Waktu berlalu dengan begitu cepat, sudah dua hari semenjak Shania pulang berlibur. Seperti malam sebelumnya, Shania masih saja terlihat gelisah dan sulit untuk tidur. Ia terus kepikiran tentang pembicaraannya dengan Vanya waktu itu. Tidak ada detik yang Shania lalui tanpa merasa gelisah. Ia sangat ingin mengetahui kabar terkini tentang kabar ayahnya sekarang.
Bohong jika ia mengatakan tidak ingin bertemu dengan ayahnya, tapi yang menjadi halangan adalah karena ketakutannya. Rasa takut akan perjodohan dan rasa khawatir akan kondisi kesehatan ayahnya memiliki bobot yang seimbang sehingga Shania menjadi bimbang untuk memilih di antara keduanya.
Karena lagi-lagi susah untuk menuju mimpi tidurnya, Shania memilih menyerah untuk memaksa. Ia tidak ingin terus-terusan menyiksa alam bawah sadarnya. Melihat langit malam yang begitu terang, mendorong Shania untuk keluar dari rumah. Gadis itu menunju taman di samping rumah. Memandangi bintang-bintang sembari duduk di bangku ayunan.
Ia termenung sendiri, entah kenapa ia ingin sekali mencari teman bicara. Berbicara dengan bintang milik ibunya saja tidak cukup karena ia tidak bisa mendapatkan jawaban dari pertanyaan.
Jika dulu ia Memiliki Fika sebagai pendengar yang baik ketika ia mencurahkan isi hatinya, sekarang sudah tidak lagi. Tidak hanya keluarga, bahkan ia juga telah meninggalkan Fika sahabat satu-satunya.
Ngomong-ngomong tentang Fika, Shania jadi penasaran bagaimana kabar terbaru tentang sahabatnya itu. Terakhir kali mereka bertemu di kafe dekat kampus mereka, waktu itu Fika bercerita padanya kalau ia sudah menemukan tambatan hati dan sedangkan berusaha untuk mendapatkan sosok tambatan hati itu.
Sebenarnya Shania belum mengetahui siapa laki-laki yang Fika maksud karena Fika mengatakan bahwa mereka berkenalan lewat sosial media dan Fika sendiri juga sama sekali belum bertemu secara langsung. Bisa dikatakan kalau hubungan mereka itu hanya sebatas virtual saja, tapi anehnya Fika berkeyakinan kalau laki-laki yang sering bertukar kabar melalui ketikan dengannya itu adalah laki-laki yang menjanjikan, makanya ia berani membuat janji pertemuan dua hari kemudian setelah pertemuan mereka di kafe itu.
Shania penasaran apakah hasilnya sesuai dengan ekspektasi Fika atau malah sebaliknya. Ahhh ... Andaikan ia tidak menghadapi masalah perjodohan, pastinya ia adalah orang pertama yang akan mendengar hasil dari hubungan Fika dengan pacar virtualnya itu.
Fika adalah tipe sahabat yang hiperaktif, supel, dan banyak bicara. Walaupun secara biologis usianya lebih tua beberapa bulan, tapi seringkali Shania lah yang bersikap layaknya kakak untuk Fika. Shania menyayangi Fika lebih dari apapun, begitupun sebaliknya. Bayangkan saja persahabatan mereka sudah terjalin lebih dari belasan tahun, saat mereka baru memasuki Tk sampai sekarang ini.
Apapun hasil yang didapatkan oleh Fika, Shania mendukung tanpa syarat. Gadis itu juga percaya kepada sahabatnya itu, kalaupun hasilnya adalah ketidaksesuaian pastinya Fika tidak akan sedih karena terlepas dari sifatnya tadi.
*****
Merasa udara malam yang menyengat kulitnya semakin terasa dingin, Shania memilih untuk kembali ke dalam rumah. Ia tidak ingin dirinya sampai jatuh sakit karena besok ia sudah harus kembali bekerja.
Kaki-kaki jenjang Shania mendadak berhenti bergerak melangkah lantaran ia merasa ada sesuatu yang mengganjal terjadi tepat di hadapannya. Dari tempat ia berdiri, ia melihat sosok Bella baru saja keluar dari lorong yang sama dengan lorong yang akan Shania lewati untuk menuju kamarnya. Hal itu teramat mencurigakan karena wanita itu terlihat mengendap-endap dan di tangannya juga membawa keranjang kosong yang ukurannya lumayan sedang.
Tidak ingin dipergoki oleh Bella, Shania kemudian memilih untuk bersembunyi di balik tembok. Setelah yakin kalau Bella benar-benar sudah meninggalkan tempat itu, barulah Shania keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan masuk ke kamar. Meski ia merasa kalau Bella pasti telah melakukan sesuatu, tapi Shania tetap ingin berpikir positif.
Namun, tetap saja apa yang dilakukan Bella tadi sangat mencurigakan. Daerah lorong yang telah wanita itu masuki hanyalah daerah kamar semua pelayan rumah ini termasuk kamar milik Shania sendiri. Jadi, untuk apa Bella ke sana apalagi ini sudah larut malam.
Saat Shania menarik knop pintu kamarnya, pintu itu langsung terbuka dengan sendiri. Shania berpikir sejenak, apa sewaktu keluar tadi ia lupa mengunci pintu. Entahlah, Shania tidak bisa mengingat hal kecil itu. Oleh karenanya Shania menjadi masa bodoh dengan berpikir kalau ia tadi memang tidak benar-benar menutup pintu kamarnya.
Setelah memasuki kamarnya, gadis itu langsung menaiki ranjang sederhana miliknya. Ingin segera melepaskan penat yang tertampung banyak dalam tubuhnya. Gadis itu menghela napas, berharap kali ini bisa dengan mudah untuk menuju alam mimpi.
Detik demi detik Shania lalui dengan diam sampai ketika mata gadis itu hampir redup termakan suasana hening. Namun mata Shania tiba-tiba mekar sempurna saat ia merasa ada sesuatu yang aneh yang bergerak di bawah kakinya dan itu menggelikan sekaligus membuat Shania merinding. Dengan segera ia melemparkan selimut itu ke lantai. Seketika Shania langsung terkejut melihat apa yang ada di bawa kakinya itu.
"Ular!!!" Melolong Shania dengan raut histeris karena ketakutan. Hewan berbisa itu mendirikan kepalanya sembari menatap tajam wajah Shania, gadis itu semakin takut tatkala ular itu menjulurkan lidahnya yang panjang ke arah Shania. Jarak keduanya sekarang ini tidak lebih dari dua meter.
Shania tahu hewan itu adalah jenis ular yang memiliki tingkat racun yang tidak bisa dianggap remeh karena sekali di gigit akan memberikan dampak kesakitan yang teramat sakit bahkan dapat menyebabkan orang yang menerima racun itu menjadi kehilangan nyawanya.
Shania tidak bisa berbuat apa-apa selain ketakutan dan berdiam diri di tempat tanpa bergeser sedikitpun karena gadis itu tidak bisa menghadapi kemungkinan kalau hewan melata tersebut mendadak menerjangnya akibat perubahan gerak-gerik yang Shania buat.
Namun, secara tiba-tiba ular itu perlahan mendekati Shania dengan masih menjulurkan lidahnya yang panjang. Shania yang ketakutan memegang tiang penyangga yang terdapat di atas kepala ranjang tidurnya.
"Hushh-hushh ... Pergi!" Shania berusaha mengusir hewan tersebut dengan cara melemparnya menggunakan bantal yang adalah di sampingnya, tapi, lemparan malah melesat ke lain. Ular tersebut ternyata tidak terima karena Shania hampir berhasil melukainya. Ia kemudian menjulurkan lidahnya tepat ke arah kaki Shania, kalau saja gadis itu tidak hati-hati mungkin kaki sudah menjadi korban ular tersebut.
"Tolong! Tolong!" teriak Shania dengan nada yang menangis, ia sangat berharap akan ada seseorang yang datang menolongnya.
"Hushh ... Hushhh ...." Usir Shania lagi, kali ini menggunakan tangannya. Tapi, ular itu sangat ahli mengelak.
Saat ular itu semakin mengikis jarak di antara mereka berdua dan mengambil ancang-ancang untuk membidik lidahnya agar mendarat pada tubuh Shania, Shania lalu berteriak dengan sangat kencang.
"Tolong!! Akhhh ...."
Bruk
"Laras?!"