Mati dah gue.
Hanya itu yang Dery pikirkan saat cengkeraman si vampire jamet di lehernya yang semakin lama semakin kuat. Dery rasa, kekuatan yang dimiliki oleh vampire jelek ini sudah setara dengan kekuatan Avengers. Ia sama sekali tidak memiliki kesulitan untuk mencekik Dery hanya dengan satu tangan. Bahkan, dengan mudahnya ia bisa mengendalikan tubuh Dery yang terus memberontak hingga Dery tidak bisa melakukan apa-apa lagi dan hanya diam pasrah seiring dengan tubuhnya yang sedikit terangkat dari tanah.
Seringaian vampire itu kian lebar, membuat taring-taringnya tampak jelas. Dalam keremangan malam, hanya sinar bulan lah yang menerangi rupa vampire ini. Begini saja dia sudah jelek, apa lagi kalau dalam keadaan terang. Sepasang mata merahnya makin nyalang melihat Dery yang mulai batuk-batuk karena kehabisan napas.
Kalau memang harus mati malam ini, Dery benci sekali karena ia harus mati dalam keadaan tidak berdaya diserang oleh vampire jamet. Terlebih lagi, ia tidak ikhlas jika yang dilihatnya terakhir kali di dunia adalah mata merah vampire ini yang macam softlens murahan. Masih bagus mata merah Blacky kemana-mana.
Aduh, Blacky...andai saja Dery tidak mengirim Blacky untuk pergi bersama Sharon, pasti keadaannya tidak akan jadi separah ini. Dery masih bisa terlindungi dan tidak akan mati konyol di tangan vampire jamet bau busuk di depannya sekarang.
Dery memikirkan Engkong ketika ia sudah megap-megap karena kehabisan napas dan merasa kalau ini benar-benar akan jadi akhir hidupnya. Dia cuma berharap, semoga saja setelah dia mati nanti, ada yang akan menggantikannya untuk membasmi para vampire jahat ini.
Sepasang mata Dery nyaris tertutup ketika tiba-tiba saja ada yang menghantam vampire jamet tersebut hingga membuat cengkeramannya di leher Dery terlepas. Dery pun terjatuh ke tanah, kemudian ia menghirup udara sebanyak yang dia bisa dan memegangi lehernya yang kini terasa sakit dan panas bukan main.
Butuh waktu beberapa saat bagi Dery untuk pulih dari kondisinya yang kesulitan bernapas. Kepala Dery pusing dan dadanya sesak sekali karena kekurangan udara selama beberapa saat tadi. Begitu ia sudah merasa lebih baik dan menyadari apa yang terjadi, Dery hanya bisa menganga melihat bagaimana Zora yang dengan mudahnya mematahkan leher vampire jamet itu, lalu menusuk jantungnya hanya bermodalkan sebuah batu runcing yang didapatnya dari pinggir danau.
Vampire jamet itu tewas begitu saja, dan Zora melemparkannya ke danau, sama seperti vampire jamet tersebut sebelumnya melemparkan mayat mangsanya ke dalam danau itu.
Dery hanya bisa mematung di tempat saat Zora berbalik menghadapnya. Sepasang mata perak perempuan itu berpendar di bawah cahaya bulan dalam keremangan malam ini. Ketika Zora berjalan mendekat, rasanya Dery mau bersujud sebagai bentuk rasa terima kasihnya.
"Kamu habis diserang vampire mudblood," ujar Zora.
Mau vampire mudblood kek, mud mask kek, atau mud Lapindo sekalian, bodo amat deh! Yang penting, Dery tidak jadi mati. Dia masih hidup dan masih sehat karena Zora datang di waktu yang tepat untuk menyelamatkannya.
Tanpa bisa dicegah karena terlalu terharu, Dery menangis tersedu-sedu di depan Zora.
***
"YA ALLAH DERY, LO KENAPE?"
Engkong sedang santai nonton TV di ruang keluarga saat Dery sampai di rumah. Karena itu, tentu saja Engkong bisa melihat dengan jelas kondisi Dery. Leher merah habis dicekik vampire jamet dan gila dan mata sembab karena habis menangis akibat shock berat.
"Engkong..." Dery merengek pada sang kakek, kemudian memeluk Engkong dengan erat. Walau sehari-hari mereka sering berdebat, tapi Engkong dan Dery sangat lah menyayangi karena memang mereka hanya punya satu sama lain sekarang.
Terutama lagi bagi Dery yang yatim piatu, Engkong tidak hanya kakeknya, tapi juga orang tuanya. Setelah kejadian cukup traumatis tadi, satu-satunya yang diinginkan oleh Dery adalah bertemu dengan Engkong dan sembunyi di bawah keteknya. Walau jujur aja nih, kadang-kadang ketek Engkong tuh apek, tapi nggak apa-apa. Tempat paling nyaman tetap keteknya Engkong.
"Lo abis dibegal ye?!" Engkong bertanya panik.
Dery tidak menjawab, masih menyembunyikan wajahnya di ketek Engkong. Mata merah si vampire jamet itu masih terbayang-bayang di benaknya, dan Dery juga masih ingat sakitnya bekas cekikan vampire itu hingga berhasil membuat sekujur lehernya memerah.
Adalah sebuah keajaiban Dery masih bisa menyetir motornya pulang ke rumah dengan selamat. Di sepanjang perjalanan, rasanya tubuh Dery gemetaran. Ia juga takut kalau-kalau akan ada vampire lain yang menyerangnya, sehingga Dery pun menyetir secepat yang dia bisa.
"Kasih tau gue siapa yang udah nyekek lo?! Mau gue pites kepalanya! Berani-beraninya nyakitin cucu gue!"
Dery agak terharu sih karena Engkong bilang begitu. Tapi sayangnya, Engkong tidak bisa melakukan apa-apa lagi untuk membantu.
"Orangnya udah mati, Kong!" Akhirnya Dery menjawab. "Dan yang giniin gue juga bukan orang!"
Kali ini, Engkong terdiam. Bahkan, ketika Dery sudah tidak memeluknya lagi pun, Engkong masih diam dan menatap kosong pada udara.
"Kong! Kok diem sih? Kesurupan ape?!" Dery melambaikan tangannya di depan wajah Engkong hingga sang kakek mengerjapkan mata.
Engkong menoleh lagi pada Dery, lantas bertanya, "Jadi, lo habis disakitin sama hantu?"
Dery menggelengkan kepala. "Bukan hantu."
"Lah terus apaan?!"
Dery bingung harus menjelaskannya bagaimana. Sama hantu saja Engkong tidak percaya, apa lagi sama vampire. Jadi, Dery bilang saja, "Siluman."
Engkong diam lagi. Sepertinya shock berat dengan jawaban Dery itu. Jelas lah, kakek mana yang tidak akan khawatir begitu tahu cucunya baru saja diserang oleh siluman?
Lalu, tanpa mengatakan apa-apa lagi, Engkong berdiri dari duduknya di kursi jati tempatnya bersantai tadi.
"Engkong, mau kemanaaa?" Rengek Dery karena si Engkong yang mau lari.
"Ke dapur, bikinin kopi item buat lu. Supaya tuh arwah negatif bisa ilang."
Usai mengatakan itu, Engkong berjalan menuju dapur dan meninggalkan Dery yang rasanya masih ingin menangis.
Apa yang terjadi padanya sekarang, rasanya sama persis ketika Dery baru memiliki kemampuan melihat makhluk halus setelah dirinya tersesat di gunung waktu itu. Sebelumnya, yang membuat Dery sangat ketakutan adalah Blacky, itu sebelum Blacky dijinakkan dan dijadikan sebagai pelindung Dery. Tapi, saat itu situasinya jauh lebih baik karena tidak ada satu pun makhluk halus yang bisa menyakitinya secara fisik, meskipun mereka bisa membuat Dery tersesat di tengah hutan.
Sementara apa yang dilakukan oleh vampire jamet tadi benar-benar mengerikan. Vampire bukan lah makhluk halus yang tidak bisa disentuh ataupun menyentuh manusia. Mereka solid, bisa menyentuh dan disentuh, bisa menyakiti secara fisik, dan parahnya lagi, memiliki kekuatan yang begitu besar, serta kekuatan lain seperti teleportasi.
Dery tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika semakin banyak korban yang berjatuhan karena ulah vampire yang entah kenapa muncul tiba-tiba seperti ini. Saat di depan Zora tadi, Dery belum sempat menanyakan apa-apa karena ia terlalu sibuk menangis akibat shock hampir mati dibunuh vampire. Tapi, Dery sudah yakin kalau Zora merupakan vampire yang baik karena sudah mau membantunya dan membunuh vampire jahat tadi tepat di depan mata Dery sendiri.
Dipikir-pikir lagi, Dery agak malu mengingat dirinya yang sudah menangis tersedu-sedu di depan Zora. Tapi, bodo amat lah! Dery tidak peduli jika ia terlihat cengeng dan payah di depan perempuan cantk seperti Zora. Satu hal yang penting adalah dirinya yang selamat. Dan sebelum pulang tadi, Dery sudah menyuruh Zora untuk berteleportasi ke kamarnya untuk membahas masalah ini.
"Nih, minum."
Engkong kembali tidak lama kemudian dengan membawa segelas kopi hitam yang masih panas. Sebagai seorang anak milenial, sebetulnya Dery lebih suka minum es kopi s**u yang ada di coffee shop dibandingkan dengan kopi hitam pekat kesukaan kakek-kakek begitu. Dery pun tidak yakin jika kopi tersebut bisa menghilangkan efek sakit oleh vampire. Tapi, untuk menghormati Engkong, Dery menerima kopi tersebut dan meminumnya pelan-pelan.
Engkong kembali duduk di samping Dery, tapi beliau tidak mengatakan apa-apa lagi dan hanya memerhatikan cucunya. Keheningan di antara mereka terpecah ketika tiba-tiba terdengar suara benda jatuh dari kamar Dery.
"Gue ke kamar dulu, Kong." Dery meletakkan gelas kopinya ke atas meja, dan buru-buru berdiri untuk menuju kamarnya.
Engkong menghela napas dalam. Sudah paham kenapa Dery bersikap begitu.
"Der."
Dery yang hampir sampai di pintu kamarnya, jadi menghentikan langkah dan menoleh lagi pada Engkong karena dipanggil.
"Mending lo udahan aja dah ngurusin hal-hal mistis. Fokus ke skripsi lo, cari kerjaan yang bener, dan nggak usah ngusir-ngusir hantu lagi. Udah cukup, nggak mau gue kehilangan lo juga."
Sebelum Dery sempat mengatakan sesuatu untuk membalas, Engkong sudah terlebih dahulu melengos dan kembali memusatkan perhatiannya pada televisi yang sedang memutar siaran berita.
***
Begitu Dery masuk ke dalam kamar, ternyata keadaannya sudah ramai. Ada Zora, Blacky, dan juga Sharon yang sudah kembali. Mereka semua memusatkan perhatian pada Dery.
"Maaf, tadi saya tidak bisa menjatuhkan ini waktu berteleportasi." Zora menunjuk wadah pensil yang terjatuh dari meja belajar Dery. Rasanya Dery agak jengkel karena Zora sepertinya tidak memiliki inisiatif untuk memungut wadah pensil tersebut dan mengembalikannya ke tempat semula.
"Lo kenapa?" Sharon yang pertama kali bertanya karena ia menyadari kondisi Dery yang berbeda dari sebelumnya mereka bertemu terakhir kali.
Blacky mendengus dan spontan mendekati Dery. Walau Blacky tidak bisa bicara, tapi Dery mengerti jika Blacky juga ingin tahu. Pasti makhluk besarnya itu khawatir dan merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Dery.
"Gue diserang vampire," jelas Dery.
Blacky menoleh pada Zora dan melotot padanya.
Dery buru-buru menambahkan, "Bukan Zora, tapi vampire yang lain. Tapi sekarang vampire itu udah mati karena dilawan sama Zora. Dia baik kok Blacky, dia yang udah nyelametin gue."
Blacky mendengus lagi. Sepasang mata merah besarnya itu terlihat merasa bersalah. Sehingga Dery menyunggingkan senyum padanya.
"Nggak usah ngerasa bersalah, gue udah nggak apa-apa. Lagian, kan gue sendiri yang nyuruh lo untuk nganterin Sharon."
Sekali lagi Blacky melihat ke arah Zora, sebelum dirinya menghilang, dan kembali masuk ke dalam kalung yang dikenakan oleh Dery. Perginya Blacky membuat Dery hanya bertiga saja dengan dua perempuan cantik (yang sayangnya bukan manusia). Satu tak kasat mata, sementara yang satunya lagi cuma mirip manusia.
"Jadi, lo betulan diserang vampire?" Sharon bertanya sekali lagi. Perempuan itu sudah bersidekap sekarang dan ia melirik tidak suka pada Zora. "Dan cewek ini juga vampire?"
Dery menganggukkan kepala. Ia terlebih dahulu mendudukkan dirinya di tempat tidur. Lelah bukan main setelah kejadian yang menimpanya sebelum ini.
"Ini nggak apa-apa kan kalau kita ngobrol sambil gue gulingan? Gue capek banget karena hampir mati."
Sharon dan Zora tidak melarang, jadi Dery mengubah posisinya dari duduk jadi berbaring.
"Iya, Sher, gue nyaris mati karena dicekek vampire. Dan iya, cewek itu Zora, dia vampire yang gue ceritain ke lo."
Meski sudah tahu cerita tentang Zora dari Dery, tapi tetap saja Sharon merasa tidak suka padanya mengingat penyebab kematian Sharon adalah seseorang yang berasal dari bangsanya Zora.
"Jangan sinis gitu, Sher. Dia vampire baik kok, dia yang udah nyelametin gue," jelas Dery. Takut juga dia kalau-kalau Sharon dan Zora bertengkar. Kepalanya sekarang sudah pusing, ia tidak mau semakin pusing karena mendengar pertengkaran antara hantu dan vampire.
"Mau dia baik juga nggak akan mengurangi rasa benci gue sama vampire. Sorry not sorry." Sharon membalas pedas.
Zora hanya meliriknya sekilas saja, lalu ia kembali beralih pada Dery yang kini sudah memeluk guling. "Oh, kamu sekarang sudah percaya kalau saya tidak jahat?"
Dery mengangguk. "Iye, Zora, maaf ye kemarin udah ngusir lo. Sekarang gue percaya nih kalau lo baik karena lo udah nyelametin hidup gue tadi. Beneran deh, makasih banyak. Kalau nggak ada lo, pasti gue udah jadi hantu penunggu pohon beringin danau bareng si kunti rainbow."
"Jadi, saya sekarang boleh tinggal di sini?"
"Boleh banget!" Dery menjawab cepat.
Sharon justru memutar bola mata mendengarnya karena menganggap Dery plin-plan.
Dery sendiri berubah pikiran karena menganggap kehadiran Zora di sini bisa melindunginya dari serangan vampire lain. Melihat bagaimana Zora bertarung secara effortless melawan vampire jamet tadi, membuktikan bahwa Zora memiliki kekuatan di atas rata-rata vampire lainnya. Karena seperti kata Zora, dirinya adalah vampire pure blood, sementara vampire jamet tadi adalah vampire mudblood alias rakyat jelata cuih.
Yah, tapi walaupun rakyat jelata begitu, tetaps saja Dery hampir mati di tangannya.
Zora mengangguk. "Terima kasih. Setidaknya saya tidak perlu sembunyi dari satu pohon ke pohon lain lagi."
"Jadi, lo sembunyi di pohon pas gue usir?"
"Ya. Sebisa mungkin saya berada di tempat yang sepi. Karena kalau saya berada di keramaian, anak buah Javon yang tersebar di kota ini bisa-bisa mengendus keberadaan saya."
Dery manggut-manggut mengerti, sementara Sharon justru kebingungan.
"Javon siapa? Dia kah yang udah bunuh gue?" Tanya Sharon.
"Javon itu raja vampire di sini." Dery menjelaskan dengan bangga karena ia sudah tahu ceritanya. "Dia tuh kayak vampire terkuat gitu loh, Sher. Nah, tapi gue nggak tau deh lo dibunuh sama dia atau bukan."
Zora menggelengkan kepala. "Javon tidak akan mau memburu manusia secara langsung, ia pasti akan menggunakan pasukan vampire mudblood yang dimilikinya. Yang membunuh kamu, pasti salah satu pasukan Javon."
Sharon masih terlihat tidak mengerti. "Mudblood mudblood apaan sih?"
Akhirnya Dery menjelaskan tentang tingkatan vampire yang sebelumnya dijelaskan oleh Zora padanya. Ia memang belum menceritakan bagian ini kepada Sharon. Kemarin ia hanya menceritakan Zora sebagai vampire nyasar yang kabur karena mau dinikahi oleh raja vampire.
"Terus, kenapa mereka memburu manusia?"
"Mereka butuh darah manusia sebagai sumber kekuatan mereka." Zora menjawab tenang pertanyaan Sharon. "Saya lupa bilang kalau di dunia ini, vampire bisa mendapat energi dari dua jenis makanan. Yang pertama adalah manusia, dan yang kedua adalah darah manusia. Saya tidak minum darah manusia dan hanya mengumpulkan makanan seperlunya lewat energi manusia yang ada di sekitar saya, hanya dengan menyentuh mereka. Sementara Javon dan pasukannya menjadikan darah manusia sebagai sumber energi, karena itu bisa membuat mereka lebih kuat."
Baik Dery maupun Sharon sama-sama hanya bisa bengong mendengar penjelasan tersebut. Sharon bengong karena ia merasa sulit untuk percaya penjelasan serupa cerita film itu, sementara Dery bengong karena terkejut.
Dery tidak tahu sebanyak apa energi yang telah diserap Zora dari tubuhnya kemarin untuk memulihkan diri. Tapi Dery rasa, ia tidak mengambil energi sebanyak itu. Namun, dengan energi sedikit saja, ia bisa dengan mudah mengalahkan vampire jamet tadi. Dery tidak bisa membayangkan sekuat apa Javon si raja vampire. Seperti kata Zora, vampire yang menjadikan darah manusia sebagai sumber energi mereka bisa lebih kuat. Javon adalah vampire pure blood yang mana vampire terkuat dan ia juga minum darah. Perpaduan itu pasti membuat Javon serupa monster.
Seolah bisa membaca pikiran Dery, Zora pun menambah penjelasannya, "Kekuatan vampire pureblood juga bisa bertambah kalau mereka memakan jantung vampire pureblood lain. Setahu saya, sejauh ini Javon sudah memakan tujuh jantung vampire pureblood." Zora terlihat marah ketika ia melanjutkan, "Tiga di antaranya adalah jantung keluarga saya."
Dingin seketika menyergap Dery hingga ke tulang-tulang, merinding bukan main usai mengetahui itu. Ia bertatapan dengan Sharon yang kini juga terlihat ngeri.
"Saya tahu, kalian pasti takut membayangkan sekuat apa Javon sekarang. Sama seperti kalian, saya juga takut. Dan yang lebih mengerikan lagi, Javon masih ingin kekuatan lebih. Karena itu...dia mulai memburu manusia, lebih banyak dan lebih terang-terangan daripada seharusnya."
Ada hening yang panjang setelahnya. Dery sudah tidak tahu lagi harus mengatakan apa sehingga ia hanya terdiam memandangi langit-langit kamarnya.
Sharon yang justru memecah keheningan itu dengan sebuah pertanyaan, "Terus...gimana caranya menghentikan si Javon itu?"
"Javon harus dibunuh."
"Gimana caranya bunuh dia yang lo bilang sekuat itu?"
Zora menggelengkan kepala. "Tidak ada yang tau."