Shania berjalan dengan mengekor Jean di depannya. Tubuhnya masih terbalut sweater biru milik Jean. Sepanjang melangkah ia tidak mengeluarkan kata-kata, Jean pun begitu. Saat keduanya masuk ke dalam rumah ...
"Kak Laras!" seru Andi yang langsung berlari ke arah Shania untuk memeluk gadis itu.
Shania lumayan tersentuh sekaligus merasa sangat bersalah. Tidak seharusnya ia membuat seisi rumah khawatir, seharusnya ia bisa lebih dewasa dalam menghadapi masalahnya sendiri.
"Kakak dari tadi ke mana aja? Andi kira Kakak bakalan pergi dan gak akan kembali," kata anak itu. Ia mendongak, menatap Shania dengan binaran yang sukses menghipnotis mata gadis itu. Selama ini, belum pernah sekalipun ia bertemu dengan seorang anak yang memiliki ketulusan seperti Andi.
"Maafin Kakak, Tuan Muda. Kakak se—" ucapan Shania terpotong lantaran Andi langsung menutup jalan keluar suara gadis itu.
"Stttts ... Yang harus minta maaf itu Andi, Andi yang salah karena udah ninggalin Kakak di istana pasir tadi," ucap anak itu, dengan santainya melimpahkan kesalahan Shania padanya.
Plak, Plak, Plak
"Bagus ya, karena perbuatan kamu semua anggota rumah jadi heboh. Liburan keluarga kami jadi berantakan kayak gini, bagusnya tadi kamu gak usah aja kembali ke sini lagi," ucap Bella yang datang-datang langsung mencibir Shania. Shania cuma bisa menunduk dalam, gadis itu merasa kalau ia memang pantas mendapatkan ini. Meskipun Jean tidak ingin memarahinya, setidaknya ia bisa mendapatkan hak itu dari Bella.
"Maafkan saya, Mba—Nyonya," kata Shania dengan posisi yang masih menatap ubin lantai.
"Maaf saja gak cukup untuk nyelesain ini semua. Kamu tahu, gara-gara kamu pacar saya harus repot buang waktu dan tenaganya cuma untuk seorang pengasuh rendahan kayak kamu," ucap Bella dengan nada yang semakin meninggi, raut kemurkaan terpampang jelas menghiasi wajah yang menampung berbagai macam warna kosmetik.
"Bella!" Peringat Jean, laki-laki itu tidak ingin Bella berkata sekasar itu di hadapan Andi. Ia tidak ingin Andi jadi terpengaruh dengan apa yang wanita itu katakan.
Mendengar tanda peringatan dari Jean, Bella jadi semakin terbawa suasana. "Apa Mas? Kamu mau belain dia? Bela aja, bagi kamu posisi aku di sini 'kan gak terlalu penting, makanya kamu berusaha mati-matian buat bawa pulang pengasuh gak guna kamu itu," ucapnya dengan tingkat emosi level tiga, tidak lupa ia juga mengarahkan jari telunjuknya tepat pada wajah Shania.
"Udah Bella, ini sudah larut malam. Sebaiknya kita istirahat sekarang karena besok kita sudah harus kembali ke kota," ucap Jean selembut lembutnya. Ia berusaha agar Bella mau mengerti tentang keadaan.
Namun, sayangnya Bella tidak ingin mengalah. Ia semakin menjadi-jadi mengeluarkan kata-k********r tanpa memedulikan Andi yang mendengar kalimat yang wanita itu lontarkan. Karena tidak tahan, segeralah ia menarik tangan wanita itu, membawanya masuk ke dalam. Sebelum itu, Jean menitipkan pesan agar Shania dan Andi juga beristirahat.
Sekarang tertinggallah hanya Shania dan Andi saja. Shania sekarang semakin merasa bersalah. Jika saja ia tidak terlalu kekanak-kanakan tadi, Jean dan Bella tidak akan mungkin bertengkar seperti ini dan Andi juga tidak akan menyaksikan perdebatan itu secara langsung. Perbuatannya ini memang sudah melewati batas seharusnya.
"Kakak lihat sendiri, 'kan? Betapa tidak baiknya sifat Tante Bella?" tanya Andi seolah-olah ia telah memenangkan taruhan karena telah berhasil membuktikan sesuatu kepada Shania.
"Eh?" Shania cukup terkejut dengan respons Andi atas pertengkaran yang terjadi di depan mata mereka barusan.
"Tante Bella orangnya keras, Andi gak mau punya Mama tiri kayak dia. Andi takutnya bakalan jadi kayak Cinderella yang selalu dijahati sama ibu dan saudara-saudara tirinya," ucap Andi.
Shania semakin terkejut, sedikit tidak menyangka kalau Andi akan berpikiran sampai ke situ. Shania sama sekali tidak menyangkal ucapan anak itu karena ia merasa ucapan Andi ada benarnya. Meskipun ia merasa bersalah atas ini semua, baik kepada Jean, Andi maupun Bella, tapi itu bukan berarti Shania akan menutup mata atas kebenaran yang ia ketahui tentang diri Bella.
"Kakak pasti capek, ayo sekarang kita masuk," ajak Andi. Shania pun mengangguk, menuruti apa yang Andi katakan padanya.
****
"Aku memang marah sama dia, tapi ini semua karena kamu. Kenapa kamu kasihkan baju kamu sama si Laras kampung itu? Apa kamu ada rasa sama dia, hah?"
Bella dan Jean melanjutkan perdebatan mereka di dalam kamar. Emosi Bella benar-benar tidak bisa terbendung lagi, wanita itu tidak mau mengalah sedikitpun kepada Jean. Kemarahannya semakin tersulut lantatan melihat sweater yang dikenakan oleh Shania tadi, ia tahu itu adalah milik Jean dan hal itu membuatnya cemburu.
"Bella, apa yang kamu pikirkan. Itu adalah murni karena aku kasihan pada Laras." ucap Jean.
"Kalau gitu aku mau kamu pecat dia," kata Bella, menginginkan pembuktian.
Jean menatap Bella tidak percaya, bagaimana bisa wanita itu bisa berkata seperti itu hanya karena masalah sepele seperti ini. Pemecatan adalah sesuatu yang berlebihan dan Jean sama sekali tidak pernah berpikiran untuk melakukan itu kepada Laras.
"Maafkan aku Bella, Aku tidak bisa. Aku 'kan pernah cerita sama kamu tentang bagaimana nasib yang dialami Laras, dia sudah tidak punya tempat lagi selain di sini," ucap Jean, berharap Bella akan mengerti.
Bella memutar bola matanya karena jengah. "Aku sudah tahu dari awal, pasti kamu bakalan bilang kayak gitu. Oleh karena itu, aku sudah nyiapin tempat lain sebagai tempat pengganti untuknya bekerja. Dia adalah teman dekat aku, kebetulan dia juga lagi butuh banget seseorang yang bisa jadi pengasuh untuk anaknya," ujar Bella, memberitahukan apa yang sudah ia rencanakan sedari awal.
Lagi-lagi Jean menatap wanita yang memiliki status sebagai pacarnya itu dengan tatapan tidak percaya.
"Tidak, tidak. Aku tidak mau, aku tidak ingin Andi jadi kecewa dengan keputusan kita ini." Jean berucap sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Setelah keluarga wanita itu, sekarang kamu juga mau pake Andi sebagai alasan. Apa kamu gak berlebihan, Mas? Ahhh ... Aku tahu, sepertinya kecurigaan ku bener, kamu memang ada rasa sama wanita itu, 'kan?" tanyanya dengan volume suara yang semakin meninggi.
Jean menarik napas panjang. "Bella, kita berdua memiliki keinginan besar 'kan yaitu menikah. Persyaratannya terletak pada Andi. Kalau kita ingin impian itu benar-benar terwujud, kita harus mengambil langkah hati-hati. Aku tahu, sepertinya Andi itu sangat menyayangi Laras. Jadi kalau kita pecat Laras, Andi pasti akan semakin membenci hubungan kita. Dia tidak akan pernah mau memberikan kita ijin," jelas Jean panjang lebar.
Bella kemudian menggenggam kedua telapak tangan Jean. "Justru itu, karena ada Laras anak kamu itu jadi semakin gak mau deketan sama aku. Pokoknya aku mau kamu pecat dia. Masalah Andi yang kecewa, kamu tenang aja, ujung-ujungnya dia pasti akan menerima itu juga."
"Tidak, aku tetap tidak bisa," tolak Jean mentah-mentah. Sebenarnya ada suatu alasan lain kenapa Jean tidak ingin Shania sampai dipecat, dan alasan itu akan ia tutupi dari Bella.