tidak ada seorang pun yang aku temukan. Bagaimana denganmu?" "Aku juga sama. Tidak menemukan siapa pun. Bagaimana jika kecurigaanku tadi benar bahwa tidak ada yang selamat di sini?" Kedua mata Edrea berkaca-kaca saat berkata demikian. Algren ingin membantah, tapi tak dia pungkiri saat ini pemikiran seperti itu juga terlintas di benaknya. "Bagaimana ini, Algren? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Algren terdiam karena dia pun bingung memutuskan apa yang harus mereka lakukan dalam kondisi seperti ini. "Algren! Edrea!" Namun, tiba-tiba terdengar sebuah suara memanggil mereka, seketika Edrea dan Algren pun menoleh ke sumber suara dan menemukan salah satu teman mereka di academy tengah berdiri di depan istana. Algren dan Edrea saling berpandangan sebelum mereka pun berlari menghampiri teman mereka yang mereka ketahui bernama Andi tersebut. "Andi! Apa yang terjadi di sini? Kenapa bisa terjadi kekacauan begini?" tanya Algren tanpa basa-basi karena dia tak kuasa lagi menahan rasa penasaran yang semakin naik ke permukaan. "Kami semua diserang." "Siapa yang menyerang kalian?" Kali ini Edrea yang bertanya. "Para wyvern tiba-tiba bersikap aneh dan mereka tidak bisa dikendalikan oleh penunggang mereka. Lalu tiba-tiba para wyvern itu menyerang sambil menyemburkan api dari mulut mereka. Banyak orang yang tewas dalam tragedi ini. Hanya sedikit yang selamat." Kekhawatiran pada sahabatnya semakin bercokol di benak Algren. Dia ingin segera mengetahui nasib Drew. Berharap temannya itu menjadi salah satu dari orang-orang yang selamat. "Oh, iya. Raja Louis juga diculik. Para wyvern membawanya pergi entah ke mana." Sekali lagi Edrea dan Algren dibuat terbelalak karena terkejut mendengar kabar itu. "Raja Louis diculik? Mustahil." "Ya, raja berusaha melawan wyvern yang menyerang istana, tapi dia gagal dan malah diculik. Salah satu wyvern membawanya. Entah di mana para wyvern itu berada sekatang?" "Kami tahu ke mana para wyvern itu membawa raja pergi," ucap Algren. "Benarkah? Ke mana mereka pergi?" tanya Andi. "Ke kerajaan Centrum. Aku dan Edrea melihat para wyvern memasuki area kekuasaan Kerajaan Centrum. Aku yakin kejadian ini ada kaitannya dengan mereka. Pasti mereka melakukan sesuatu untuk mengendalikan para wyvern agar tunduk pada mereka dan berbalik menyerang kita." "Ini mengerikan. Kau harus menceritakan ini pada guru-guru kita." "Mereka selamat?" tanya Edrea. "Ya, mereka selamat." "Di mana orang-orang yang selamat berada sekarang? Aku dan Algren sudah mencari ke mana-mana tapi kami tidak menemukan siapa pun di sekitar sini." "Kami bersembunyi di ruang bawah tanah istana untuk mengantisipasi jika para wyvern kembali ke sini dan menyerang lagi." Kini Edrea dan Algren paham alasan mereka tak menemukan siapa pun karena ternyata semua orang yang selamat tengah bersembunyi di ruang bawah tanah istana. "Bawa kami ke sana, Andi," pinta Algren yang tentunya langsung dituruti Andi. Kini mereka bertiga pun tengah berjalan beriringan menuju ruang bawah tanah istana yang dijadikan tempat persembunyian. Setibanya di sana, Algren dan Edrea bisa melihat hanya sedikit teman-teman mereka yang selamat, itu pun kondisi mereka tampak mengkhawatirkan karena banyak luka di tubuh mereka. Hal yang Algren lakukan sekarang adalah menelisik sekitar, dia tatap satu demi satu siswa academy RKA yang ada di ruangan tersebut untuk mencari sosok Drew yang dia khawatirkan sejak tadi. Namun, sayangnya dia tak menemukan sahabatnya itu di antara siswa RKA yang selamat. "Apa kau sedang mencari Drew?" tanya Andi tiba-tiba seolah dia bisa menebak apa yang ada di dalam pikiran Algren. "Ya, di mana dia?" Melihat Andi tiba-tiba memasang raut sendu, detik itu juga Algren merasakan firasat buruk dalam hatinya. "Maaf menyampaikan kabar ini padamu karena kau tetap harus mengetahuinya. Drew tidak selamat. Dia tewas dalam tragedi p*********n itu." Kedua mata Algren terbelalak sempurna, nyaris tak mempercayai kabar buruk ini. "Mustahil. Mana mungkin dia tidak selamat. Apa kau yakin dia tewas?" Andi mengangguk. "Ya, kami sangat yakin. Lagi pula ada yang melihat Drew sedang berbincang dengan Lucian saat tragedi itu berlangsung. Mereka berdua tidak selamat karena jasad Lucian sudah kami temukan dalam kondisi hancur tertimpa reruntuhan." "Lalu jasad Drew? Kalian menemukannya juga?" Andi kembali memasang raut sendu. "Jasad Drew juga hancur. Yang tersisa darinya hanya benda ini." Andi merogoh saku celananya dan memberikan sebuah papan nama yang biasa dipasang di seragam semua siswa RKA. Sebuah papan nama bertuliskan nama Drew Evander. "Drew," gumam Algren disertai air mata yang menetes, tak kuasa menahan kesedihan karena papan nama itu menjadi bukti Drew memang telah tewas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD