11. Vampire Terkuat

2301 Words
"Kagak tidur lo semaleman?" Subuh-subuh, Dery lagi merokok di teras depan rumahnya waktu Engkong keluar. Dery menoleh ke arah Engkong yang sudah siap rapi dengan setelan baju koko dan sarung, siap untuk menjalankan ibadah subuh di masjid. Dery menganggukkan kepala saja menjawab pertanyaan Engkong itu, sambil melepuskan asap rokoknya. Dia tidak niat berbohong kalau memang semalam begadang dan sulit tidur. Ia hanya tidur satu jam saja tidak lama setelah Zora menceritakan beberapa hal tentang Javon, tapi ia terbangun karena mimpi buruk. Dalam mimpinya, Dery dicekik lagi oleh vampire. Ia tidak tahu rupa Javon seperti apa, tapi sepertinya yang dimimpikan oleh Dery semalam adalah Javon. Dan di mimpi itu, Dery betulan tewas, sehingga bangun-bangun ia langsung sesak napas. Makanya Dery keluar kamar untuk menghirup udara segar banyak-banyak. Daripada sesak dan overthinking di kamar, mending Dery nongkrong di teras, ditemani oleh pocong yang ada di sebelah kandang ayam Engkong. Adzan belum berkumandang, jadi Engkong duduk dulu di kursi rotan kosong yang ada di sebelah Dery. Indera penciuman Dery langsung dipenuhi oleh wangi parfum malaikat subuhnya Engkong. "Kenape nggak bisa tidur?" Engkong bertanya. Dery mengedikkan bahu sekilas. "Lagi kagak bisa aja." "Digangguin siluman lagi lo?" Dery menggelengkan kepala. "Terus, semalem lo ngobrol ama siape? Kayaknya panjang amat tuh obrolan." Sesaat Dery terdiam. Semalam memang obrolannya bersama Zora dan Sharon agak heboh sih, dia sampai lupa kalau kamarnya dan Engkong bersebelahan. Jadi, besar kemungkinan Engkong bisa mendengar suaranya dan juga suara Zora, walau tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Tidak mungkin kan Dery mengaku kalau di kamarnya ada Zora? Bisa-bisa Engkong histeris karena Dery menyelundupkan cewek cakep di kamarnya. Mau Zora bukan manusia pun, tetap saja Zora perempuan. Kalau ketahuan, yang ada Dery bakal disunat dua kali sama Engkong. "Biasa lah, Kong. Apa lagi kalau bukan demit," jawab Dery akhirnya. Itu lah satu-satunya jawaban yang tidak akan membuat Engkong bertanya lebih lanjut lagi. Dan memang benar, Engkong diam setelahnya, yang terdengar hanya helaan napas beratnya saja.  "Omongan gua semalem serius, Der. Mending lo sekarang berhenti ngurusin masalah hantu, daripada ujungnya ngebahayain diri lo sendiri." "Iye, nanti." Dery sedikit mengaduh karena kepalanya ditoyor oleh Engkong. "Nanti tuh kapan?" "Tunggu urusan gue selesai, Kong. Masih ada satu urusan lagi." "Apaan?" "Ada lah, Engkong kagak ngerti. Mana percaya juga." Engkong berdecak. "Terserah elu dah. Tapi awas aje kalau sampe lu kenapa-napa lagi." "Iye." "Skripsi lu juga noh pikirin! Biar cepet lulus, cepet dapet kerja yang bener juga!" "Iye, Engkong. Udeh sana pergi ke masjid, sebelum dicariin bapak-bapak komplek lain." Sekali lagi Engkong menoyor kepala Dery, sebelum beliau dan beranjak pergi dari rumah untuk menuju masjid. Akhirnya, Dery sendirian. Pocong yang tadi menemaninya juga sudah pergi karena sebentar lagi mau adzan subuh. Dery pun kembali menghisap rokoknya dalam-dalam, lalu melepuskan asapnya. Berharap dengan begitu bisa membuat dirinya jadi lebih tenang. Tapi, sudah habis hampir setengah bungkus rokok dihabiskannya dari semalam, hati Dery tetap tidak tenang juga. Dia masih gelisah, masih memikirkan si vampire jamet yang nyaris membunuhnya, serta cerita Zora, dan terlebih lagi tentang Javon. Rasanya seperti mimpi karena tiba-tiba saja di kota yang sudah ditinggalinya sejak lahir ini, muncul teror dari vampire yang sebelum ini tidak pernah Dery ketahui ada wujudnya. Sejak memiliki kemampuan ini, hidup Dery benar-benar jadi aneh. Dia pikir hantu saja sudah cukup, tapi ternyata dunia dan dimensi ini begitu luas. Hanya secuil hal saja yang baru diketahui olehnya. Jika nanti ia bertemu manusia berkekuatan super semacam pahlawan Avengers pun, rasanya Dery tidak akan terkejut lagi. "Dery." Baru juga dua kali menghisap rokok setelah Engkong pergi, Dery sudah dikejutkan lagi oleh Zora yang kini menyusulnya. Terhitung sudah beberapa jam Dery meninggalkan perempuan itu di kamarnya. Dan entah apa yang membuat Zora bergerak untuk menyusulnya sekarang. "Ngape?" Tanya Zora. "Lu harusnya kagak keluar, entar diliat tetangga." Zora mengabaikan perkataan Dery itu dan malah duduk di tempat Engkong tadi. "Saya lapar," ujar Zora kemudian. "Boleh kan saya minta makan?" Baru saja Dery mau menawari Zora mie instan, tapi kemudian dia sadar kalau makanan yang dimaksud Zora bukan lah makanan manusia. Hadehhh, Dery berdecak kecil, tapi ia tetap mengulurkan satu tangannya pada Zora. Dengan senang hati, Zora menerima uluran tangan Dery, dan langsung menggenggam telapak tangan laki-laki itu. "Bentar aje tapi! Gue belum tidur soalnya, entar gue malah lemes." Zora menganggukkan kepala dan matanya jadi sedikit berbinar. Senang karena dia bisa makan. Dery diam saja dan memerhatikan tangannya yang kini digenggam oleh Zora. Salah tingkah sih ada ya sedikit karena tangannya digenggam oleh cewek cantik, tapi di sisi lain Dery juga berpikir kalau kehadiran Zora membuatnya merasa seperti memelihara tuyul. Soalnya, Dery harus memberikan sedikit energinyau untuk Zora agar perempuan itu bisa kenyang. Entah sudah berapa banyak energi Dery yang sudah diserap oleh Zora, Dery tidak tahu karena memang ia tidak bisa merasakan apa-apa. Sekitar lima menit berlalu, Zora baru melepaskan genggaman tangannya. "Udeh?" Zora mengangguk. "Kok cepet banget?" "Kalau terlalu lama, nanti bisa-bisa kamu pingsan. Tadi kan kamu bilang cuma boleh serap sedikit." "Untung lo tau diri dan nggak rakus." Zora hanya menggumamkan terima kasih sebagai balasan. Dery kembali fokus pada rokoknya lagi yang kini tersisa setengah batang saja. Ia pun meniatkan, setelah rokoknya yang ini habis, Dery akan masuk ke dalam rumah, sebelum ada orang lain yang melihat Zora. Begitu Dery menoleh lagi pada Zora, dilihatnya vampire itu sedang sibuk memandangi bulan di langit yang masih bersinar terang. Saat ini, bulannya sedang berbentuk sabit. "Kurang dari dua minggu lagi bulan purnama." Tiba-tiba Zora bilang begitu. "Ya terus kenape? Lu kan vampire, bukan manusia serigala," celetuk Dery asal, padahal ia tidak tahu apakah benar ada manusia serigala di dunia ini. Karena setahu Dery dari film-film vampire yang pernah ditontonnya, musuh vampire pasti lah manusia serigala yang selalu berubah dan jadi lebih kuat setiap bulan purnama. Tapi, kalau vampire saja nyata, Dery rasa manusia serigala pun juga. Ia hanya belum bertemu saja. Zora menoleh pada Dery hingga kini mereka bertatapan. Sepasang mata perak Zora warnanya nampak lebih gelap sekarang. "Di bulan ini, setelah bulan purnama akan ada bulan merah," ujar Zora. "Yaelahhh, bulan merah apa lagi?" Tanya Dery sewot. "Perasaan selama ini warna bulan ya kuning mulu." "Bulan merah itu biasa dikenal dengan nama super blood moon, dan cuma terjadi sekali selama seratus sembilan puluh lima tahun. Saat itu bulan berubah jadi warna merah karena gerhana." "Terus?" "Saat itu lah, Javon berniat untuk memaksimalkan kekuatannya. Dia mau melakukan perburuan besar-besaran, dan juga mau menikahi saya saat bulan merah terjadi. Bangsa vampire percaya kalau anak dari pasangan vampire pureblood yang kawin saat bulan merah, akan jadi vampire terkuat yang pernah ada di muka bumi." Sial, rasa merinding itu muncul lagi pada Dery karena Zora kembali menceritakan sesuatu tentang Javon. Dan cerita kali ini tidak kalah mengerikan dari cerita-cerita sebelumnya. "Javon mau menikahi saya hanya karena dia mau memiliki anak itu." Dery menelan ludah sebelum bertanya. "Bukannya dia mau jadi vampire terkuat ya? Kalau anak itu lahir, dia nggak akan jadi yang terkuat dong?" "Dia mau anak itu bukan untuk dirawat, Dery. Tapi-" "Nggak usah dilanjutin, gue udah paham." Dery memotong ucapan Zora. Mendengar Zora menjelaskannya hanya akan membuat Dery kian merinding. Yang dikatakan oleh Zora itu sudah cukup untuk membuat Dery paham kalau Javon menginginkan anak dari bulan merah bersama Zora, hanya untuk dia ambil dan makan jantungnya ketika anak itu lahir nanti. Dengan begitu, Javon lah yang akan menjadi vampire terkuat di muka bumi ini. "Dery, kita harus menghetikan Javon." "Kita?" Dery tertawa. "Apa lo nggak salah." Kepala Zora terangguk, menyatakan bahwa ia serius dengan yang diucapannya itu. "Saya tidak bisa melawan Javon sendirian. Dia harus segera dihentikan, karena dia punya obsesi dengan kekuatan, dan dia juga benci dengan manusia. Kalau tidak ada yang menghentikannya, bisa-bisa kehidupan manusia di sini akan semakin diterror oleh Javon dan pasukannya, terutama kalau sampai Javon berhasil mendapat kekuatan dari bulan merah." Dery membuang rokoknya, dan menginjak benda itu hingga abunya mati. Ia mengacak-acak rambutnya, kian gusar dan takut dengan informasi baru lagi yang disampaikan oleh Zora. Kalau memang yang dikatakan oleh Zora benar, maka itu artinya kehidupan manusia sedang dalam bahaya. Javon memang harus dihentikan agar tidak ada korban-korban seperti Sharon lain. Tapi... "Lo yang vampire pureblood aja nggak bisa lawan dia," ujar Dery frustasi. "Terus gue bisa apa? Gue cuma manusia biasa, nggak punya kekuatan super. Yang gue bisa cuma lihat makhluk halus dan berkomunikasi sama mereka. Kalau gue nekat ngelawan Javon, yang ada sekali sentil sama dia aja gue bisa langsung mati!" Dery berdiri dari duduknya. Entah kenapa, dia merasa sangat marah sekarang. Ditudingnya Zora, "Gue nggak mau mati! Jadi, mending lo yang cari tau gimana caranya ngebunuh raja bangsa lo itu."  Setelah mengatakan itu, Dery masuk ke dalam rumah, dan tidak menoleh ke belakang lagi. POP! Samar ia mendengar suara tersebut setelah berada di dalam. Zora baru saja pergi. ***  Tiga hari berselang, tidak ada kabar mengenai adanya kasus baru lagi. Dery cukup merasa tenang akan hal itu, tapi di sisi lain ia juga tidak bisa benar-benar tenang. Entahlah, walau tidak ada tanda-tanda kemunculan vampire lagi, bahkan Zora pun jadi jarang terlihat di rumahnya setelah perdebatan mereka tiga hari yang lalu, Dery tetap merasa was-was. Selama tiga hari ini, Dery memfokuskan dirinya untuk mengerjakan skripsi agar bisa mendistraksi pikirannya dari kejadian traumatis yang dialaminya. Meski tidak benar-benar menghapus memori mengerikan malam itu, tapi setidaknya berkutat dengan jurnal-jurnal untuk skripsinya, berhasil membuat Dery lupa sesaat dengan yang namanya Javon dan dunia vampire. Kemarin, Dery dikabari oleh Pak Teguh yang sudah menagihnya untuk bimbingan. Jadi lah semalam Dery ngebut menyelesaikan revisi dan bab selanjutnya dari skripsi yang dia garap agar bisa bimbingan dengan Pak Teguh hari ini. Dery tidak tidur semalaman karena mengerjakan skripsinya dengan sungguh-sungguh. Lagipula, akhir-akhir ini ia memang tidak bisa tidur dengan tenang di malam hari, dan lebih memilih tidur di saat siang hari saja karena merasa lebih aman. Tidur di waktu malam hanya membuatnya mimpi buruk. Omong-omong tentang Zora, perempuan itu sudah tidak pernah membahas tentang Javon lagi, pun meminta Dery untuk membantunya. Zora juga sepertinya sibuk karena ia kerap menghilang, entah kemana. Dery memilih untuk tidak bertanya apa-apa karena ia masih merasa takut. Namun, satu kali sehari, ia membiarkan Zora menggenggam tangannya untuk memberi perempuan itu energi. Pagi ini, sebelum dirinya berangkat ke kampus untuk menemui Pak Teguh, Dery terlebih dahulu menyetor energinya untuk Zora. Semalaman Zora tidak datang dan ia baru kembali pagi ini. Sekarang Dery sedang bergandengan tangan dengan vampire itu. Mereka saling diam, duduk bersebelahan di atas kasur Dery. Di depan mereka, ada Sharon yang duduk di kursi belajar Dery, memerhatikan mereka dengan tatapan malas. "Tau nggak sih, kalian tuh mirip orang pacaran yang lagi ngambekan," celetuk Sharon. Rasanya baru kali ini Dery ingin menyentil hantu yang sudah menempel dengannya selama hampir seminggu belakangan ini. Sharon belum kembali ke atas, karena pelaku yang membunuhnya belum tertangkap. Dia bilang, dia baru akan merasa tenang jika vampire yang membunuhnya ketemu, dan Sharon meminta Zora untuk membunuhnya. "Bacot lu," sungut Dery. "Jangan bikin bad mood, gue mau bimbingan ini." Sharon mencibir. "Skripsi sama vampire mulu yang dipikirin, jadi kapan lo mau ngomong ke orang tua gue?" Aduh, kepala Dery pusing kalau Sharon sudah membahas ini. Dery memang belum bertemu orang tua Sharon lagi karena tidak tahu harus bilang apa pada mereka. Untuk menghindari pembicaraan ini, begitu Zora melepaskan tangannya, Dery buru-buru keluar dari kamar dan bergegas menuju kampus tanpa mengatakan apa-apa dengan mereka lagi Dery capek mengurusi para makhluk-makhluk itu. Harus membantu Sharon lah, lalu harus merasa khawatir dengan bangsa vampire yang mengancam lah. Jujur saja, Dery rindu kehidupan normalnya tanpa urusan perhantuan atau vampire. Dery rindu menjadi mahasiswa normal yang hobi naik gunung, seperti dirinya dulu. Tapi, Dery rasa ia tidak akan bisa lagi kembali seperti itu. Dery hanya berpamitan singkat pada Engkong, bahkan menolak untuk sarapan terlebih dahulu, dan memilih langsung berangkat menuju kampus menggunakan motornya. Karena ini masih pagi dan Dery tahu jalanan yang sepi menuju kampusnya, tidak butuh lama baginya untuk sampai. Janjinya dengan Pak Teguh jam tujuh tepat, sebelum Pak Teguh mengajar di kelasnya jam delapan nanti. Jam tujuh kurang sepuluh menit, Dery sudah sampai. Keadaan kampus belum terlalu ramai, karena memang kelas biasanya dimulai pukul delapan. Hanya saja, begitu mendekati ruangan dosen di gedung fakultasnya, Dery justru dibuat kaget dengan ramainya orang-orang yang berkumpul di depan ruangan itu. Perasaan Dery jadi tidak enak, ia pun bergegas mendekat. Tapi karena ramai, ia tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam. Hantu Skripsi penunggu ruangan Pak Teguh tiba-tiba saja keluar dan langsung melayang menghampiri Dery. Ia menangis dan panik saat menjelaskan, "Pak Teguh, Massss! Pak Teguh tewas!" Yang disampaikan oleh Hantu Skripsi mendorong Dery untuk menyelipkan diri di kerumunan itu agar ia bisa masuk ke ruangan dosen. Di dalam ruangan Pak Teguh juga penuh, dan terdengar suara beberapa orang yang menangis dari dalam sana. Dery berhasil mengintip sedikit ke dalam dan melihat, jasad Pak Teguh yang duduk di depan meja kerjanya. Dan yah, kondisi Pak Teguh sama mengenaskannya dengan kondisi Sharon. Pak Teguh meninggal karena ulah vampire. Kenyataan itu membuat Dery mencengkeram erat dokumen skripsi yang sudah di-print olehnya hingga kertas-kertas itu rusak. Keterkejutan Dery akan kematian Pak Teguh belum juga pulih ketika terdengar teriakan kencang dari luar. Semua orang yang ada di dalam ruangan dosen pun bergegas keluar menuju teriakan itu, termasuk Dery yang tanpa sadar melangkah sendiri ke sana. Seorang mahasiswi lah yang baru berteriak dari sebuah kelas yang letaknya bersebelahan dengan ruang dosen. Ketika orang-orang datang, ia sudah menangis histeris sambil menunjuk ke dalam kelas. Yang lain ikut berteriak begitu mereka lihat, ada lima mayat lain di dalam kelas, dengan kondisi tidak jauh berbeda dari Pak Teguh, didudukkan di bangku-bangku kelas itu. Membentuk pemandangan yang betul-betul mengerikan dan traumatis. Melihat itu membuat Dery langsung berbalik dan berlari kencang menuju motornya untuk pulang ke rumah. Dery mau bertemu Zora, mau memberitahu perempuan itu bahwa mereka harus menghentikan Javon. Harus membunuh raja vampire biadab itu, dan para pasukannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD