Sesuai perencanaan yang sudah dijadwalkan sebelumnya, Jean bersama dengan yang lainya kembali ke kota. Jean harus memulai pekerjaannya besok dan Andi juga harus bersekolah, hal itulah yang menjadi kendala mengapa mereka tidak bisa menikmati waktu liburan mereka dengan puas. Sebenarnya Andi sendiri cukup puas dengan liburan kali ini, meskipun ia tidak banyak menghabiskan waktunya bersama dengan Jean. Apa lagi alasannya kalau bukan karena hadirnya Shania di antara mereka.
"Bagaimana? Apa kamu senang dengan liburan kali ini?" tanya Jean sembari menatap Andi melalui spion yang ada di dalam mobil.
Andi yang duduk di belakang tampak mengangguk. "Iya, Pa. Terima kasih," katanya. Namun, di detik selanjutnya ia langsung menoleh pada Shania yang duduk di sebelahnya.
"Kakak gimana? Apa kakak juga senang?" Anak itu mengajukan pertanyaan yang sama kepada Shania.
Shania mengukir senyum, ia tidak tahan untuk tidak ikut senang melihat keceriaan Andi. "Iya," jawabnya. Seketika itu, kedua mata mereka membentuk bulan sabit dengan gigi-gigi putih yang selalu ingin menunjukkan diri mereka.
Dari kaca spion itu juga, Jean dapat melihat interaksi keduanya. Laki-laki itu merasa bersyukur atas kebahagiaan yang terpancar dari wajah anaknya itu. Tanpa sadar ia jadi ikutan tersenyum, tapi senyuman itu menjadi pudar dan tenggelam karena ulah Bella yang sedari tadi memperhatikan cara Jean mengemudi mobil tapi malah fokus ke lain. Wanita itu tampak kesal, terlihat dari bibirnya yang mengerucut.
"Bisa gak, kalau bawa mobil itu matanya lihat depan," katanya dengan nada jealous.
Langsung saja Jean meminta maaf kepada wanita itu, tapi hal iti tetap ditanggapi dengan ketidak sukaan oleh Bella. Sedari malam Bella memang masih menyimpan amarah kepada laki-laki yang menyandang status pacarnya itu. Rasa amarah itu sepertinya tidak berkurang sedikitpun. Jean sendiri sebenarnya sedikit merasa repot menghadapi sikap Bella yang kekanak-kanakan.
Bersama selama lebih dari satu tahun, Jean sudah sangat mengenal bagaimana sifat Bella yang berhasil meluluhkan hatinya. Namun, setelah wanita itu gencar menagih tentang masalah pernikahan kepadanya, hampir jarang bagi keduanya untuk bisa berinteraksi dengan sangat akur. Bella selalu saja menyeret pernikahan setiap saat yang menjadi pemantik untuk keduanya beradu argumen. Bella yang ingin agar permintaannya dituruti dan Jean yang selalu berusaha agar Bella mengerti.
*****
Keinginan Shania sebenarnya sangat sederhana, hanya ingin setelah sampai di rumah nanti ia bisa langsung beristirahat merebahkan diri untuk mengisi daya tubuhnya. Namun, sepertinya hal itu sangat sulit atau bahkan hampir mustahil untuk ia lakukan karena mengingat di mana dan sebagai siapa ia di rumah ini.
Shania hanyalah seorang pembantu, ingat itu! Yang artinya tidak pantas merasakan kenikmatan malas-malasan dan rebahan sebelum pekerjaannya selesai. Meskipun ia adalah pengasuh, tapi waktu istirahat totalnya untuknya adalah hanya di malam hari saja. Sedangkan sekarang ini siang hari masih terlalu panjang untuk menuju malam hari. Mau tidak mau, suka tidak suka Shania harus tetap menjalani aturan.
Lumayan juga kan semenjak ia tinggal di sini Shania telah mendapatkan banyak sekali pelajaran tentang perjuangan hidup dalam mencari sesuap nasi. Shania yang dikenal oleh banyak orang adalah seorang putri dari keluarga tajir, sudah bisa menghasilkan uang melalui keringatnya sendiri dengan cara melakukan pekerjaan fisik. Dalam haluan Shania, dengan kualifikasi yang ia miliki sekarang ini sepertinya ia sudah bisa menerima undangan untuk masuk ke stasiun-stasiun TV terkenal.
Saat mobil itu berhenti tepat di pekarangan rumah Jean, saat itulah Shania sadar dari lamunannya. Andi yang sepanjang perjalanan pulang tertidur dengan bersandar di bahunya, juga menjadi terbangun dan langsung menggeliat. Shania yang menyaksikan ini, terkekeh geli. Lucu saja melihat wajah polos yang Andi miliki saat baru bangun tidur.
"Sudah sampai?" tanya Andi yang masih setengah sadar.
Shania mengangguk, "iya," katanya sembari tersenyum.
Meski masih dalam keadaan kantuk, saat turun Andi tetap tidak lupa mengajak Shania untuk turun bersama dengannya. Shania menuruti, tapi ia tidak ikutan masuk bersama dengan Andi dikarenakan ia harus membantu membawa barang bawaannya dan majikannya masuk ke dalam. Shania tidak ingin kejadian seperti kemarin terulang kembali, walaupun sebenarnya sudah ada pelayan rumah yang di sana yang membantu membawa barang-barang itu.
Shania memilih mengangkat koper dan satu kardus tidak terlalu kecil namun juga tidak besar yang berisi cendramata. Gadis itu sedikit kepayahan karena bobot dari kedua benda tersebut lumayan menggugah tenaganya.
Shania berjalan dengan mata yang mengarah lurus ke depan, ia tidak bisa melihat bagaimana kedua kakinya melangkah lantaran terhalang oleh kardus yang dibawanya dengan cara menghadap ke depan. Saking kakunya, Shania sampai tidak bisa melihat sebuah batu kecil yang terdapat di tengah jalan yang akan ia lewati. Tidak diragukan lagi, batu itu menyebabkan ujung kaki Shania menabrak tanpa bisa mengelak.
"Akhhh ...."
Shania benar-benar harus berterimakasih kepada Jean karena kalau tidak ada laki-laki itu, Shania sudah terjerembab ke tanah dengan gaya yang amat sangat tidak indah. Sungguh suatu hal yang beruntung, saat Shania hampir terjatuh tadi Jean dengan sigap menahan tubuh gadis itu. Keduanya seperti tengah melakukan adegan yang sering ada di dalam drama Korea.
Hal yang paling menakjubkan lagi, isi dari kardus kecil itu langsung berhamburan dari atas dan turun secara perlahan menghujani dua insan tersebut. Pemandangan itu sangat manis dan romantis. Untuk beberapa saat mata mereka saling bertemu, baik Shania maupun Jean belum juga tersadar akan posisi intens yang dilihat oleh Bella dengan mata kepala langsung. Bella geram, segera ia menginterupsi kegiatan mereka.
"Laras, Lepas!" Serunya dengan teriakkan yang menggelegar. Hal itu manjur untuk membuat kedua orang itu saling menjauh.
"Bisa-bisanya ya kamu bersikap begitu sama majikan kamu. Dasar kampungan, tidak tahu malu," bentak Bella kepada Shania, sembari menunjuk tepat ke arah wajah Shania. Gadis yang dibentak itu hanya bisa menunduk dalam, tidak bisa membalas ucapan Bella karena ia juga merasa bersalah. Meskipun tidak sengaja, tapi lagi-lagi ia telah memantik keributan di sini.
"Ya ampun, bulu-bulu kesayanganku."
Mata Bella langsung membola ketika melihat apa yang telah diperbuat Shania terhadap barang miliknya. Ia segera menarik kasar tubuh gadis itu. "kamu lihat, apa yang telah kamu lakukan sama bulu-bulu mahal itu. Bulu-bulu itu berhamburan di lantai dan itu semua karena kamu. Benar-benar pembantu gak guna, bisanya cuma merugikan atasannya saja," ucapnya. "Mas, sudah aku bilang kan dari semalam, kalau kerja dia itu gak becus. Kamu tahu sendiri harganya berapa dan kamu juga tahu akan aku gunakan untuk apa bulu-bulu itu, pake gajinya seumur hidup pun gak akan pernah mampu buat beli sehelai bulu itu. Pokoknya aku gak mau tahu, kamu harus pecat dia sekarang juga," lanjut Bella, sembari bergelantungan di tangan Jean.
Shania juga ikutan terkejut. Dengan usaha yang ia bisa, gadis itu mencoba mengumpulkan kembali bulu-bulu dari binatang langka dan mahal itu ke dalam kardus. Ia sangat ketakutan mendengar kata 'pecat'. Walaupun ia tahu kalau kesalahannya ini tidak akan mudah untuk mendapatkan permaafan, tapi Shania masih mencoba mengharap semoga saja Jean tidak mendengarkan kata Bella untuk memecatnya.
Menghela napas panjang, Jean menarik pelan tangan Bella yang menempel pada lengannya. Dengan menatap tulus mata Bella, Jean berlanjut berkata. "Bella, masalah bulu-bulu itu, nanti aku yang akan ganti. Kita tahu kalau sebenarnya Laras itu gak sengaja dan semalam kita juga sudah bahasin tentang ini. Aku gak bisa mecat Laras," ucap Jean. Meskipun sebenarnya bulu-bulu itu juga dibeli Bella menggunakan uangnya
Untuk suatu alasan yang khusus, Jean lagi-lagi terpaksa menolak permintaan Bella dan tentu saja Bella sangat marah dan kecewa, merasa ia telah dikhianati oleh Jean. Menghempas kasar tangan Jean, ia langsung berlalu dari sana masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.
Sedikit tidak percaya dengan apa yang ia dengar, Shania bangkit dari posisi jongkoknya karena benda-benda halus itu sudah selesai ia kumpulkan. Shania berjalan mendekat ke arah Jean.
"Tuan, t-terima kasih banyak," ucap wanita itu.
Jean hanya membalas dengan senyuman dan anggukan, ia lalu berlalu dari sana tanpa mengucapkan sepatah katapun. Shania sekarang hanya bisa menatap punggung Jean yang perlahan hilang tertelan pintu masuk rumah.