9. Red Eyes

2360 Words
Keesokan harinya, Indonesia kembali digemparkan oleh berita penemuan mayat misterius yang kondisinya sama mengenaskan dengan mayat Sharon waktu itu. Ketika Rachel memberitahunya semalam, berita itu belum terlalu meledak. Tapi pagi ini, semua media sosial dan berita membahas mengenai penemuan mayat tersebut. Penemuannya terjadi semalam, pada dua lokasi yang berbeda. Satu mayat ditemukan di parkiran basement sebuah mall besar, sementara satunya lagi ditemukan di sebuah kamar hotel bintang lima. Tidak hanya korban wanita saja, tapi juga ada korban laki-laki, yaitu yang ditemukan di kamar hotel. Kabar tersebut benar-benar menggemparkan, terutama karena ciri mayat yang ditemukan memiliki kondisi yang sama persis dengan Sharon. Sehingga banyak yang langsung menyambungkan kasus tersebut dengan kasus Sharon. Orang-orang merasa ngeri karena kemunculan pembunuhan berantai yang sangat mengenaskan. Terlebih lagi, penemuan mayat semalam mengonfirmasi jika yang diincar bukan hanya wanita, tapi juga pria bisa menjadi korbannya. Yang paling dibuat pusing dengan penemuan mayat-mayat tersebut adalah pihak kepolisian. Masih tidak ada bukti ditemukan yang mengarah ke pelaku pembunuhan tersebut, serta bagaimana cara korban meregang nyawa hingga kondisi tubuh mereka jadi seperti itu. Namun, ada satu pola yang ditemukan pada para korban. Yaitu, mereka yang sama-sama tewas setelah dilihat terakhir kali bersama lawan yang jenis yang baru mereka kenal atau temui hari itu. Kemungkinan besar motifnya sama seperti bagaimana pelaku merayu Sharon, dengan cara mengajaknya menjadi one night stand partner pada malam itu. Di saat pihak kepolisian menemui jalan buntu, Dery justru panik. Semalaman ia jadi tidak bisa tidur, tidak pula nafsu makan. Bukan karena ada Sharon di kamarnya, tapi karena ia tidak bisa berhenti berpikir tentang Zora, serta vampire. Asumsi Dery memang belum pasti, tapi ia kuat meyakini jika pelaku pembunuhan terhadap tiga kasus tersebut adalah vampire. Mengasumsikan hal itu pun jadi menimbulkan berbagai pertanyaan di kepala Dery. Apa tujuan vampire-vampire itu memburu manusia, padahal selama ini tidak ada kejadian serupa? Jika memang penjelasan Zora benar, tujuan para vampire itu jelas bukan untuk membuat vampire mudblood baru. Apa mereka cuma makan lewat korban-korban tersebut? Lalu, apakah mereka musuh Zora atau justru sekutunya? Dery betul-betul penasaran dan tidak bisa berhenti memikirkannya. Ia juga takut jika korban akan semakin bertambah di kemudian hari. Kalau sudah begitu, kaum manusia tentunya akan merasa diterror, dan tidak aman. Pembunuhan ini jelas harus dihentikan. Jangan sampai ada korban baru lagi. Tapi, bagaimana cara Dery menghentikannya? Ia tidak bisa apa-apa. Keahliannya hanya melihat makhluk astral. Dery tidak punya kekuatan super, dan tentunya tidak kebal dengan serangan vampire. Dery tidak tahu harus melakukan apa-apa, tapi pagi-pagi buta ia sudah pergi ke kampus, tepatnya ke pohon beringin yang ada di tepi danau. Tentu saja Sharon mengikuti Dery. "Lo mau ngapain ke sini?" Tanya Sharon begitu mereka sudah sampai di tepi danau. Dery menunjuk ke satu titik di dekat pohon. "Mayat lo kemarin ditemuin di situ, Sher." "Oh." Hanya itu respon Sharon, kemudian ia melayang ke lokasi yang ditunjuk oleh Dery, menatap kosong ke sana. Dery tahu, Sharon tidak memiliki memori apapun tentang mayatnya yang dipindahkan ke sana. Karena sebelum tubuhnya dibawa, Sharon sudah meregang nyawa duluan, dan arwahnya terjebak di gang tersebut sebelum Dery melakukannya. "Lo tau kenapa mayat gue di bawah ke sini?" Dery menggelengkan kepala. "Entahlah. Mungkin buat menghilangkan barang bukti." "Terus, kenapa lo ngajak gue ke sini?" "Gue mau cari Zora." "Zora?" "Vampire yang gue temuin kemarin, sebelum gue ketemu sama lo." Sharon diam saja. Semalam, Dery sudah menceritakan kepada Sharon mengenai asumsinya terhadap vampire yang berkemungkinan besar menjadi dalang dari kematian Sharon dan dua kasus lainnya. Sebagai hantu baru yang masih memiliki pola pikir seperti manusia, tentu saja Sharon tidak percaya. Meski Sharon sendiri mengalami kematian yang tiba-tiba, sulit baginya untuk menerima kalau ia meregang nyawa karena vampire, makhluk mitologi yang selama ini hanya diketahuinya lewat film dan cerita fiksi saja. Dery pun tidak memaksakan pendapatnya pada Sharon. Lagipula, semuanya masih asumsi. Untuk mengonfirmasi segala asumsi Dery itu, ia harus bertemu dengan Zora dan menanyakan segalanya. Zora pasti tahu sesuatu. Iya, kalian benar, Dery jadi menyesal karena sudah mengusir Zora. Walau tidak percaya sepenuhnya kalau Zora baik, tapi setidaknya Zora tidak menangkap habis Dery dan menyedot habis darahnya di pertemuan mereka. Itu, bisa jadi alasan pertama kenapa Dery harus percaya kalau Zora baik. Sayangnya, Dery tidak tahu Zora ada di mana. Ia berharap Zora kembali ke tepi danau ini, tapi ia justru tidak di sana. Begitu mendongak untuk melihat ke atas pohon, ada si Hijau sedang bertengger sendirian. Hampir saja tidak terlihat karena warnanya yang menyatu dengan dedaunan. "Ijooo, sini lo," panggil Dery. Kuntilanak berbaju hijau itu pun melayang turun, memenuhi panggilan Dery. Sharon agak kaget melihatnya, ia sempat berpandangan dengan kuntilanak itu. "Mas Dery, maaf nih ya kalau Mas mau minta teman Mas untuk tinggal di pohon ini, nggak bisa! Udah penuh." Sharon langsung menatap Hijau tidak suka. "Siapa juga yang mau tinggal sama lo di pohon ini? Gue bukan kuntilanak!" "Idih, belagu banget. Padahal hantu baru kan lo?!" "Terus kenapa kalau gue hantu baru? Nggak suka lo?" Sharon dan Hijau saling menatap sengit. Lah, jadi berantem mereka. Cepat-cepat Dery berdiri di antara keduanya sebelum terjadi perkelahian antara hantu senior dan hantu junior. "Aduhh, jangan berantem dong. Gue manggil bukan karena mau nyuruh Sharon tinggal di pohon ini," jelas Dery pada Hijau.   Baru deh Hijau baru berhenti sewot, walau tetap sinis banget sama Sharon. Sepertinya sih karena takut kalah saing. Habisnya, untuk ukuran hantu, Sharon tergolong cakep banget. Mungkin Hijau takut Sharon digebet banyak hantu laki-laki di sekitar sini. "Terus mau ngapain Mas Dery?" Tanya Hijau. Ia sudah melipat kedua lengan di depan perutnya. Songong abis ini kunti satu. "Gue cuma mau nanya elah, kagak usah sengak amat tuh muka." Hijau cemberut. "Nanya apa? Saya tuh lagi bete Mas Dery, habisnya disuruh jaga rumah sendirian, sementara yang lain lagi keganjenan di pohon beringin sebelah." Aduh, Dery tidak punya waktu untuk mendengar perdramaan para kuntilanak. Ia tidak menanggapi omongan Hijau itu dan langsung saja menyebutkan tujuannya. "Gue lagi nyari perempuan yang muncul tiba-tiba kemaren. Lo liat nggak dia ke sini kemarin sore atau malem?" Hijau nampak berpikir. "Si Eneng jadi-jadian ya?" Dery mengangguk. "Kayaknya semalem ada, nongkrong di sini." "SERIUS?!" Hijau menganggukkan kepala, lantas menunjuk ke salah satu sisi pohon. "Dia duduk senderan di sana." Tentu saja Dery senang mendengar informasi tersebut. Berarti tebakannya benar, Zora kembali ke sini, mungkin karena tidak tahu lagi harus kemana dan ia mengingat tempat ini karena memang pertama kalinya muncul di sini. "Terus, dia sekarang di mana?" Hijau mengedikkan bahu. "Mana saya tau, Mas. Saya kan nggak megangin kakinya. Dari pagi udah ngilang kok." "Nggak bilang sama lo mau ke mana?" "Emang saya pacarnya yang perlu dikabarin tiap dia mau pergi?" "Bukan sih." "Nah, makanya...mana saya tau." Dery jadi berdecak. Walau Zora sebelumnya berada di sini, entah dimana vampire satu itu sekarang. Mungkin ia sembunyi karena tidak mau terlihat oleh siapa-siapa saat siang hari begini. Atau bisa jadi juga...dia sedang mencari makan. "Cuma mau nanya itu doang kan ya? Kalau udah, saya mau balik ke atas," ujar Hijau. "Yaudah, balik aja." Setelah memberikan Sharon tatapan sinis sekali lagi, Hijau pun melayang kembali ke atas pohon. Dery agak sebal sih sama tuh kunti satu. Kemarin aja genit, sekarang malah jutek karena lagi bad mood. Dasar kuntilanak tidak jelas! "Terus, sekarang gimana, Der?" Dery beralih pada Sharon. Terlihat sekali kalau Sharon tidak suka berada di tempat ini. Yah, memangnya siapa juga sih yang senang berada di tempat mayat mereka ditemukan. Sayangnya, Dery memberi Sharon jawaban yang tidak diharapkannya. Dery bilang, "Kita tunggu sampai Zora muncul di sini." *** Zora tak kunjung muncul hingga malam menjelang. Dan Dery masih setia menunggu kemunculan vampire itu. Ia berpesan kepada Hijau untuk memberitahu Zora kalau Dery mencarinya jika perempuan itu muncul. Hijau iya-iya saja. Sementara Dery tidak melulu menunggu di pohon. Ia banyak menghabiskan waktu di kantin untuk bertemu teman-temannya sekaligus mengisi perut. Tentu saja yang menjadi topik pembicaraan mereka adalah penemuan dua mayat misterius yang sedang menggemparkan Indonesia saat ini. "Lo beneran nggak mau bikin konten tentang kasus ini apa?" Rachel kembali menanyakan itu. Memang dia yang paling semangat mau membuat konten mengenai kasus misterius tersebut. Lagi-lagi, Dery menjawab Rachel dengan gelengan kepala. "Nanti aja," katanya. "Gue masih riset." "Oh ya? Riset gimana?" Dery memilih tidak menjawab. Ia bingung harus bagaimana menjelaskan kepada teman-temannya tentang kecurigaannya terhadap bangsa vampire yang terlibat dalam semua kasus ini. Memang tidak sulit bagi mereka untuk percaya, tapi mereka pasti akan heboh, dan Dery takut teman-temannya tidak bisa menjaga rahasia itu. Dery juga tidak bilang kalau ia bertemu dengan Sharon  karena takut mereka akan semakin mendesaknya untuk mengerjakan konten. Orang tua Sharon saja belum tahu kalau Dery telah bertemu dengan arwah anak mereka, jadi Dery rasa lebih baik ia merahasiakan hal itu dulu. Selepas makan siang dan Dzuhur, Dery pergi ke perpustakaan. Ia memutuskan untuk menunggu kemunculan Zora di sana sembari menyicil mengerjakan skripsinya. Tentu saja Dery tidak boleh melupakan kewajiban yang satu itu, kalau ia tidak mau diomeli oleh Pak Teguh dan Engkong. Ngurusin masalah vampire boleh, tapi skripsi juga harus lanjut. Cieilah. Padahal, yang dilakukan Dery di perpustakaan adalah 30% mengerjakan skripsi dan 70% molor. Iya, buat skripsinya cuma sebentar karena Dery sudah ngantuk duluan. Begitu bangun, ternyata sudah hampir Maghrib. Dery pun dibangunkan oleh petugas perpustakaan. "Kita mau tutup, Mas." Akhirnya Dery keluar dari perpustakaan itu dengan kondisi masih mengantuk. Karena sudah hampir malam, tentu saja keadaan perpustakaan sudah sepi. Dery berjalan menuju masjid untuk cuci muka, kemudian ia baru berniat menuju tepi danau lagi. Tapi, Sharon menghadang Dery di tengah langkahnya. "Kenapa, Sher?" "Gue mau liat orang tua gue," ujar Sharon. "Gue nggak bisa cuma nungguin lo buat ketemu si Zora Zora itu, Der. Gue juga mau mastiin orang tua gue baik-baik aja." "Besok aja gimana? Kalau gue pergi dari kampus, takutnya ada Zora, terus pas gue balik malah dia udah pergi lagi." Sharon menggelengkan kepala. "Gue maunya sekarang. Nggak bisa gue kalau cuma nontonin lo tidur doang, atau ngeliatin lo makan dan ngobrol sama temen-temen lo. Bikin gue sakit karena semakin sadar aja kalau gue udah mati." Kantuk Dery sepenuhnya hilang karena jadi merasa tidak enak pada Sharon. Sejak kemarin, Sharon memang meminta ingin bertemu dengan orang tuanya. Tapi, Dery masih bingung bagaimana menjelaskan semuanya ke orang tua Sharon, sehingga hari ini ia mengajak Sharon untuk bertemu Zora terlebih dahulu. "Lo nggak perlu ikut, Der. Biar gue sendiri aja, karena gue cuma mau liat mereka. Anterin aja gue ke sana, atau lo kasih tau gue gimana caranya." Sebagai hantu baru, Sharon memang belum memiliki energi yang cukup untuk berpindah-pindah ke tempat yang jauh tanpa perantara seseorang seperti Dery. Sementara Dery sendiri masih belum mau meninggalkan kampus untuk menunggu Zora. Sejenak ia diam untuk berpikir. Akhirnya, sebuah ide tercetus di kepala Dery. "Kalau lo pergi sama Blacky mau?" "Blacky?" Tanya Sharon bingung. "Iya, Blacky." Usai Dery mengatakan itu, sosok Blacky langsung muncul di belakangnya. Sharon kaget bukan main melihat perawakan Blacky yang hitam, besar, dan menyeramkan. "Dia emang seram, tapi baik kok, karena tugasnya ngelindungin. Dia bisa nganterin lo ke tempat orang tua lo, dan bisa nganterin lo balik ke tempat gue lagi." Sharon sepertinya takut pada Blacky, tapi keinginan untuk melihat orang tuanya mengalahkan rasa takut itu sehingga Sharon setuju untuk pergi dengan Blacky. Lima menit kemudian, mereka menghilang, meninggalkan Dery sendirian di koridor kampus yang sepi. *** Selepas Maghrib, Dery kembali lagi ke pohon beringin tepi danau. Sharon dan Blacky belum juga kembali sehingga Dery pun berjalan menuju danau yang sepi sendirian. Perut Dery sebenarnya sudah meraung-raung karena lapar, tapi ia mengabaikannya dan memilih untuk mengecek ke danau sebentar, kalau-kalau Zora sudah muncul. Ketika ia mendongak ke atas pohon, ia tidak melihat satu kuntilanak pun di sana. Padahal, ini malam hari, seharusnya mereka berkumpul di rumah mereka itu. Tapi sepertinya mereka sedang sibuk berpesta di fakultas sebelah. Dery berdecak, sebal sendiri karena Zora belum juga muncul, dan tidak ada tanda-tanda akan muncul dalam waktu dekat. Saat ini, yang Dery inginkan hanya lah mendengar suara 'Pop!' seperti yang didengarnya kemarin saat Zora muncul. "Lu dimane sih, Zor? Elahhh. Gue janji, kalau lo muncul, nggak akan gue usir lagi dah!" Seru Dery frustasi sambil mengacak-acak rambut. Sebal sendiri karena Zora tidak kunjung muncul. Masa iya Dery harus menunggu hingga tengah malam? Yang ada dia diomelin Engkong! "Buruan muncul dah, Zorrrrrr!!!" "Zoraaaa!!!" "Heloooo! Gue butuh info nih, Zor! Muncul dong!" Nah, sekarang Dery sudah persis seperti orang gila karena bicara sendiri pada udara kosong. Untungnya, sekarang sudah malam, dan tidak ada orang sama sekali di area danau yang melihat tingkah Dery. "Kalau lo muncul, boleh dah lo ambil energi gue. Dikit aja tapi. Suerrr tekewer-kewerrrr nih, Zorrr." "Ayok lah, Cantik...muncul! Zora muncul! Zimzalabim!" "Manifesting, Zora si vampire pureblood!" "Dalam hitungan ketiga muncul Zora. Satu--" POP! "ZORA!" Dengan penuh antusias, Dery memutar tubuhnya karena ia mendengar suara itu di belakangnya. Ia sudah tersenyum lebar karena mengira betul-betul berhasil memanggil sosok Zora yang entah ada dimana sekarang. Namun, senyuman lebar Dery seketika hilang begitu ia melihat jika yang datang bukan lah Zora. ANJRIT. Dery mengumpat dalam hati. Sebab di hadapannya sekarang ada sosok lelaki jangkung dengan kedua mata yang merah menyala. Dalam kegelapan, wajah laki-laki itu tetap terlihat jelas. Untuk ukuran vampire, dia bisa dikategorikan sebagai vampire jelek, karena sumpah deh gayanya macam jamet! Dery merasa jauh lebih ganteng! Teori tentang vampire yang selalu berwajah rupawan seperti di film-film ternyata salah besar. Secara otomatis Dery mengambil langkah mundur begitu ia menyadari jika di tangan laki-laki itu ada mayat yang dengan mudahnya ia seret-seret. Dan betul sekali, kondisi mayat itu tidak jauh berbeda dengan kondisi mayat Sharon maupun mayat yang ditemukan kemarin. ANJRIT DUA KALI. Vampire jamet itu sempat terkejut melihat Dery, tapi kemudian ia menyeringai, menunjukkan taringnya yang samar-samar bisa Dery lihat, telah dihiasi oleh noda darah. Lalu, tanpa berdosa vampire jelek itu melemparkan mayat yang semula dia seret ke tengah danau, lalu fokusnya terarah kepada Dery. Kejadiannya begitu cepat. Dery bahkan tidak sempat berpikir untuk berlari ketika vampire itu melesat ke arahnya, menghantamkan tubuh Dery ke pohon, dan mencekik lehernya dengan tenaga yang sungguh tidak manusiawi. ANJRIT TIGA KALI. Saat ini Blacky sedang tidak bersamanya, sehingga tidak ada yang bisa menolong Dery sekarang. Tamat lah sudah riwayat Rasendriya Caraka. Kemungkinan besar, besok mayatnya akan ditemukan mati mengenaskan di bawah pohon, persis seperti Sharon waktu itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD