Bye-Bye Abizar Busuk!

1525 Words
Mungkin karena mendengar ada ribut-ribut antara aku dan Abizar di ruang tamu, Kak Puspa mendatangi kami dan menanyakan ada apa, “Kalian kenapa ribut-ribut, malu itu didengar tetangga, itu ada yang sampe nengok ke rumah kita, loh.” Aku menjawab ucapan Kak Puspa tanpa menoleh ke dia karena masih fokus ke Abizar, “Cuma ribut gini mah gak bakal bikin malu, yang bikin malu itu, ada gadis yang tiap hari datang ke rumah orang terus cekakak cekikik, kayak gak punya dosa ngobrol sama suami orang.” Kak Puspa menyambar bahuku, membuatku membalik badanku dengan terpaksa, “Tania, jangan keterlaluan. Kalo yang kamu maksud barusan adalah Sofia, dia sudah saya izinkan untuk keluar dan masuk ke rumah ini. Dia sudah seperti adik saya sendiri, lagian Sofia dan Abizar sudah lebih dulu berhubungan sebelum Abizar bertemu dengan kamu, paham?” aku menunjukkan wajah datar, lalu mencoba menjawab ucapan Kak Puspa, “Paham. Kalo mengenai itu saya sangat paham, yang saya tidak paham adalah kenapa suami orang bisa sedekat itu dengan perempuan yang belum menikah, Kak Puspa bisa kasih saya jawaban yang masuk akal?” dia melotot ke arahku, “Karena sebentar lagi dia akan jadi bagian dari keluarga ini.” Aku bergeming, mencoba mencerna perkataan Kak Puspa, “Bagian dari keluarga ini, Maksudnya apa?” belum sempat pertanyaan tersebut terlontar, di depan, terdengar suara orang menangis ditambah suara orang ngomel-ngomel. Ketika aku lihat itu Sofia dan wanita tua yang kemarin turun dari mobil bareng Abizar dan Kak Puspa. Terdengar dia masuk ke ruang tamu ini nyelonong aja tanpa salam, “Puspa, maksudnya apa ini, Sofia bilang ke saya kalo istri Abizar menyudutkan dia, bilang seolah-olah anak saya ini perempuan gak baik, kan kalian sendiri, keluarga kalian yang datang ke rumah kami untuk meminta Sofia menjadi istri Abizar, harusnya istri Abizar sudah tau akan hal ini, kan? Kalian sudah memberitahu istri pertama Abizar kalo Abizar mau nikah lagi dengan anak saya, kan?” aku terkesiap, perempuan itu juga kaget, mungkin tadi dia tidak melihatku, dan terkejut karena ucapannya barusan didengar olehku, dia tidak sadar bahwa istri Abizar ada di ruangan ini. Aku melihat ke arah Abizar, lalu menengok ke Kak Puspa, menunggu penjelasan mereka tentang hal ini, “Bi, apa maksudnya dengan ini semua?” dia diam, tidak menjawab, hanya menunduk. Lalu aku bertanya ke Kak Puspa, “Kak Puspa, apa maksudnya ini?” tanpa wajah berdosa, tanpa merasa bersalah, dia menjawab pertanyaanku, “Iya, Abizar dan Sofia akan saya nikahkan. Kamu harus menerima menjadi istri pertama dan Sofia akan menjadi istri kedua Abizar, kamu harus siap dimadu.” Aku ketawa, tertawa kencang sekali mendengar ucapan Kak Puspa barusan, “Abizar mau nikah lagi? Sama perempuan s****l ini?” ibu Sofia terlihat marah, dan berteriak, “Hei, hati-hati kalo bicara, anak perempuan saya ini perempuan baik-baik.” Aku menatapnya bengis, “Kalo anak Anda perempuan baik-baik, dia gak akan pernah mau dinikahi lelaki yang sudah beristri tanpa izin saya sebagai istri pertamanya. Dan kalo anak Anda ini perempuan baik-baik, dia akan menjaga marwahnya sebagai perempuan dan tidak menggatal ke suami orang, cengangas cengengenges, dan berduaan dengan suami orang yang jelas-jelas bukan mahromnya, PAHAM ANDA?” Kak Puspa menarik tanganku, “Kamu gak punya hak ngomong begitu Tania, ini sudah jadi keputusanku, Abizar akan aku nikahkan dengan Sofia, silakan terima atau …” aku menantang Kak Puspa untuk meneruskan ucapannya, “Atau apa?” dia mendekus, memilih duduk dan diam. “Sudahlah, kalian selesaikan dulu urusan rumah tangga kalian. Yang pasti pernikahan Abizar dan Sofia tidak boleh batal, karena saya sudah mengabarkan keluarga besar, saya pulang dulu.” Ucap perempuan tua itu sambil menggandeng tangan anaknya dan keluar dari rumah ini. * Dan di sini aku, akhirnya. Setelah kejadian huru hara tadi, akhirnya aku membuat keputusan bulat, sudah tidak kuat lagi menanggung cibiran halus yang menusuk kalbu. Merasa bahwa mereka, keluarga Abizar banyak mengeluarkan uang dan membantu keluargaku. Merasa bahwa, harusnya aku beruntung dan berterima kasih karena sudah disunting Abizar, yang tidak banyak menuntut apa pun ditambah lagi dengan rencana Abizar menikah lagi dan menjadikan Sofia, mantan pacarnya semasa sekolah di SMA dulu istri kedua untuknya dan madu bagiku, “Aku gak mau meneruskan hubungan ini, tolong lepaskan aku. Talak aku.” Abizar bergeming di tempatnya, diam. Dia memang penjiri, penakut, tidak pernah bisa memutuskan hal-hal penting seperti ini, kebiasaan Abizar adalah jika sudah berhadapan dengan keadaan sulit, lebih memilih diam dan menyerahkan semua keputusan pada kakaknya. Tipikal anak bungsu yang manja, bahkan sudah tua pun, masih menggantungkan semua keputusan kepada kakaknya, salahku, menikahi pria ini, sungguh. Menunggu jawaban Abizar, justru Kak Puspa yang buka suara, “Bagus, memang itu yang seharusnya sejak dulu kamu lakukan, kamu gak pernah menganggap rumah ini rumahmu, anak-anakku, keluargamu, dan kami ini bagian hidupmu. Ngeliat rumah kotor, kamu gak mau nyapu, cucian piring banyak kamu diamkan, bangun tidur, siang. Masak juga gak pernah, dan kami gak pernah protes tentang itu. Dasar kamu yang pemalas dan seharusnya kamu bersyukur dan berterima kasih, karena Abizar banyak membantu dan memberi uang ke kamu yang kamu gunakan untuk keperluan keluargamu sendiri. Abizar mau menikahi kamu, perempuan gendut yang sampai sekarang tidak bisa memberinya keturunan. Untung saja Sofia tokcer, langsung hamil hanya sekali sentuh saja oleh Abizar.” Aku sungguh terkejut dengan ucapan Kak Puspa, “Hamil? Sofia hamil anak siapa? Anak Abizar? Benar itu, Bi, perempuan laknat itu sudah hamil anakmu?” hening, tidak ada jawaban sama sekali. Aku diam, terperangah mendengar ucapan Kak Puspa, sungguh. Dia merasa berjasa sekali terhadap keluargaku? Karena uang Abizar diberikan ke aku, terus dia berpikir uang itu aku gunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadiku dan keluargaku? Lalu, aku dianggap tidak mampu memberikan keturunan sehingga bisa-bisanya Abizar dijodohkan dengan perempuan lain yang bahkan sudah hamil duluan sebelum ada pernikahan. Mereka ini lupa, bahwa aku juga kerja, aku juga banyak andil dalam berjalannya kehidupan ekonomi keluarga kami, bahwa sudah hampir empat bulan ini Abizar menganggur, tidak ada pekerjaan, ya Allah, sungguh, jika ada satu kesempatan dalam hidup yang mau aku ulang, maka hari di mana Abizar melamarku adalah waktunya, aku akan tolak. Biarlah, menjadi perawan tua pun tidak apa, asalkan tidak terjadi hal ini, tidak ada harganya aku dan keluargaku di mata mereka. Tanpa menunggu waktu lama, aku bergegas membereskan semua barang-barangku, tidak ada sedikit pun Abizar berniat membantuku, dia malah duduk di ruang tamu, aku benar-benar kesal. Selintas aku mendengar Kak Puspa bilang ke Abizar, “Sudah, ceraikan saja, toh kamu bisa cari perempuan lain yang mampu membahagiakanmu. Sudah berapa tahun kalian nikah, toh dia gak bisa kasih kamu keturunan.” Aku geram mendengarnya, sungguh. Dia gak tau apa yang terjadi pada pernikahan kami, tapi semua kesalahan ditimpakan padaku. Selesai berkemas, aku memesan taksi online, dan keluar dari kamar, menuju ke ruang tamu, tempat di mana Abizar, Kak Puspa, dan sekarang Mas Joko berada. “Kenapa kamu lebih memilih bercerai, Tania. Padahal poligami justru lebih terhormat dibandingkan menjadi janda.” Ucapan Mas Joko kembali menyulut emosiku, “Lebih baik menjadi janda terhormat daripada hidup dengan suami yang rela meniduri perempuan lain, hingga perempuan tersebut hamil, aku kebagian dosanya kalo dekat-dekat dengan mereka. Dan, menurut Anda, apakah hamil duluan sebelum ada pernikahan itu terhormat?” aku menanyakan hal tersebut ke Mas Joko, dia tidak menjawab lagi. Lalu aku melihat ke arah Abizar dan sekali lagi memintanya mentalakku, “Cepat talak aku, sekarang, sebelum taksi onlineku datang.” Tanpa bangun dari duduknya, tanpa menatap wajahku, Abizar bergumam, pelan, “Baiklah, Tania Larasati Hadi binti Maulana Hadi, hari ini aku talak kamu dan aku lepaskan kamu, aku ceraikan kamu.” Aku mengangguk, entah kenapa, bukan sedih yang aku rasakan, justru lega, “Terima kasih sudah melepaskanku, oiya, Kak Puspa, beberapa waktu pernikahan ini, setelah saya keguguran kemarin, kami belom punya anak, bukan murni kesalahanku, coba tanya sama adikmu, apakah dia sudah menjalankan kewajibannya sebagai suami dengan benar? Jangan hanya menyalahkan saya. Semoga perempuan yang katanya tadi mau dinikahkan sama dia, mau menerima dia, seperti saya menerima adikmu, semoga juga bisa dipuaskan perihal nafkah batinnya, sama adikmu.” Kak Puspa mengangkat wajahnya yang penuh tanda tanya, aku kemudian melihat ke arahnya, ke wajah Abizar, dan bilang ke dia, “Nanti, kalo mau melaksanakan tugasmu sebagai suami, jangan lupa, pakai obat yang suka kamu minum kalo kita mau berhubungan, oiya, aku lupa, dia sudah hamil, ya, berarti dia sudah tau, kan, Abizar, kalo punya kamu itu kecil, segini," Aku menunjukkan jari kelingkingku, "Saranku, stock obat kuat andalamu itu yang banyak, seperti kejadian di malam pertama kita, itumu tidak bangun sebelum kamu minum obat andalanmu yang biasa. Karena aku yakin tanpa bantuan obat, milikmu itu letoy, gak berasa apa-apa, gak bisa bikin puas! Oya, satu lagi, semoga perempuan yang dijodohkan denganmu, mampu menghasilkan uang untuk rumah tangga kalian, kan kamu gak kerja otomatis gak ada penghasilan.” Tidak berapa lama taksi onlineku sampai, “Baiklah, selamat menikmati kehidupan kalian, selamat menyambut pendamping baru untuk adikmu yang BANYAK KURANGNYA ITU!” aku lalu berjalan keluar, masuk ke taksi, dan menuju ke rumah kami, well … rumah Abizar, sih, tapi ada barang-barangku juga di sana. Aku sudah minta tolong Dede, sahabatku, untuk datang ke sana terlebih dahulu sambil membawa mobil barang, dia juga sudah mencarikan kontrakan kecil yang cukup untukku sendiri.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD