Ancaman

1168 Words
Di sisi lain, di balik gedung tua dengan nuansa sangat gelap tanpa penerangan sama sekali. Ada seseorang duduk dengan kepala dibungkus sebuah karton, dengan kedua kaki dan tangan terikat di kursi. Dan mulut tertutup rapat oleh gumpalan kain. Laki-laki itu terus saja mencoba untuk lari, tapi usahanya sangat nihil di saat lampu terang mobil mengenai tepat di tubuhnya, cahaya terangnya membuat dia seketika gemetar. “Emmm.. em...” desah laki-laki itu mencoba memberontak. Tap.. Tap... Tap.. Suara berat langkah kaki itu membuat laki-laki terikat itu bergidik takut. Aroma mencengkam mulai memenuhi penjuru ruangan gelap hanya sinar dari cahaya lampu terang mobil yang nampak sangat terang di depannya. Membuat ke dua matanya silau. Tap... tap.. Tap.. Suara langkah kaki itu semakin dekat, dan berhenti tepat di samping tawanannya yang sudah tidak berdaya itu. Laki-kaki itu mengeluarkan senjatanya, dan mulai menarik penutup kepalanya, yang menutupi laki-laki tawanannya itu. Dengan senyum licik laki-laki itu memandang laki-laki paruh baya di depannya. “Nando?” ucapnya terkejut. “Apa kabar, om.” Suara berat seorang laki-laki muda dengan balutan jas hitam dengan kancing kemeja sedikit terbuka di bagian kerah. Dan dasi terlihat tertarik sedikit berantakan. Dia tertawa menggema sambil menepuk-nepuk pipi laki-laki paruh baya itu pelan. “Lama sekali, kita tidak jumpa.” Lanjutnya, berbisik pelan, dengan badan sedikit menduk. “Tolong.. Jangan bunuh aku,” rengeknya sembari menangis memohon padanya. Nando menarik sudut bibirnya tipis, “Apa katamu? Setelah apa yang kamu lakukan beberapa tahun lalu. Hampir saja menjebloskan aku ke dalam penjara, tuan Azura. “Aku mohon pada Anda,” ucap Azura memohon. Dan hanya dibalas dengan senjata yang menyentuh wajahnya perlahan memutar, laki-laki tawanan itu semakin gemetar ketakutan, kedua matanya memutar melihat arah senjata itu. Membuatnya hanya bisa menelan ludahnya susah payah menahan takut. “Tolong.. Tolong, lepaskan saya,” suara serak dan beratnya seakan sulit untuk berkata lebih. Wajahnya memelas, dengan wajah yang dipenuhi darah segar yang masih menetes. Sebelumnya anak buat orang misterius itu datang dan meluapkan emosi sesuai dengan perintah tuannya. “Kamu minta tolong?” bisik laki-laki itu. “Kamu sudah membuat masalah denganku, jadi kau minta imbalan sesuatu darimu.” “Baik, aku rela jadi korban kamu.” Tegas laki-laki paruh baya itu. “Tapi jangan pernah meminta hal lebih lagi,” lanjutnya. “Aku tidak mau,” jawab Nando dengan senyum sinisnya. “Yang aku mau hanya gadis kamu yang imut itu,” Mendengar kata itu, Azura merasa terbakar. Dia tidak mau anak satu-satunya menjadi korban kekejaman Nando. “Sebenarnya apa yang kamu inginkan?” teriaknya, menggema. Dan diselingi tawa kompak para pengawal dan Nando dan Arion. Salah satu laki-laki tampan datang lagi berjalan, dengan wajah penuh dengan aroma mencengkam. Tatapannya sangat tajam dan dingin, berjalan menembus gelapnya gedung di balik mobil, dengan kedua tangan di atas sakunya. Dia menarik bibirnya sinis. “Kamu urus dia,” ucap Nando pada temannya. “Baiklah, serahkan saja padaku. Aku akan membuat dia bertekuk lutut padamu,” “Aku mohon, lepaskan aku. Dan jangan ganggu anakku satu-satunya.” Azura tidak berhenti terus memohon. “Aku ingin melepaskanmu. Emm, tapi aku hanya ingin putri cantik kamu itu mau menandatangani pernikahan kontrak ini.” Ancamnya, mengeluarkan sebuah kertas putih. “Kertas ini sudah aku berikan padanya.” Lanjutnya. “Jangan ganggu istriku,” bibirnya semakin bergetar hebat, “Ini tidak ada hubunganya dengan nya, tidak ada!” dia merengek sembari menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Dan ikatan kaki dan tangan nya seakan menyiksanya perlahan. Bahan Azura tidak berhenti terus memberontak bergerak dari kursinya, membuatnya semakin tersiksa perlahan. Iya, seorang laki-laki di depannya, Nando adalah presdir dari perusahaan Diamond group, dan dia juga ketua terbesar dari para ketua di dunia. Perusahaan yang dia pegang semakin hari semakin bertumbuh pesat karena statusnya sekarang. Laki-laki muda berumur 22 tahun itu terlihat sangat keji. Dan bukan terlihat lagi, dia memang terkenal sangat kejam dalam menghabisi setiap orang yang berani menentangnya. Wajah tampannya hanya sebagai hiasan dalam semua tidakkan yang pernah dia lakukan. Namanya adalah Delino Fernando edward, biasa dipanggil dengan tuan muda Fernan. Wajah tampan, dengan alis tebal, hidung mancung, dengan bibir seksi yang terlihat sangat menggoda. Dagunya sedikit tertarik, membuat wajah tamannya jauh terlihat lebih manis idaman para wanita cantik. Dia punya istri cantik bernama Aqila Salsabila, biasa dipanggil dengan Sasa. Mereka menikah muda karena sebuah perjodohan. Tapi perlahan pernikahan itu berubah menjadi cinta. Dan cinta perlahan pudar hanya karena sosok wanita lain yang membuat hatinya terpikat saat ini, dia bahkan melakukan berbagai cara agar bisa mendapatkan dirinya termasuk melukai ayah kesayangan. Tetapi dari pernikahannya dengan istri pertama tidak mempunyai anak sama sekali, dan itu yang membuatnya merasa sangat bosan. “Telefon putri kamu sekarang,” ucap lantang laki-laki muda itu pada seorang pria paruh baya yang sudah tidak berdaya di depannya. “Aku mohon padamu. Biarkan saya yang menebus semuanya, ini bukan kesalahan putri saya,” “Aku hanya ingin anak kamu. Apa kamu lupa jika aku tertarik dengan,” laki-laki itu berjalan memutar ke belakang, dengan senjata yang masih tepat mengarah pada laki-laki paruh baya, dia tidak hentinya terus mengancamnya. Laki-laki paruh baya itu menunduk, mencoba menghilangkan rasa gentar ketakutan pada tubuhnya. Dia menarik nafasnya dalam-dalam, menenangkan hatinya sejenak untuk menimang-nimang apa yang dikatakan pemuda tampan di depannya. “Berikan saya waktu,” “Kenapa? Apa wanita itu tidak takut jika kehilangan ayah kesayangannya ini,” jemari tangan laki-laki itu menarik dagu pria di depannya. Dia menodongkan senjata sebagai ancaman untuknya. “Jangan bawa anak saya, ini karena kesalahan saya. Saya mohon pada Anda, bebaskan putriku, maka aku akan menerima semua hukuman kamu.” Ucapnya menggebu. Laki-laki paruh baya itu menunduk, mencoba menghilangkan rasa gentar ketakutan pada tubuhnya. Dia menarik nafasnya dalam-dalam, menenangkan hatinya sejenak untuk menimang-nimang apa yang dikatakan pemuda tampan di depannya. “Berikan saya waktu,” “Kenapa? Apa wanita itu tidak takut jika kehilangan ayah kesayangannya ini,” jemari tangan laki-laki itu menarik dagu pria di depannya. Dia menodongkan senjata sebagai ancaman untuknya. “Jangan bawa anak saya, ini karena kesalahan saya. Saya mohon pada Anda, bebaskan istriku, maka aku akan menerima semua hukuman kamu, Aku mau kamu segera hubungi anaknya,” pinta Nando pada Arion. “Baiklah,” Arion langsung menghubungi Caca, tanpa menunggu lama caca mengangkat telpon darinya. “Selamat malam cantik,” “Ini siapa?” bentak Caca di seberang sana. “Apa kamu ingin mendengar suara ayah kamu?” “Ayah? Apa yang kamu lakukan dengan ayahku?” Caca semakin panik di buatnya. Dan Nando meraih ponsel Arion, memberikan pada Azura. “Bicaralah,” bentaknya. “Emmm.. Emm..” Azura menutup mulutnya rapat-rapat. “Apa yang kamu lakukan dengan ayahku?” tanya Caca. “Kalau kamu mau tahu, buatlah sebuah surat kontrak di tas kamu. Dan tanda tangani surat itu.” Jelas Nando. “Kertas?” Di seberang sana Caca sibuk mencari kertas di dalam tas miliknya. “Baca dan tanda tangani itu,” ucap Nando, “ Jika sudah hubungi aku, jika kamu mau ayah kamu pulang dalam keadaan hidup.” Nando mengakhiri telfon begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Caca.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD