Fotografer itu menghentikan kegiatannya setelah melihat pada layar ponsel. Rupanya ada seseorang yang menghubunginya. Dia langsung mengangkat telepon. "Halo,"
"Halo, apa kau sudah mendapatkan foto yang aku inginkan?" si fotografer tersenyum semringah.
"Tentu saja Tuan, aku akan memberikannya pada anda siang nanti."
"Jangan nanti, sekarang!" balas si penelepon tak sabaran. Nadanya terkesan marah. Fotografer mendengus.
"Baiklah secepatnya saya akan mengirimkan beberapa foto pada anda." Telepon dimatikan dan fotografer pergi dari taman tersebut karena telah menyelesaikan tugasnya.
❤❤❤❤
Di sebuah restoran, tampaklah seorang pria yang menyesap kopinya sedikit demi sedikit. Sepasang mata pria itu terus menatap pada seorang gadis yang sibuk melayan para tetangga restoran.
Dialah Marisa ... Gadis cantik berusia 21 tahun mantan pacar Hali. Awal perjumpaan membuat si pria langsung jatuh cinta. Berkali-kali dia mengatakan perasaannya tapi Marisa menolak dengan mengatakan bahwa dia sudah mempunyai pacar bernama Hali.
Pria itu lantas tak percaya dan mencari siapa Hali. Setelah diusut tuntas rupanya keduanya memang pernah punya hubungan namun tak berjalan lama karena tak mendapat restu dari sang Ibu. Hali pun sekarang dekat dengan seorang wanita yang memiliki anak.
Jadi dia menunggu kesempatan untuk berbincang dan memperlihatkan foto yang dia siapkan. "Permisi," Marisa menoleh pada si pria dan langsung mendengus.
"Kenapa dia lagi sih?! Apa dia tak bosan duduk berlama-lama di situ?!" ketus Marissa entah pada siapa.
Seorang pelayan, salah satu teman Marisa datang menghampiri si pria. "Ada yang bisa saya bantu Pak?"
"Permisi, kau hei pelayan kemarilah!" ucap si pria dengan nada lantang perhatiannya tertumpu pada Marisa. Pelayan yang berada di dekat si pria ikut memanggil nama gadis itu sehingga Marisa tak punya pilihan selain mendatangi pria yang menurutnya menjengkelkan itu.
"Mau pesan apa Pak?" Tangan Marisa mendadak di tarik oleh si pria tapi Marisa dengan cekatan menepis genggaman itu secara cepat dan tenang.
"Pak tolong berlakulah sopan, saya bisa loh berteriak dan menuduh anda." si pria tersenyum lalu menyuruh Marisa duduk.
"Maaf pak saya di sini bukan untuk bermalas-malasan."
"Baiklah aku pesan satu gelas kopi lagi dan juga namaku Sultan tolong panggil aku dengan namaku, aku belum tua."
"Memangnya saya peduli? Anda adalah pelanggan bukan teman saya." kata Marisa seraya menulis di catatan pelayan.
"Apa ada lagi yang mau dipesan?" Lelaki itu berpikir sebentar.
"Ah ya ada yaitu kau."
"Hah? Aku?"
"Iya aku ingin mengajakmu setelah kau pulang kerja nanti, bagaimana?" Marisa langsung mengangkat salah satu sudut bibirnya.
"Wah maaf saya tak bisa jalan-jalan dengan anda karena saya punya--"
"Pacar?"
"Nah itu anda tahu,"
"Justru karena itu aku ingin membicarakan tentang pacarmu." Alis Marisa tertaut.
"Pacarku? Kau mengenal dia?" Sultan menampilkan senyuman begitu matanya menangkap raut wajah Marisa yang heran.
"Duduklah." Kali ini Marisa menurut sementara Sultan mengotak atik ponselnya. Pria itu lalu memperlihatkan layar ponsel miliknya pada Marisa.
"Apa pacarmu adalah laki-laki ini?" Marisa membelalakan matanya melihat sosok Hali, pria yang dia cintai tengah bersama dengan seorang wanita dan anak kecil.
"Di- dia dengan siapa?" Sultan tersenyum meledek.
"Menurutmu?" Hati Marisa hancur berkeping-keping. Dia menyangka jika wanita yang berada di dalam foto yang sama adalah istrinya dan anak kecil itu adalah anaknya. Marisa makin hancur melihat ekspresi bahagia dari Hali beserta kedua orang itu. Apakah Hali sudah bahagia tanpanya?
Gadis itu lantas berjalan keluar dari restoran. Di sana sesekali Marisa menghapus air matanya. Sultan mengikuti Marisa dari belakang seraya menyunggingkan senyuman puas.
"Tega ya, kau di sini masih mencintai dia tapi pacarmu sudah move on bahkan sudah punya anak. Apa kau tak membencinya Marisa? Dia sudah menyakitimu dan sebaiknya kau lupakan pria itu. Kau juga harus maju!"
Marisa kembali mengelap air mata yang mengalir deras di kedua pipinya dan bersungut. "Selama ini aku memang mencintainya dan tetap menunggu agar dia kembali padaku dengan restu Ibunya tapi ... Dia malah ...."
Marisa menarik napas dan mengembuskan napas panjang. "Aku rasa sudah saatnya aku berhenti mengharap. Mulai saat ini, aku akan move on." Senyuman yang disunggingkan makin lebar.
"Kalau begitu apa kau mau menjadi pacarku? Aku sudah lama menyukaimu dan ingin kau menjadi--" Dalam perkataan Sultan Marisa tersenyum kecut.
"Oh jadi kau membuat ini hanya untuk membuatku menjadi kekasihmu?" Sultan lantas menggeleng.
"Jadi aku harap kau jangan bertanya seperti itu lagi aku sedang sedih mengerti?" Marisa lalu berjalan masuk kembali dan memasang wajah datar.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!