Disiksa

1410 Words
Mendapat hardikan seperti itu, Heri tidak menjawab Dia hanya menatap heran ke arah orang yang baru saja melontarkan kata-kata kasar, karena dia selama bekerja menjadi pengemis, Baru kali ini mendapat perkataan yang sangat kasar dari teman seperjuangannya. "Eh beg0 kenapa kamu malah melongo, cepat sana pergi sebelum kamu merasakan akibatnya!" "Sebentar Pak, kita kan sama-sama pengemis. Kenapa saya tidak boleh mengemis di tempat ini?" "Emang benar-benar gobl0k kamu, karena kalau kamu mengemis di sini, orang-orang akan membagi uang terhadap kamu. sehingga penghasilan kami akan semakin sedikit, sudah sana pergi atau kamu rasakan akibatnya....!" ancam kakek-kakek itu dengan membulatkan mata. "Kita berbagi rezeki lah Pak, lagian uang tidak akan dibawa mati ini....," jawab Heri yang acuh seolah tidak menghiraukan ancaman itu. "Hahaha, kamu sudah bermain dengan ap, jangan mentang-mentang kalau hidup, awas tunggu pembalasanku....!" ancam kakek-kakek itu sambil pergi meninggalkan Heri. Heri yang merasa butuh dengan uang, dia tidak menghiraukan ancaman dari sesama pengemis. Dia tetap duduk di dekat pintu masuk sembari sesekali menadahkan tangan, ketika ada orang yang melewatinya. seperti ketika di lampu merah ada orang yang mengasihani, ada pula orang yang cuek. namun Heri merasa beruntung karena dia tidak harus susah-susah berjalan untuk mendapatkan uang recehan, meski hasilnya tidak sebesar ketika mengemis di lampu merah, tapi itu cukup buat makan sehari-hari. Sejam berlalu perut hari yang baru saja diisi nasi uduk mulai terasa keroncongan, hingga akhirnya dia pun memutuskan untuk mengisi perutnya terlebih dahulu dengan mencari makan di emperan trotoar, agar mengemisnya bisa lebih semangat. Heri Dia tidak menyangka, kalau gerak-geriknya terus dipantau oleh komplotan pengemis yang sudah lama mengais rezeki di halaman Mall. sehingga ketika dia beranjak pergi dari tempat duduknya, dia pun diikuti oleh beberapa laki-laki yang lumayan berbadan tegap dengan wajah yang sangat sangar. Ketika sudah berjalan jauh dari mall, karena tempat penjual nasi berada di ujung trotoar. tiba-tiba Heri ditarik ke gang sempit yang sangat sepi membuat mata Heri terbelalak kaget, namun ketika dia mau berteriak dia tidak bisa karena mulutnya dibekap oleh orang yang menangkapnya. "Risman ambil uangnya, Karena dia sudah berani mengganggu usaha teman-teman kita." ujar orang yang memegang tubuh Heri. Orang yang bernama Risman pun dia tidak menjawab hanya mengulum senyum, tanpa berpikir panjang dia pun menggeledah seluruh kantong baju dan celana Heri, sehingga uang Heri hasil mengemis hari itu dan sisa uang yang masih ada diambil semuanya. Melihat uangnya sudah diambil, Heri tidak menerima dia terus meronta-ronta bergerinjal untuk melepaskan cengkraman musuhnya. namun apalah daya Heri yang sudah berusia lanjut tidak sekuat tenaga laki-laki yang umurnya berada jauh di bawahnya, Dia hanya bisa mengeluarkan eregan kekesalan yang memenuhi dadanya. "Sudah semuanya?" "Sudah bos, banyak juga dia mengemis sampai dapat Rp50.000." "Wah lumayan bisa buat beli tuak malam ini." "Ya sudah ayo kita pergi, Nanti keburu ada orang yang memeragoki." ujar laki-laki yang sejak dari tadi terdiam karena dia takut diperogoki oleh orang lain. "Dengar kamu ya bangs4t, kamu jangan sekali-kali lagi menginjakkan kaki di tempat ini, karena tempat ini sudah ada yang punya. jadi jangan sampai kami berbuat tega dengan menghabisi kamu." ancam orang yang memegang Heri, sambil melayangkan tendangan ke lutut belakang sehingga Heri pun terjatuh. "Hahaha." ketawa orang-orang yang menyaksikan Heri yang bangkit kembali dengan membulatkan mata, merasa tidak terima diperlakukan semena-mena seperti itu. "Kurang ajar kembalikan uangku, Jangan kau ambil semuanya, karena uang itu bukan hasil mengemis dari tempat ini." Teriak Heri yang sudah bisa berbicara dia berlari menerjang ke arah orang yang tadi memegangnya, namun sayang Serangan yang dibarengi dengan amarah tidak memakai perhitungan, sehingga dengan mudah pemimpin Geng itu menghindari tinjuan Heri. Dia hanya menggeserkan tubuhnya ke arah samping kemudian menangkap tangan Heri yang hanya berhasil memakan angin. dengan segera dia pun menarik dan memelintir tangan Heri kemudian melayangkan pukulan ke arah telinga, membuat kepala Heri terasa pusing dan penglihatannya berkunang-kunang, sehingga dia pun tidak mampu menopang tubuhnya lagi. Tubuh Eri ambruk Di gang sempit itu, tapi dia tidak dikasih ampun, terasa beberapa tendangan yang terkena tubuhnya. Heri hanya bisa merintih menahan rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuh, setelah memastikan tubuhnya tidak bisa melawan lagi, ketiga orang itu pun terdengar tertawa terbahak-bahak seolah merasa bahagia sudah menjatuhkan musuhnya. "Sudah dikasih hati, minta jantung...! dasar pengemis tidak tahu diri, cuih......!" terdengar salah seorang yang berbicara sambil meludah ke arah Heri yang sudah tidak berdaya. Heri yang terkapar dia tidak bisa berbuat apa-apa, Dia hanya bisa mendengar suara langkah kaki yang menjauh darinya. Heri terus terbaring lemah tanpa bisa melakukan apa-apa, namun setelah sejam berlalu, Akhirnya dia pun mulai mencoba membangkitkan tubuh yang terasa sangat hancur. "Nasib, nasibku selalu sial seperti ini," gumam Heri sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding tembok tangannya memijat-mijat tubuh yang terasa sakit. "Kenapa tidak ada orang yang menolong, apa mereka sudah biasa menyaksikan kejadian seperti ini?" tanya Heri dengan perlahan memindai keadaan sekitar yang nampak sepi, meski berada di dalam gang dia tidak melihat ada orang yang lewat. "Dasar kalau sudah susah tidak kepalang tanggung, Uang sudah dicuri, sisanya pun dirampok. padahal aku tidak merugikan mereka, aku hanya meminta belas kasihan orang lain, bukan meminta belas kasihan mereka. Terus sekarang aku harus bagaimana, Uang sudah tidak ada Tubuh terasa sangat sakit, perut terasa sangat lapar. Awas kalian nanti kalau aku sudah kaya akan ku balas semuanya....!" ancam hati Heri yang diliputi oleh dendam. Setelah beberapa saat berlalu Heri pun mencoba membangkitkan tubuhnya untuk berdiri, terasa pinggangnya seperti patah, namun dia tetap berusaha bangkit untuk segera meninggalkan tempat itu, karena dia takut bertemu kembali dengan tiga preman yang sudah merampoknya. tapi sebelum pergi Heri yang masih merasa penasaran, karena Setelah lama dia terdiam di gang sempit itu tidak ada seorang pun yang lewat. akhirnya dia menyusuri Gang itu setelah berbelok satu belokan, ternyata Gang itu adalah yang buntu dan yang itu berada tepat di bangunan-bangunan ruko yang tidak dirapatkan, sehingga pantas saja tidak ada orang yang lewat. Melihat kenyataan yang sangat pahit, Heri tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya dia pun berjalan dengan gontai menggunakan tongkat yang kemarin di belinya, sekarang tongkat itu sangat berguna karena tubuh Heri benar-benar terasa sakit. Setelah keluar dari gang, dia pun menjauh dari area perbelanjaan agar kejadian serupa tidak terjadi kembali terhadap dirinya. dia terus berjalan menyusuri trotoar dengan langkah gontainya. matahari sudah berada di sebelah barat panasnya terasa sangat terik, meski tidak seterik tadi siang membuat Heri beberapa kali berhenti untuk mengumpulkan tenaganya kembali. Setelah agak lama berjalan, Akhirnya Heri pun duduk di trotoar yang jauh dari pusat perbelanjaan, dia mulai merenung kembali, karena hanya itu yang bisa Heri lakukan sekarang. "Uang sudah habis dicuri dan dirampok, perut terasa lapar. Harus bagaimana aku sekarang, apakah aku akan mati? Maafkan aku darmini, aku belum bisa membahagiakanmu. Maafkan aku yang tidak pernah mau menuruti keinginanmu, Mungkin sebentar lagi aku akan pergi meninggalkan dunia ini, karena mati kelaparan." umpat Heri sambil menyandarkan punggungnya ke dinding trotoar, matanya dipejamkan untuk menikmati rasa sakit di setiap sendi, akibat dari pukulan dan tendangan ketiga preman yang menyiksanya. Keadaan pun semakin lama semakin sore. Hingga akhirnya matahari pun tenggelam. sayap-sayap siang sudah tertutup digantikan dengan sayap-sayap malam Yang sebentar lagi akan terbuka. dari arah masjid terdengar orang-orang yang sedang bersholawatan mobil-mobil terus berlalu Lalang di jalan. Heri yang masih terlarut dalam kebingungannya, dia tidak beranjak dari tempat itu, dia tetap tinggal bahkan sekarang Dia terlihat memberikan tubuh, karena tiba-tiba saja kepalanya menjadi sangat pusing, tubuhnya sangat menggigil akibat siksaan yang belum pernah IA Derita. "Sudah susah jangan sampai sakit lah badan. masa iya aku akan mati di sini?" umpat hati Heri sambil menyelipkan tangannya ke paha, tubuhnya terlihat bergetar, kepalanya terasa panas, bahkan perutnya yang tadi terasa semakin lapar sekarang, berganti dengan rasa mual seperti mau muntah. "Oek.....! oek.....! Oek.....!" Tiba-tiba tubuh Heri pun terbangkit, kemudian dia memuntahkan isi perutnya. nasi kuning yang masih terlihat utuh, membuat dirinya semakin merasa mual, apalagi tidak ada air untuk menghilangkan rasa mual itu sehingga Heri terus muntah-muntah. "Haduh, haduh....! Ya Allah kenapa engkau tega menyiksaku seperti ini, apa salahku sampai aku harus mengalami hidup susah seperti sekarang?" tanya Heri di sela-sela muntahannya. Namun tidak ada seorangpun yang menjawab, karena kalau dia mau berpikir dengan akal Sehatnya. kesengsaraan yang sedang dialaminya itu adalah buah keinginan yang tidak sesuai dengan keinginan orang-orang pada umumnya, Di mana orang lain ingin mendapat kesuksesan mereka akan bekerja keras, bukan mencari jalan pintas yang belum pasti keberadaannya. Merasa tidak kuat dengan apa yang menimpanya, akhirnya Heri pun membaringkan tubuhnya kembali sehingga lama-kelamaan dia pun tertidur dalam keadaan yang sangat mengkhawatirkan, dia tertidur di atas trotoar yang di sampingnya ada genangan muntah yang sangat menjijikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD