Part 02. Insiden tak Terduga

1305 Words
Hari beranjak siang dan hari itu Wala benar-benar sedang tidak beruntung. Tidak satu pun dia berhasil menjual tanaman hiasnya, sehingga sama sekali tidak ada rupiah yang bisa dia dapatkan. "Aku akan coba berkeliling kampung, mudah-mudahan ada yang mau beli bunga dariku." Wala menggumam dan merasa kecewa. Dia belum berani pulang apabila belum mendapat hasil, karena Emak Ratna, pasti akan memarahinya jika dia pulang dalam keadaan tangan kosong. Dengan tidak bersemangat, Wala merapikan kembali tanaman-tanaman hias yang sempat dia pajang sebelumnya dan dimasukkan lagi ke dalam bak mobil. Kakinya terasa gontai, ketika dia kembali naik ke kursi kemudi dan melajukan mobil itu perlahan meninggalkan area pasar. "Perutku lapar dan aku tidak mungkin beli makanan. Aku harus menyimpan sisa uangku untuk aku berikan pada emak," sungut Wala, manakala dia sudah ada di dalam mobilnya yang kini mulai melaju menyusuri jalanan di kampung itu. Wala menyentuh perutnya yang terasa keroncongan dan dia hanya bisa menunda rasa lapar, dengan meneguk air mineral yang selalu tersedia di dalam mobilnya. Belum seberapa jauh dia melajukan mobil itu, tiba-tiba Wala merasakan ada yang tidak nyaman di bagian perut bawah. Ada desakan sesuatu yang sangat kuat terasa menggelitik di kantung kemihnya. "Aduh ... aku kebelet dan tidak ada toilet di sekitar sini." Sembari memperlambat laju mobil, Wala mengedarkan pandangannya ke semua sisi jalan. Hanya hamparan perkebunan pisang dan jagung yang terlihat di sisi jalan tempatnya melintas. "Aku tidak tahan lagi. Mau tidak mau, aku terpaksa akan buang air di semak-semak itu saja." Wala segera menepikan mobil di dekat kebun pisang, yang mana terdapat banyak semak belukar di sekelilingnya. Perlahan dia turun dari mobilnya dan melangkahkan kaki dengan cepat masuk ke dalam rimbunan tanaman-tanaman pisang. Di balik semak-semak, Wala berdiri dan buru-buru melepaskan gesper ikat pinggang serta resleting celananya. "Ahh, lega ... " Wala menghembuskan napasnya panjang, sambil mengeluarkan semua yang membuatnya merasa tidak nyaman. "Tolong! Tolong!" Wala mengernyit. Ketika tengah asyik dengan ritualnya, tiba-tiba terdengar jerit suara seorang wanita tengah minta tolong, tak jauh dari posisinya berada saat itu. "Kenapa aku seperti mendengar ada suara orang minta tolong? Siapa yang menjerit seperti itu di tempat sepi begini?" batin Wala bertanya-tanya. Pandangan pemuda itu kembali beredar, memperhatikan area sekelilingnya yang tampak sepi dan tidak ada pergerakan apapun dia lihat di sana, kecuali desau angin yang menggoyangkan pelepah-pelepah daun pisang, saling bergesekan satu sama lain. "Diam dan jangan berteriak lagi! Tidak akan ada seorangpun yang menolongmu disini!" Wala menautkan kedua alisnya serta menajamkan pendengarannya. Suara seorang pria yang sedang terkekeh, kini terdengar menimpali jeritan minta tolong wanita itu. Suara-suara itu sepertinya datang dari semak-semak yang ada di balik rerimbunan batang pisang. Kala itu, Wala masih belum menyelesaikan aktifitas buang airnya, sehingga dia tak berniat mendekati arah datangnya suara itu. "Tolong lepaskan aku! Aku akan berikan semua barang-barang berharga milikku padamu, tapi aku mohon jangan sakiti aku." Jeritan itu terdengar lagi, semakin mengiang dan mengusik telinga Wala, yang seketika menimbulkan rasa penasaran di hatinya. "Aku tidak butuh uang ataupun perhiasan milikmu! Aku hanya menginginkan tubuhmu yang sangat seksi dan menggairahkan itu." Telinga Wala juga kembali menangkap gelak tawa pria yang terdengar seperti tengah melecehkan seorang wanita itu. Buru-buru dia mengaitkan kembali gesper ikat pinggangnya, lalu kakinya bergerak begitu saja mendekati sumber suara. "Tolong lepaskan saya! Hmmpp ... " Teriak ketakutan itu semakin jelas di indera pendengaran Wala. Bahkan, dari jeritan yang seketika terhenti itu, Wala bisa menebak mulut wanita itu pasti sedang dibekap, agar tidak terus saja berteriak. "Diamlah! Tidak perlu berteriak! Tidak akan ada seorangpun yang akan mendengarmu disini!" Wala membelalakkan matanya ketika kini rimbunan semak belukar dan rerumputan yang menjulang tinggi hampir seukuran d**a di hadapannya, tampak bergoyang dan seperti ada makhluk hidup lain yang menggerakkannya. Kedua tangan Wala langsung bergerak, menguak rimbunan rerumputan itu. Betapa terkejutnya dia, ketika di balik semak itu, terlihat sangat jelas, seorang pria tengah menindih kasar tubuh seorang wanita yang meronta dan tampak ketakutan di bawah kungkungan pria itu. "Hei ... berhenti!" pekik Wala seraya melompat dan menyeruak di antara rumput-rumput tinggi di yang menghalanginya. Wala berdiri dan menatap tajam, pria dengan wajah sangar yang kini posisinya sudah tepat ada di depannya. Wala mendengus dan merasa tidak senang melihat perlakuan j*****m pria itu. Dari teriakan-teriakan wanita yang ada di bawah kungkungan sang pria, serta gerakan-gerakannya yang selalu meronta, mencoba melepaskan diri, sudah pasti itu adalah sebuah percobaan pemerkosaan. Pria itu sontak kaget bukan kepalang mendengar suara teriakan Wala. Seketika dia menoleh dan tidak menyangka jika ada orang lain mengetahui perbuatannya, di area yang dia kira jauh dari jangkauan siapa pun. "Siapa kamu? Berani-beraninya mengganggu kesenanganku!" bentak pria itu, sangat marah, karena Wala tiba-tiba muncul di tempat itu dan menggagalkan semua hal yang baru saja hampir dia dapatkan. Di saat itulah, wanita yang ada di bawah tubuh pria itu, merasa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri. Dengan sekuat tenaga, wanita itu menggerakkan kakinya dan menendang bagian utama pria di atasnya. "Aaarrgh!" Pria itu menjerit kesakitan dan tubuhnya terjungkal ke permukaan tanah. Dia mengerang dan membungkuk memegang area kelelakiannya yang terasa sangat sakit akibat tendangan keras dari kaki wanita itu. Wanita itu pun segera bangkit dan walau sedikit tertatih, dia berusaha berlari mendekati Wala yang masih berdiri di tempat semula. "Mbak Zinnia!" Wala semakin melebarkan matanya, ketika dia ingat bahwa wanita yang hampir saja dilecehkan oleh pria itu, ternyata adalah wanita yang tadi siang baru saja berkenalan dengannya di pasar. "Bang Wala!" Zinnia juga meneriakkan namanya dan dengan cepat berhambur ke pelukan Wala, tampak sangat ketakutan. "Tolong selamatkan aku, Bang! Laki-laki itu mencoba memperkosaku," ucap Zinnia dengan suara bergetar dan napas yang terengah-engah. "Mengapa ini bisa terjadi, Mbak? Siapa laki-laki itu?" Wala mengusap punggung Zinnia dan merasakan tubuh wanita itu gemetar serta keluar keringat dingin. "Lepaskan wanita itu dan jangan sok jadi pahlawan!" Belum sempat Zinnia menjawab pertanyaan Wala, pria itu kembali berdiri dan menatap gusar ke arah Wala dan Zinnia. Wala segera melepaskan pelukan Zinnia, lalu membalas menatap pria itu dengan senyuman mengejek. "Mau kamu apakan wanita ini, Bang? Kalau mau senang-senang, ajak aku juga dong! Aku juga mau jatah yang sama," cibir Wala dengan seringai miring. "Aaahh ... banyak bacot!" Pria itu terlihat berang, karena dia tahu kalau Wala hanya mengejeknya. "Kalau kamu cukup punya nyali, ayo hadapi aku!" Tanpa basa-basi, pria itu berlari ke arah Wala sambil mengepalkan erat tangan kanannya. "Eiitt ... stop! Tunggu dulu ... sabar, Bang!" Wala menunjukkan kedua telapak tangannya dan menghentikan gerakan kaki pria itu. "Jangan main kasar! Jujur, aku tidak bisa berkelahi, Bang. Jangan pukul aku ya! Aku sangat takut melawan Abanng," rengek Wala dengan nada sedikit memelas dan gaya slengeannya. "Dasar pengecut! Kamu jangan coba-coba main-main denganku!" dengus pria itu semakin geram. Dia tahu kalau Wala hanya sedang meledeknya. Tidak ingin meladeni candaan Wala, pria itu kembali mengepalkan tangannya dan langsung menyerang Wala dengan membabi buta. Akan tetapi, pukulan pria itu tidak sedikitpun mampu menyentuh Wala. Dengan gesit dia berkelit dan berbalik mencengkram tangan pria itu. Wala memutar tubuhnya lalu mengarahkan sebuah tendangan ke wajah pria itu. "Aaarggh!" Tubuh pria itu terpelanting beberapa jarak ke belakang, seraya mengerang kesakitan. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Wala bergegas menghampiri pria yang sudah terhuyung di hadapannya, lalu kembali memberi sebuah tendangan tepat di belahan paha pria itu. Bruugh! Tubuh pria itu pun seketika ambruk dan terjengkang di atas semak-semak. "Ayo, cepat! Kita harus segera lari dari tempat ini!" Wala berteriak, seraya menarik tangan Zinnia yang masih berdiri ketakutan di tempat semula. "Iya, Bang!" Zinnia juga tidak ingin membuang waktu. Bergegas dia berlari sekencang-kencangnya menyusul Wala yang sudah berlari di lebih dulu darinya. "Cepat masuk, Mbak! Kita harus segera meninggalkan tempat ini," titah Wala, ketika mereka sudah sampai di tempat dimana Wala memarkirkan mobil bak terbuka miliknya. Setelah Wala membuka pintu depan bagian penumpang, Zinnia pun tidak berkomentar dan menurut untuk segera masuk ke mobil itu. Wala juga buru-buru masuk dan duduk di kursi kemudi. Dengan cepat Wala tancap gas, melajukan mobilnya sekencang mungkin, meninggalkan tempat tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD