Keadaan kota meski sudah memasuki waktu malam terlihat sangat ramai, mobil-mobil terus berlalu Lalang di jalan memancarkan sinar lampu yang menerangi pijakannya, namun itu tidak membuat Heri merasa bahagia meski berada di tengah-tengah kota, karena dia semakin lama kepalanya semakin terasa pening, bahkan beberapa kali dia terlihat muntah.
Tubuhnya terasa menggigil padahal badannya sangat panas, Heri meringkuk di pinggir trotoar tidak beralaskan apapun, Bahkan dia tidak memakai selimut karena sarung yang biasa dipakai hilang bersama tas ketika dicuri oleh kedua pemuda waktu menginap di depan ruko.
Terdengar eregan kedinginan keluar dari mulut Heri, Namun sayang tidak ada seorangpun yang memperdulikannya, karena mungkin pemandangan seperti itu sudah biasa terjadi di kota-kota besar.
Malam itu terasa sangat panjang, karena dia tidak bisa merasakan nyenyaknya tidur, bekas pukulan yang dilayangkan ketiga preman yang memalaknya, semakin lama semakin terasa ngilu tubuhnya semakin panas.
"Maafkan aku darmini, maafkan aku tidak pernah membahagiakanmu sehingga aku harus mengalami seperti ini. ya Allah sembuhkanlah penyakitku, Jangan sampai aku meninggal di tempat seperti ini." doa Heri di sela-sela kesedihannya, dia mulai sadar kalau sekarang dia sedang berada di tempat yang tidak layak untuk meninggal.
Heri tidak bisa melakukan apa-apa, Dia hanya bisa berdoa dan meminta Maaf terhadap istrinya, karena sekarang dia sadar bahwa apa yang disampaikan istrinya itu memang benar, Kalau dia mau mengikuti saran yang diberikan pasti dia tidak akan sengsara seperti sekarang.
Malam itu terasa sangat dingin, Heri terus terbaring di atas trotoar berselimutkan alam yang gelap, beruntung keadaan waktu itu masih masuk musim kemarau, sehingga Heri tidak takut kehujanan. air matanya terus mengalir membasahi pipi yang sudah mulai keriput, karena hanya itulah yang bisa dia lakukan sekarang.
Malam yang begitu panjang dilewati oleh Heri dengan berbagai kesusahan, kesedihan dan kesengsaraan. tersiksa oleh keinginan yang berbeda dengan orang pada umumnya, keinginan mendapatkan uang instan dengan cara menggandakan.
Penderitaan Heri masih belum berakhir, meski dari ufuk timur sudah terlihat cahaya kuning keemasan yang memancar, menandakan sang surya sebentar lagi akan menjalankan tugasnya untuk mengganti sang malam. Heri terus terbaring di trotoar tubuhnya terasa sangat dingin karena tersirami oleh embun yang turun tadi malam, perutnya semakin terasa lapar karena Dia belum makan sejak kemarin.
Perlahan Mata Heri mulai dibuka kemudian memindai keadaan sekitar yang terlihat sangat cerah, gedung-gedung berjejer rapih di samping kanan kiri jalan, suara Deru mobil mulai Terdengar agak ramai, karena sudah waktunya untuk berangkat ke tempat kerja atau mengantarkan anak ke sekolahnya. Heri mencoba membangkitkan tubuhnya namun dia tidur kembali karena tubuhnya terasa sakit.
"Aduh kurang ajar ketiga preman itu, kalau ketemu lagi Aku tidak akan kasih ampun mereka....!" umpat Heri dalam hati wajahnya terlihat meringis menahan sakit.
Setelah badannya kembali ke seperti semula, Heri pun mulai mencoba untuk membangkitkan tubuhnya, namun dia pun ambruk kembali tidak kuat menahan kepala yang terasa berat. tapi meski begitu dia tidak menyerah Heri terus mencoba, Akhirnya dia pun bisa duduk sehingga terlihatlah keadaan yang sudah sangat terang, di sampingnya ada genangan muntah yang membuatnya merasa jijik, sehingga dia pun menggeserkan tempat duduknya.
Heri menyandarkan tubuhnya ke dinding tembok yang berada di trotoar, matanya dipejamkan karena kepalanya masih terasa sangat pusing, orang-orang yang berjalan kaki terus melewatinya tanpa menghiraukan kesusahan Heri, karena mungkin mereka sudah biasa melihat Gelandangan seperti itu.
Heri terus menyandarkan tubuh, wajahnya tersinari oleh sinar matahari yang baru keluar membuat tubuhnya terasa hangat tidak menggigil kedinginan seperti tadi malam, lama-kelamaan keadaan Heri pun mulai terasa agak membaik sehingga dia mulai membuka matanya kembali, memperhatikan keadaan sekitar mencari-cari tongkat yang biasa ia gunakan.
Beruntung tongkat miliknya tidak ada yang mengambil dengan merangkak Heri pun mengambil tongkat itu, kemudian dia mulai mencoba untuk berdiri menggunakan tongkat kepalanya mulai terasa pening kembali namun Heri tetap menahan agar tubuhnya bisa terbiasa.
Setelah beberapa saat terdiam dan kepalanya tidak terlalu mengenut, akhirnya Heri mulai berjalan selangkah berhenti, dua langkah berhenti, Sampai akhirnya dia bisa berjalan meski dengan perlahan dan sangat gontai. Heri ingin secepat ya meninggalkan tempat itu agar dia bisa bertemu dengan makanan, supaya tubuhnya yang sakit segera sembuh
Langkah Heri terhenti ketika melihat ada warung nasi yang bagian depannya menggunakan etalase, untuk menontonkan makanan yang mereka jual, membuat jakun Heri terlihat turun naik membayangkan salah satu dari makanan itu melewati tenggorokannya.
"Kayaknya aku harus beristirahat di sana, kalau pun aku harus mati pasti ada orang yang akan mengetahui tentang keadaanku, berbeda ketika di trotoar tidak ada satu orang pun yang memperdulikan." putus Heri yang mendapatkan ide dengan segera dia pun berjalan menuju teras warung nasi itu.
Setelah sampai dia pun duduk di teras itu, dia tidak peduli kalau nantinya ada yang mengusir, dia akan terus berusaha agar tubuhnya bisa sehat kembali. merasa tidak kuat duduk Heri pun membaringkan tubuhnya untuk menetralisir rasa pusing di kepala.
Tak lama terdengar suara dari langkah kaki yang melewati tubuh Heri ada yang masuk ke dalam ada juga yang keluar dari restoran itu. tiba-tiba terasa ada yang jatuh di dekat tubuhnya membuat mata Heri yang sejak dari tadi terpejam mulai terbuka, ternyata ada uang Rp2.000 yang jatuh di sana.
"Alhamdulillahirobbilalamin, ternyata kalau orang baik mereka tidak harus berada di rumah-rumah mewah atau di tempat pembelanjaan yang besar, di warung kecil seperti ini kalau memang dasarnya baik, mereka akan tetap baik." gumam Heri sambil mengambil uang yang jatuh kemudian dimasukkan ke dalam saku bajunya, setelah itu Heri mulai memejamkan matanya kembali untuk menghilangkan rasa pusing di kepala.
Heri terus terbaring di teras itu, dia tidak mengganggu ketenangan orang yang mau makan dan orang-orang pun tidak mengganggunya, tapi ada sebagian orang yang merasa kasihan melihat kondisi Heri yang sangat dekil wajahnya dipenuhi dengan lebam, sehingga mereka pun menyisihkan rezekinya untuk dibagikan kepada orang yang kurang beruntung.
Keadaan pun semakin lama semakin siang, bahkan sudah memasuki sore hari. orang-orang yang makan sudah terlihat jarang hanya sesekali saja yang memasuki warung nasi itu sehingga para karyawan tidak terlalu disibukan.
"Di depan ada ada pengemis yang sedang tidur, Bagaimana ya cara mengusirnya?" tanya Andi terhadap rekannya yang bernama Wisma.
"Biarin aja kalau tidak mengganggu, kasihan kayaknya dia sangat kesusahan, wajahnya saja terlihat lebam." jawab Wisma yang memiliki Simpati tinggi dibandingkan teman-teman pekerjaannya.
"Tapi bagaimana kalau bos kita tahu, nanti kita kena omel lagi."
"Ah sejak kapan Pak Darsa memiliki hati sekejam itu, dia terlihat sangat menyayangi orang-orang yang kurang beruntung, dia tidak pernah mengusir pengemis selama mereka tidak masuk ke warungnya, lagian sekarang beliau sedang berada di luar kota." jawab Wisma yang menerangkan tentang bosnya yang sangat baik.
"Tapi kalau begini terus, nanti orang-orang yang makan tidak nyaman meski dia tidak mengganggu."
"Yah mau bagaimana lagi emang kenyataannya sudah seperti itu, biarkan saja nanti kita tanya kenapa dia tidur di teras kita. sekarang mendingan kita fokus ke pekerjaan masing-masing, soalnya sebentar lagi waktu makan malam akan tiba." ujar Wisma yang tidak terlalu memperdulikan keberadaan pengemis di depan restoran tempat kerjanya.
Suasana pun semakin lama semakin sore Hingga akhirnya malam pun tiba, benar apa yang dikatakan oleh Wisma orang-orang mulai berbondong-bondong mendatangi warung nasi yang menjadi favorit semua orang, sehingga para karyawan pun disibukan untuk menyiapkan pesanan para pelanggannya.
Kira-kira pukul 09.00, keadaan restoran pun sudah mulai sepi hanya tinggal Beberapa pelanggan yang masih mengobrol dengan teman-temannya tapi itu tidak lama, karena ketika pukul 10.00 Mereka pun mengosongkan restoran soalnya restoran itu hanya beroperasi sampai jam 10.00 lewat.
Setelah merapikan alat-alat masak dan makanannya. para karyawan pun bersiap-siap untuk pulang, kebetulan begitupun dengan Wisma setelah menyelesaikan pekerjaannya dia pun keluar dari restoran, terlihatlah Heri yang masih terbaring badannya bergetar seperti sangat kedinginan.
Merasa kasihan Wisma pun mendekat ke arah Heri sambil menunggu teman-temannya yang masih berada di dalam restoran, setelah sampai dia pun berjongkok sambil menghadap ke arah Heri.
"Bapak, bapak kenapa bapak tidur di sini?" tanya Wisma sambil memindai sekujur tubuh Heri yang terlihat sangat kotor.
Mendapat pertanyaan seperti itu, Heri tidak menjawab namun matanya terbuka kemudian menatap ke arah orang yang bertanya sorot mata yang menandakan bahwa dirinya sedang sangat kesusahan.
"La.....par....., lapar, lapar....!" hanya kata itu yang keluar dari mulut Heri kemudian dia pun mengeluarkan uang yang berada di saku bajunya, kemudian diserahkan sama Wisma membuat pemuda itu menatap heran ke arah Heri.
"Maksudnya apa Pak?" tanya Wisma yang masih diliputi kebingungan.
"Saya mau beli nasi....., nih uangnya....!" jawab Heri yang masih menyodorkan uangnya untuk dibelikan nasi terhadap Wisma, karena Heri tahu bahwa seragam yang dipakai oleh Wisma adalah seragam restoran tempat dia beristirahat.