Bab 9

860 Words
"Setelah duduk bersantai dan bermain kita mau ke mana lagi?" tanya Syifa. Dia merasa dirinya hanyalah hewan perliharaan yang dibawa ke sana kemari tanpa harus berbuat apa-apa. Akan lebih baik kalau dia kerja tapi sekarang bosnya tak menginginkan hal itu dan malah Hali sedang asyik bermain dengan Rey. Namun keduanya bersenang-senang sehingga Hali tak menanggapi pertanyaan Syifa. Otomatis wanita itu mendengus lalu diam sampai Rey dan Hali selesai bermain. Napas Hali ngos-ngosan saat dirinya duduk di samping Syifa. "Dari tadi ... Kamu tanya apa?" Syifa membuang muka pada Hali seraya memasang wajah masam. "Cari tahu saja sendiri." balasnya ketus. Kekesalan Syifa rupanya menular pada Hali. Pria itu menampakkan wajah jengkel. Dia memandang lurus pada Rey yang sibuk bermain dengan anak seusianya. "Menyenangkan ya punya anak bisa diajak main dan segala hal," "Tidak juga, memang ada beberapa hal yang menyenangkan namun ada juga sisi buruknya. Kau belum tahu bagaimana jadi orang tua jadi aku rasa percuma saja jika aku menjelaskannya." ucap Syifa. Hali pun diam dan memandang Rey kesekian kalinya sampai bocah kecil itu datang menghampiri mereka. "Bunda ...." Rey lalu menguap dan mengucek matanya. Syifa mendekat pada putranya lalu mengusap pipi Rey. "Kau mengantuk rupanya apa kau mau pulang?" Si bocah kecil lalu mengangguk kemudian merentangkan kedua tangannya agar dipeluk oleh Syifa. Tentu saja Syifa menggendong Rey. "Ayo kita pulang saja hari juga sudah sore." ujar Syifa pada Hali yang duduk di bangku taman. "Baiklah." Hali kemudian bangkit dari Bangku dan mengulurkan kedua tangannya. "Kau ingin apa?" "Berikan Rey padaku. Biar aku menggendongnya." "Untuk apa? Rey ini putraku bukan putramu. Aku sudah terlalu banyak merepotkanmu jadi sebaiknya aku saja yang menggendongnya." "Kau salah besar." ucap Hali tiba-tiba membuat Syifa menyeringit. "Aku sudah menjadi Ayah Rey. Dia telah menganggapku sebagai Ayahnya begitu juga sebaliknya jadi biarkan aku mengemban tanggung jawab sebagai seorang Ayah untuk anakmu." Syifa terpaku dan saat tersadar Rey sudah tak berada di gendongannya melainkan dalam gendongan Hali. "Ayo kita pergi." Wanita itu lagi-lagi dibuat tertegun ketika Hali menggenggam tangannya lalu berjalan bersama-sama keluar dari taman tersebut. 'Astaga kenapa denganku? Syifa jangan terbawa perasaan. Dia melakukan ini hanya untuk tak dicurigai sama penjaga taman Ini, tak lebih.' Meski Syifa berusaha untuk meyakinkan diri tapi jantung Syifa berdetak dengan kencang. Apa yang terjadi pada dirinya? ❤❤❤❤ Setibanya di rumah, Syifa meletakkan Rey di ranjang lalu memberikannya selimut. Dia mengembuskan napas panjang seraya duduk di tepi ranjang. Pandangan Syifa lalu beralih pada tangannya yang digenggam lembut oleh Hali beberapa waktu yang lalu. Syifa masih bisa merasakan genggaman Hali yang hangat dan juga kokoh seperti membekas dalam perasaan wanita itu. Mendadak Syifa menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Tidak jangan berpikiran aneh Syifa. Kau sekretarisnya, dia bosmu. Kau tak bisa punya perasaan padanya," "Punya perasaan pada siapa?" Wanita itu terperanjat kaget kemudian menoleh pada asal suara. Di depan pintu tampaklah Hali dengan pakaian santainya. "Se-sedang apa kau di sini, Pak Hali?" Hali berjalan mendekat pada Syifa atau lebih tepatnya pada Rey. Dia cuma menatap Syifa sejenak kemudian berjalan sembari melihat pada Rey. "Dia manis sekali ketika tidur. Jadi ingin peluk." "Hei kau belum mengatakan padaku, kenapa kau ada di sini?" "Aku melihat dia. Memangnya tak boleh?" "Lalu kenapa kau membawa bantal?" "Tentu saja untuk menginap." "Menginap? Atas dasar apa?" "Janji pada Rey. Bagaimana jika dia menyadari kalau aku tak ada di sini?" "Tapi kita ini bukan muhrim masa kita tidur bareng?" "Siapa bilang. Ada Rey di sini." Hali lalu duduk di tepi ranjang berdampingan dengan Syifa. "Apa kau sudah makan? Aku akan membuatkanmu makanan kalau kau--" "Tak usah aku akan makan di rumah saja." Lalu mereka berdua diam. Hali lebih tertarik pada Rey sementara wanita itu gugup dan memilih duduk mematung. "Kenapa kau kaku begitu?" tanya Hali heran. Ternyata dia juga diam-diam memandang Syifa. Dia heran memperhatikan gelagat Syifa tak biasa. "Ah tidak kok, aku tidak kaku." "Benarkah?" Hali mendekat pada Syifa. Karena hal itu Syifa mundur dari tempat duduknya. "Katakan padaku, apakah kau kaku seperti ini di depan Suamimu?" Syifa terpaku. Otaknya sedang mencerna perkataan Hali dan terlihat seperti orang bodoh, dia bertanya. "Maaf? Apa yang kau maksud dari tadi?" Hali membuang napas pendek. "Ayah Rey. Apa kau sekaku ini ketika kalian melakukan malam pertama?" Syifa mengerjapkan mata lalu wajahnya tampak memerah. "Mmm ... itu." Mendadak pintu terbuka menampakkan Erwin, Ayah dari Hali masuk. Hali otomatis menjauh, memandang heran pada Erwin. "Ayah, sedang apa di sini?" Erwin yang membalikkan tubuh terkejut memandang pada Hali. Pria paruh baya itu tak tahu ada Hali di sana. "K-kau sedang apa di Sini Hali?" Mata Hali memicing. "Aku di sini karena akan menginap di sini untuk Rey. Kalau Ayah?" "Mm ... Ayah ingin berbicara dengan Syifa tapi kalau kau ada di sini Ayah tak jadi. Nanti saja, kau makan di sini atau di rumah?" "Di rumah. Aku hanya akan tidur di sini kok." "Oh kalau begitu, cepatlah pulang makan malam sudah siap." Setelahnya Erwin keluar dari rumah kecil milik Syifa kemudian diikuti oleh Hali pergi. Syifa pun bernapas lega melihat kepergian Hali. Pertanyaan Hali cukuplah sulit untuk dijawab oleh Syifa. Dalam hati dia berharap semoga Hali melupakan pertanyaan tersebut. ❤❤❤❤ See you in the next part!!! Bye!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD