Brugh
Hilbran membesarkan bola matanya, mati dia. Bola basket yang ia lempar meleset dan mengenai Zasya
"HEH KUTIL BADAK SIAPA YANG LEMBAR NIH BOLAAA HAAAH KENA TANGAN GUEEE SAKIT TAUUUU" teriak Zasya menggelegar
"Ban sono Ban jujur"
"Ban jujur ihh"
"Baan jujur woy"
"Baan"
Hilbran menarik rambutnya sendiri dengan kasar "Ban Ban Ban, lo pada fikir gue ban mobil apa! Iya iya ini gue mau kesana"
"SIAPA WOY ANAK BASKET KURANG GULA EH KURANG ASEM EH" Zasya berhenti teriak, lalu menoleh ke arah Sina "Sin, kalo kaya gini enaknya kurang gula apa kurang asem?" Tanya Zasya
Sina menepuk jidatnya, ya Allah ya Tuhan ku temamnya ini benar benar yaah "Kurang garem sekalian." Ketus Sina
Zasya mengangguk "WOY ANAK BASKET KURANG GAREM PADAHAL UDAH KERINGETAN YANG PASTINYA UDAH ASIN! SINI LO LO LO PADA! TANGGUNG ZAENAB BOLA LO KENA GUE BUKANNYA MINTA MAAF"
Ya Allah, Sina boleh gak guling guling di sarana lompat jauh saja. Kesal Sina dengan temannya yang sejenis Zasya
Hilbran berjalan menuju Zasya, lalu mengangkat tangan kanannya "Sorry"
Zasya melotot kesal "Sorry Sorry palalu peang sorry"
"Yaudah maaf"
"SAMA AJA KUCING!"
"Gue gak suka kucing"
"YAUDAH KAMBING"
"Gak suka, bau"
"YAUDAH KANGGURU"
"Gak mau, kejauhan"
"YAUD---" omongan Zasya terpotong, lalu tersadar
"BODO AMET KAK HILBRAN!" Sambung Zasya
Hilbran tertawa "Maaf, gak sengaja"
Zasya mendelik "Lo pasti bales dendam kan kak ke gue? Gara gara pas jam ganjil di asrama lo disuruh Papah ikut push-up?"
"Gak" jawab Hilbran pendek
"Dusta. Kamu berdusta." Zasya melempar pandangannya ke kanan dengan tangan di lipat di depan dada
Sina memutarkan bola matanya, jengah dengan drama yang dibuat sang teman sebangkunya itu "Please deh Aya, udahan dramanya, lo mau telat pelajaran pak Alay?"
Zasya membuka kelopak matanya sempurna, lalu menepuk keningnya "Aya oon! Ayo Sina"
Hilbran menggelengkan kepalanya "Ngaku juga kalo dia O dua N"
☆☆☆
Arjuanda tersenyum anggota peletonnya yang kini sedang berkumpul di rumah makan Cinagelea dekat komplek, Arjuanda juga mengundang Komandan Kompi untuk merayakan keberhasilan peletonnya dalam perlombaan yang di adakan Batalyon 31 tadi
"Juan, umur mu muda sekali, cocok kalau di sandingkam dengan putri saya"
Arjuanda terkekeh "Siap Komandan"
Komandan Kompi Arjuanda tertawa "Masih SMA dia, baru juga mau 17 tahun. Tidak mau lah saya menjodoh jodohkan dia"
Arjuanda tersenyum "Siap Dan. Kalau boleh tau anak Komandan yang mana yah?"
Danki Arjuanda mengambil ponselnya, lalu menunjukan foto keluarganya "Ini istri saya, Syakila jangan kau sukai" goda Danki Arjuanda
"Siap. Petunjuk Dan"
"Dan ini putri pertama saya, Dzasya. Dan putra kedua saya, Musa. Saya yakin kamu kenal Musa ya kan?"
Arjuanda mengangguk, lalu berfikir sebentar. Seakan tidak asing dengan wajah Istri serta anak dankinya ini. Aah iya, anak yang pernah ia tegur saat duduk di jajaran kursi istri perwira. Benar benar ya, dunia seluas daun kelor.
"Izin. Danki Dzaki, ada panggilan dari Dansima" Dzaki mengangguk mendengarnya
"Saya duluan ya Danto Arjuanda"
Arjuanda tersenyum "Siap. Silahkan Danki"
☆☆☆
Zasya tersenyum melihat album saat Mamahnya muda. Muka mamahnya muda benar benar berbeda dengan dirinya maupun Musa. Kata orang orang sih muka anak lebih mirip bapak tandanya saat hamil Ibunya sangat sangat merindukan suaminya. Ah entahlah, Zasya tak berniat tahu menau soal itu
"Kakak"
Zasya menoleh kearah Mamahnya berdiri, di depan pintu kamarnya "Ya Mam?"
Syakila tersenyum, lalu duduk di samping putri sulungnya itu "Kamu udah gak marah sama Papah kan?"
Aahhh iya, Zasya di ingatkan kembali "Kesel doang sih Mam"
Syakila mengangguk "Wajar Papah kaya gitu kak, kami tuh perempuan, kalo main atau keluar malem emang mau jadi bahan omongan ibu ibu?"
Ya, ya, ya, ya. Beginilah tidak enaknya hidup di asrama. Apa apa di atur. Dari zaman Zasya Sd kelas 6 sampai dengan sekarang, saat Zasya sudah kelas 2 SMA masih saja terus terusan di atur main kemana kemananya, tidak seperti Musa yang bebas. Pernah Zasya sekali menentang dan membanding bandikan dirinya dengan Musa. Tapi memang dalam rumah orang tua selalu benar yaaa susah
"Paah, gak adil! Aya gak boleh main tapi Musa boleh"
"Kamu cewek Musa cowok" balas Dzaki
"Pah. Aya juga mau main"
"Main aja terus sana, gak usah pulang sekalian"
Aduuuh, di jawab seperti itu membuat Zasya ketar ketir, akhirnya Zasya kembali membatalkan janji dengan teman temannya. Hai kawan kawan, yang bilang jadi diri Zasya enak kalian salah. Salah besar.
☆☆☆
"Acaaa uuuuuuu sayaaang kuuuu"
Zasya terkekeh melihat Kiki-Teman cowok yang kata Musa cucok- datang menghampiri dirinya
"Apa Kiki?" Jawab Zasya sambil tersenyum
"Aca Aca, karena kemarin Lo membatalkan janji main. Sekarang kita main yaa ke rumah Lo" ucap Kiki dengan mengedipkan mata sebelah kirinya
"Iyaa y'a, kita main yyaah, sekalian itung itung cuci mata liat om om bujangan make baju doreng" timpal Sina
Zasya terkekeh cukup kencang "Gue bilang Mamah dulu yah"
Sina dan Kiki mengangguk mantap, lalu berjalan menuju kelas mereka
Mimom ku sayang
Mam, temen temen aku pulang sekolah mau main dirumah, boleh gak?
Zasya memasrahkan diri, sepertinya dia tidak akan di izinkan oleh Mamahnya. Apalagi tadi malam dia baru saja ribut kecil dengan sang Papah
Kata Papah gapapah Kak, nanti Mamah nyuruh Musa sama Om Haris jemput kalian yaah
Zasya tersenyum lebar, lalu mengepalkan tangan dan menarik tangannya kebawah sembari berkata "Yes!!!"
"Kenala Lo Ya?" Tanya Sina bingung
"Pulang sekolah fiks kita jadi main dirumah gueeee" pekik Zasya girang
"YEEEEEYYY!" itu bukan teriakan Sina, bukan. Serius deh. Tapi teriakan Kiki.
Oke Mimom sayang kuh
☆☆☆
"AHHH AYAAA SENENG DEH KIKI CUCI MATA LIAT OM OM GAK PAKE BAJU LAGI LARI KERINGETAN LAGI AWWWH" pekik Kiki didalam mobil membuat Musa bergedik ngeri
Ya Allah Kakak manjaku, teman mu benar benar unik dan membuatku geliiii. Batin Musa