Wyvern, 08

2372 Words
Enam bulan kemudian, Waktu berjalan begitu cepat dan perlahan tapi pasti semua siswa sudah mulai terbiasa menjalani hidup di kastil sebagai siswa RKA. Begitu pun dengan Algren dan Drew. Persahabatan mereka semakin dekat. Sesuai kesepakatan, selama enam bulan ini mereka saling mengajar satu sama lain. Algren yang belajar membaca, menulis dan ilmu pengetahuan dari Drew. Begitupun dengan Drew yang belajar bela diri dan ilmu berpedang dari Algren. Kini keduanya sama-sama mengalami kemajuan yang pesat. Algren yang mulai bisa menulis dan membaca, sejarah tentang kerajaan dan para Wyvern pun kurang lebih sudah dia ketahui. Sedangkan Drew, ilmu bela dirinya pun meningkat drastis. Dia yang pada dasarnya memiliki otak yang cerdas sehingga dengan mudah mencerna semua yang diajarkan Algren. Berbagai pelajaran dan ujian sudah mereka ikuti. Algren dan Drew berhasil lulus setiap kali ujian diadakan. Drew juga tak pernah mengalami kekalahan lagi setiap berlatih maupun mengikuti ujian adu kemampuan bela diri. Pria itu kini seolah tak memiliki kekurangan apa pun, Drew tetap menjadi yang terbaik di kelas. Sesuai dengan tradisi yang berlangsung selama ratusan tahun di RKA, setelah enam bulan masa pelajaran maka semua siswa akan mulai berlatih menjalankan misi. Karena di masa depan nanti setelah mereka resmi menjadi ksatria penunggang Wyvern, menjalankan misi, entah misi yang ringan maupun berat akan menjadi makanan sehari-hari mereka. Kini itulah yang akan mereka lakukan. Morgan sudah mengumpulkan semua siswa di lapangan luas di belakang kastil. Jika mereka sudah dikumpulkan di tempat itu sudah bisa ditebak apa yang akan terjadi. Algren gelisah di tempatnya berdiri, alasannya karena dia yakin sebentar lagi para Wyvern akan dipanggil dengan alat bernama tubae. Meski kemampuan Algren sudah lebih baik dalam segala hal berkat semua yang diajarkan Drew, tapi tidak dengan hubungannya dan Eldron. Meskipun mereka pasangan Wyvern dan penunggangnya, semenjak kejadian enam bulan lalu di mana Algren dengan berani berkata kasar pada Eldron, rupanya masih melekat kuat diingatan makhluk raksasa itu. Di saat semua siswa sudah mulai dekat dan kompak dengan Wyvern masing-masing, hanya Algren yang masih kesulitan mengendalikan Wyvern-nya tersebut. Sesuai perkiraan, jika tubae … alat menyerupai terompet berbentuk seperti gading gajah itu ditiup oleh Morgan dan menciptakan suara melengking yang memekakan telinga, beberapa menit kemudian satu demi satu sosok Wyvern bermunculan dari puncak gunung-gunung yang berdiri kokoh cukup jauh dari lapangan. Mereka beterbangan dan mendarat tepat di dekat penunggang masing-masing. Drew terlihat antusias begitu Aegon, Wyvern miliknya itu baru saja mendarat di tanah. Dengan lembut dia mengusap salah satu kaki makhluk raksasa itu sebagai bentuk penyambutan sebelum dia melompat untuk duduk di atas punggung sang Wyvern. Edrea pun demikian, di antara semua siswa RKA bisa dikatakan dialah yang paling dekat dengan Wyvern-nya, bahkan Elmira … nama Wyvern miliknya, kerap kali mendatanginya tanpa diminta ataupun dipanggil. Seolah Wyvern betina itu tahu persis perasaan Edrea yang menjadi satu-satunya wanita di RKA, sang Wyvern selalu datang di malam hari, menghabiskan waktu bersama penunggangnya, Elmira sering membawa Edrea terbang mengitari wilayah Kerajaan Regnum, sehingga tidak heran jika mereka menjadi pasangan Wyvern dan penunggangnya yang paling kompak. Semua siswa pun tampak mulai mendekati Wyvern masing-masing, melakukan interaksi walau hanya dengan sentuhan tangan, itu bentuk komunikasi mereka dengan Wyvern masing-masing agar mengizinkan untuk duduk di atas punggungnya. Seperti biasa hanya Algren yang kebingungan. Kali ini Eldron memang memenuhi panggilan Morgan, Wyvern yang satu itu sudah mendarat di tanah cukup jauh dari posisi Algren berada, di saat Wyvern lain selalu mendaratkan diri di dekat penunggang masing-masing, Eldron seolah sengaja mendarat cukup jauh dari posisi Algren berdiri. Algren tak merasa heran lagi, dia yang harus mengalah dalam situasi seperti ini karena itu dia yang berjalan menghampiri Wyvern-nya. “Hai, Eldron,” sapa Algren seraya mengangkat tangan kanan, wajahnya menyengir lebar berharap wajahnya yang menguarkan aura persahabatan itu bisa dirasakan oleh Eldron. Namun respon Eldron yang didapatkan Algren adalah sang Wyvern mengembuskan napas dari kedua hidungnya yang besar seolah dia sedang mendengus. Algren lagi-lagi tak heran karena reaksi seperti itu pun memang sudah biasa dia dapatkan dari Eldron yang begitu sulit untuk dia taklukan. Algren menelisik sekitar, mencari-cari adakah siswa lain yang kesulitan mengendalikan Wyvern-nya? Jawabannya adalah tidak. Hanya dirinya seorang yang sampai detik ini belum pernah sekalipun duduk di punggung Eldron karena sang Wyvern seolah tak memberinya izin. “Algren, tunggu apa lagi!” Itu teriakan dari Morgan, cukup dengan mendengarnya, Algren tahu kali ini mau tak mau dia harus berhasil duduk di punggung Eldron. “Hm, aku akan melompat ke atas punggungmu. Tolong biarkan aku menunggangimu.” Algren tulus memohon, dia bahkan menangkupkan kedua tangan di depan da’da, berharap kali ini Eldron mau bekerja sama dengannya atau dia akan kembali ditertawakan oleh siswa lain jika sampai Eldron menolaknya seperti biasa. Mendapati reaksi Eldron begitu tenang, tak seperti biasanya Wyvern itu akan pergi begitu saja tanpa mempedulikan dirinya. Algren kini mengembuskan napas pelan, dia pikir kali ini Eldron berhasil dia bujuk, sepertinya  sang Wyvern perlahan sudah bisa dia taklukan. Algren pun tanpa aba-aba langsung melompat ke punggung Eldron, namun belum sempat dia duduk dengan sempurna, Wyvern itu dengan sengaja mengepakkan sayapnya yang membuat Algren tergelincir dan nyaris terjatuh, beruntung dia berhasil berpegangan pada salah satu duri besar di punggung Eldron. “Waaaaaa, Eldron. Turunkan aku! Turunkaaaaaan!” Namun, seolah teriakannya tak didengar, Eldron justru mulai terbang. Sedikit demi sedikit terbang semakin tinggi sehingga membuat suara teriakan ketakutan Algren semakin kencang terdengar. Pria malang itu berpegangan dengan kuat pada duri di punggung Eldron, berusaha mati-matian agar dirinya tak jatuh karena kini mereka berada di ketinggian yang cukup mengerikan. Alih-alih menuruti permintaan Algren yang tiada henti berteriak meminta untuk diturunkan, Eldron justru dengan sengaja terbang semakin tinggi di udara. Suara tawa kini membahana, dari semua siswa yang lagi-lagi terhibur oleh kekonyolan Eldron dan juga Algren yang selalu gagal mengendalikan Wyvern-nya. Edrea menjadi salah satu siswa yang tertawa paling lantang, entah kenapa dia selalu puas setiap kali melihat Algren menderita dan dipermalukan oleh Wyvern-nya sendiri. Berbeda dengan Drew yang menjadi satu-satunya orang yang menatap iba pada nasib Algren yang menurutnya sangat tidak beruntung. Di sisi lain, Algren sedang berjuang mati-matian agar tidak terjatuh. “Eldron, turunkan aku!” Untuk kesekian kalinya dengan sengaja seolah dia sedang mempermainkan penunggangnya, Eldron meluncur naik ke atas dengan posisi menukik, membuat Algren semakin berteriak histeris. Pegangan tangannya begitu kuat karena dia takut akan terlepas. Tekanan angin yang berhembus terasa begitu kuat karena kecepatan terbang Eldron yang begitu mengerikan, refleks Algren memejamkan mata. Cukup lama situasi menegangkan itu bertahan bahkan Algren sempat berpikir mungkin ini akhir hidupnya karena jika sampai dia jatuh ke bawah maka sudah dipastikan dia akan tewas dalam kondisi tubuh yang hancur berkeping-keping. Membayangkannya saja sungguh membuatnya bergidik ngeri dan tubuhnya bergetar hebat saking takutnya dia saat ini. Ketika situasi sudah mulai tenang karena dia tak merasakan Eldron terbang dengan kecepatan tinggi lagi, dengan gerakan perlahan Algren mencoba membuka mata. Sang Wyvern terbang dengan tenang, Algren bisa merangkak dengan perlahan sehingga dia bisa duduk dengan sempurna di atas punggungnya. Berulang kali Algren mengembuskan napas pelan. Tetapi begitu menatap ke bawah, dia panik dan kepalanya terasa berputar-putar. Ini pertama kalinya dia merasakan terbang, dan naas di pengalaman pertamanya terbang dia justru sudah diajak terbang setinggi ini. Pemandangan di bawah sana terlihat begitu kecil layaknya semut. Awalnya, Algren memang ketakutan. Dia bahkan berulang kali memejamkan mata karena tak berani menatap ke bawah. Namun, cukup lama dia terbang di udara, lambat laun membuatnya mulai terbiasa dan menikmatinya. “Yuhuuuu! Ini luar biasa!” teriak Algren histeris begitu kini dia bisa terbang beriringan dengan beberapa burung yang juga sedang terbang di udara. Tanpa sepengetahuan Algren, sepertinya teriakan riangnya itu sangat mengganggu Eldron. Kesal dengan mulut berisik penunggangnya yang terus berteriak histeris mengutarakan rasa senang, Eldron pun kembali berulah. Tiba-tiba saja dia mempercepat laju terbangnya, lalu tanpa aba-aba berputar sehingga Algren yang tak menyangka dengan gerakan tiba-tiba Eldron itu pun tak sempat berpegangan. Pria itu jatuh dari punggung Eldron. Tubuhnya melesat turun dengan kecepatan mengerikan. “Eldrooooooon!” Namun, teriakannya tak bertahan lama karena setelah itu Algren tak mampu melihat apa pun dengan jelas. Kepalanya terasa berputar-putar dan di detik kesadarannya yang mulai meredup, hal terakhir yang dia lihat adalah sosok Eldron yang terbang menukik seolah mencoba menangkapnya. Inikah akhir hidup Algren? Bahkan pria itu tak tahu-menahu karena kini dia telah kehilangan kesadaran, semua tampak gelap gulita dalam pandangannya. *** Di sebuah ruangan yang begitu megah nan luas, duduk seorang wanita cantik di sebuah kursi singgasana yang dipenuhi permata. Wanita itu … bukanlah orang sembarangan. Jika dilihat dari penampilannya yang glamour serta mahkota di atas kepala, sudah dipastikan dia merupakan penguasa sebuah kerajaan. Queen Calista namanya, wanita berusia 35 tahun itu merupakan penguasa Kerajaan Centrum. Sebuah kerajaan besar yang selalu bersaing memperebutkan wilayah kekuasaan dengan kerajaan lain yang berdiri kokoh di Planet Terrarum. Kedua kerajaan itu kerap kali berperang hanya demi membuktikan siapa yang lebih kuat dan layak menjadi kerajaan terkuat di planet itu. Queen Calista yang sedang duduk merenung di kursi singgasananya itu menoleh ke arah pintu begitu mendengar pintu dibuka oleh seseorang. Sosok seorang nenek renta berusia sekitar 70 tahun melangkah masuk, meski tak meminta izin terlebih dahulu tapi Ratu Calista sama sekali tidak mempermasalahkannya. “Yang Mulia Ratu.” Sang nenek membungkuk penuh hormat begitu dirinya tiba di depan kursi singgasana sang ratu. “Ada apa, Madame Maria? Aku harap kau datang kemari karena ingin menyampaikan kabar baik untukku.” Ratu Calista menyahut tanpa menatap sedikit pun ke arah nenek yang masih membungkuk hormat di depannya. Jika diperhatikan nenek yang bernama Madame Maria itu bukanlah orang sembarangan. Bisa terasa dari aura mencekam yang menguar dari tubuhnya. Dia mengenakan jubah serba hitam dengan tongkat yang selalu dia bawa kemana-mana untuk berjalan. Mengenakan topi berbentuk kerucut untuk menutupi rambutnya yang memutih, sekilas pun dia terlihat seperti seorang penyihir. “Saya memang ingin memberikan kabar baik untuk anda.” Ratu Calista sedang memainkan kuku-kuku tangannya yang dihias oleh cat kuku yang begitu indah dipandang mata. Jika diperhatikan, semua yang  melekat di tubuh sang ratu merupakan keindahan dan keelokan. Tatapannya dari kuku tangannya itu teralihkan karena kini tertuju pada Madame Maria. “Apa kabar baiknya?” “Bisa anda ikut dengan saya sebentar? Ada yang ingin saya tunjukkan pada anda.” Ratu Calista memutar bola mata, terlihat malas. Tapi toh, dia tetap bangkit berdiri dari posisi duduk, menuruti permintaan Madame Maria. Begitu wanita tua itu berjalan di depannya dengan tubuh yang bungkuk serta langkahnya yang lambat, Ratu Calista hanya mengikuti di belakang tanpa suara. Sepanjang jalan, mereka berjalan dengan keheningan karena baik sang nenek maupun Ratu Calista, tak ada yang mengeluarkan suara. Jika dilihat dari lorong sepi, seram dan mencekam yang sedang mereka lalui, Ratu Calista sudah bisa menebak ke mana Madame Maria akan membawanya pergi. Tebakan sang ratu tepat adanya ketika mereka menghentikan langkah begitu tiba di depan daun pintu berukuran besar. Si nenek renta membuka pintu itu setelah dia melafalkan sebuah mantera sehingga pintu pun terbuka dengan sendirinya tanpa perlu disentuh. Ratu Calista kembali mengikuti langkah Madame Maria yang melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Kini sebuah ruangan menguarkan aura mistis yang begitu mencekam dengan berbagai alat-alat mengerikan tergantung di langit-langit maupun dinding, menjadi satu-satunya pemandangan yang dilihat sang ratu. Dia tak terlihat takut maupun gentar meskipun banyak mayat tanpa kepala yang digantung di langit-langit sedangkan kepalanya terlihat ditata rapi di sebuah rak yang disandarkan pada dinding. Bukan hanya digantung, mayat yang kesemuanya pria itu juga banyak ditemukan ditempel di dinding dengan dipaku maupun disalib. Wanita cantik itu tak merasa takut karena ini bukan kali pertama dia menginjakkan kaki di ruangan yang begitu angker tersebut. Langkah mereka terhenti untuk kedua kalinya begitu tiba di sebuah ruangan yang dipenuhi oleh banyak orang mengenakan jubah yang sama dengan Madame Maria. Jika terdengar dari suara mereka yang sedang menyenandungkan mantera yang sama, tidak salah lagi mereka memang sekumpulan wanita yang merupakan kelompok penyihir yang menyebut diri sebagai Coven. “Silakan dilihat, Yang Mulia.” Ratu Calista mengernyitkan dahi mendengar permintaan dari Madame Maria yang lagi-lagi harus dia turuti. Dia pun berjalan menghampiri kerumunan penyihir wanita itu. Mereka secara serempak bergeser seolah dengan sengaja memberikan akses agar sang ratu bisa berjalan menghampiri benda yang sejak tadi mereka kelilingi seraya membacakan mantera sihir. Kini Ratu Calista sudah berdiri di depan benda itu. Sebuah benda bulat menyerupai bola Kristal yang tengah bercahaya sehingga cahaya begitu menyilaukan mata, refleks Ratu Calista memicingkan mata. “Silakan lihat ke dalam bola Kristal itu, Yang Mulia.” Menyadari dia harus menuruti perintah Madame Maria, Ratu Calista memberanikan diri untuk mengintip ke arah bola Kristal yang sedikit demi sedikit cahayanya mulai redup. Ketika akhirnya cahaya itu benar-benar redup, kini Ratu Calista bisa melihat sebuah pemandangan yang ditampilkan di dalam bola Kristal. Seketika seringaiannya tercetak jelas. “Penantian anda sudah berakhir, Yang Mulia. Sesaat lagi seperti yang anda impikan, pasukan kita sudah siap menyerang Kerajaan Regnum. Kali ini anda pasti akan keluar sebagai pemenang.” Ratu Calista masih mempertahankan seringaian lebarnya, dia begitu puas karena penantiannya selama puluhan tahun sehingga dia harus menahan diri agar tidak melakukan serangan pada kerajaan musuh, akhirnya berakhir. Begitu melihat pemandangan para Wyvern yang menjadi pelindung sekaligus kekuatan utama Kerajaan Regnum sehingga sulit untuk dikalahkan, muncul di dalam bola Kristal, Ratu Calista yakin kali ini dia memang akan keluar sebagai pemenang. Musuh bebuyutannya sebentar lagi akan jatuh ke tangannya. Tinggal menghitung hari maka Kerajaan Regnum akan hancur seutuhnya. “Bagus sekali, bagus sekali!” teriak Ratu Calista seraya tertawa terbahak-bahak sehingga suara yang terdengar di ruangan itu hanya suara tawanya yang begitu menggema. “Ini artinya semua persiapan sudah selesai, bukan?” “Benar, Yang Mulia. Hanya tinggal menunggu perintah dari anda maka serangan akan segera kita mulai,” jawab Madame Calista. “Aku tidak ingin membuang-buang waktu lagi. Aku ingin kita menyerang mereka secepatnya.” “Kapan anda ingin serangan ini dilakukan, Yang Mulia?” Ratu Calista tertegun, seolah dia sedang menimbang-nimbang kapan waktu yang tepat untuk meluluhlantakan kerajaan musuh. “Dua hari lagi. Aku akan memberi musuhku waktu untuk hidup tenang tidak lebih dari dua hari lagi. Karena setelah itu, yang akan dia dapatkan adalah kehancuran. Semua wilayah Kerajaan Regnum sebentar lagi akan diratakan dengan tanah dan Kerajaan Centrum akan menjadi satu-satunya kerajaan yang berkuasa di Planet Terrarum.” Tawa Ratu Calista kembali membahana, kali ini diikuti tawa para Coven karena ya, mereka siap melaksanakan perintah dari sang ratu. Dan sudah bisa dipastikan kehancuran Kerajaan Regnum akan tiba dua hari lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD