8. Serafina

1560 Words
Seth masuk ke dalam kamarnya seusai pulang mengantarkan Katia. Masih tersisa bau manis gadis itu di dalam kamarnya itu. Seth berusaha menghela nafas dalam dalam berusaha menghirup semua aroma Katia yang tertinggal. Tapi dadanya sesak merasakan sesuatu yang tidak pernah terasa sebelumnya. Takut. Takut akan keselamatan diri Katia. Takut akan masa depan Serafina. Takut dirinya tidak mampu memilih antara kedua wanita itu. Walaupun memiliki wajah serupa, tapi sifat dan jiwa mereka benar benar berbeda. Serafina berapi api, sementara kembaran mortalnya tenang menghanyutkan. Serafina sudah mengorbankan segalanya untuk bersama dirinya, tapi Katia membuatnya penasaran dengan tatapan matanya yang tenang tapi juga penuh amarah ketika memperjuangkan sesuatu yang dirasanya benar. Teringat akan bayangan yang mengikuti Katia, Seth memutuskan untuk melakukan sesuatu. Pria itu memejamkan matanya sementara kepalanya bersinar terang memancarkan cahaya dari pelindung kepala perak yang tiba tiba muncul. Ketika dibukanya pengelihatannya, Seth sudah berdiri di ujung daerah kekuasaannya.Kegelapan yang dingin menyambut kedatangannya sebagai  penguasa Dunia Kematian. Sebuah perahu sudah menanti Seth di ujung sungai yang harus dilewatinya untuk bisa sampai ke istananya. Kharon, sang tukang perahu menunduk dalam-dalam melihat kedatangan Rajanya. Seth naik ke atas perahu dan roh tua itupun mulai mendayung perlahan dalam diam, melewati sungai Styx. Diujung air tenang yang tampak bagaikan cermin gelap, menjulang sebuah istana. Berdinding hitam segelap bayangan kabut yang menyelimutinya. Seth melangkah keluar ketika perahu yang dinaikinya berlabuh di tepi sungai dengan bunyi kayu yang menggesek ke pasir. “Terima kasih Kharon” ujar Seth yang dijawab oleh pendayung tak berwajah itu dengan bungkukan sedalam dalamnya.  Didengarnya tapak kaki anjing setianya mendekat. Ketiga kepala Cerberus menunduk begitu melihatnya. Anjing menyeramkan tersebut tampak jinak di hadapan tuannya ketika Seth mengusap salah satu kepala anjing berwarna hitam itu sementara mata merah Cerberus memejam menikmati elusan tuannya. Seth berjalan masuk melewati Cerberus yang tampak kembali duduk di pos jaganya disisi gerbang. Menjalankan tugasnya untuk menjaga gerbang agar tidak ada siapapun yang bisa keluar dan masuk tanpa persetujuannya. Istananya tampak gelap dan sepi. Beberapa bayangan tentara nerakanya tampak berjaga mengintai setiap sudut istana. Tersembunyi di balik bayangan kegelapan yang ada di mana mana.  Bau daging yang membusuk tiba tiba menyeruak menghampiri hidung Seth. “Selamat datang, Rajaku” sapa Serafina dengan suara parau. Seth menoleh kearah datangnya suara. Dilihatnya wanita berbalut kain hitam tipis berdiri di dekat pilar besar yang menyambung dengan tangga istananya. Lekukan badan nya yang molek terlihat di balik kobaran api lentera  yang di bawa oleh salah satu pengikutnya. Payudaranya yang kencang dan putih nampak bergoyang ketika wanita itu berjalan mendekati Seth. Wajahnya tertutup oleh cadar hitam menyembunyikan separuh mukanya yang dikerumuni belatung. Kecantikan wajahnya yang dulu sanggup membuat semua dewa bertekuk lutut kini pudar. Seth mendekati wanita itu dan memeluk badan mungilnya. Diciumnya rambut merah Serafina yang panjang menjuntai. Serafina menarik badannya melepaskan dirinya dari pelukan Seth. “Aroma dirimu berbeda dari biasanya, Rajaku. Apakah aku bukan lagi satu satunya wanita yang pernah jatuh ke pelukanmu?” Seth memandangi wajah Serafina yang tampak makin menyeramkan dibakar api cemburu. “Serafina..” bisiknya. “Apakah kamu mengikutiku ke dunia?” “Kau tidak kembali berhari hari lamanya. Tentu saja aku menjadi risau.” Serafina meletakkan kepalanya ke d**a Seth. “Tubuhku makin hancur, sayangku. Aku memerlukan anak itu. Ingatlah bahwa badan dan wajah anak itu adalah milikku. Kecantikan yang dimiliki anak itu berasal dari pemberianku. Akulah yang kamu cintai dan kamu sayangi. AKulah yang selalu setia berada di sampingmu selama ribuan tahun ini.” Dada Seth sesak mendengar perkataan Serafina. Dirinya selalu merasa bersalah akan apa yang menimpa wanita itu. Tidak pernah diharapkannya bahwa wanita itu akan memilihnya daripada kakaknya, Zack, yang jauh lebih memikat. Bisa dibayangkan betapa terkejutnya Seth ketika pilihan dewi tercantik di alam itu jatuh pada dirinya. Mengingat dirinya tidak pernah tertarik untuk meminang Serafina. “Berikan aku waktu sedikit lagi Serafina. Mantera ibunya masih tertanam kuat dalam diri gadis itu. Badannya kan hancur bila kuseret dengan paksa kemari,” jawabnya beralasan. “Akan kubawa dirinya kemari secepatnya, namun aku minta tahanlah dirimu mengikutiku.” Serafina terdiam. “Apakah kamu jatuh cinta pada manusia itu, Rajaku?” Seth tidak tahu harus berkata apa. “Baiklah kuberi kamu waktu sampai bulan bersinar penuh, setelah itu aku akan menyeret anak itu sendiri kemari walaupun badannya hancur. Takkan kubiarkan manusia itu menggodamu meninggalkanku.” Seth mencium kening Serafina, “Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Serafina.” Serafina memejamkan matanya menikmati ciuman Seth. “Ohh betapa rindunya aku padamu, Rajaku” Ditariknya tangan Seth masuk ke dalam kamarnya. Serafina mendorong badan Seth keatas ranjang dan dewi itu mulai menanggalkan kain yang di pakainya satu per satu. Walau dalam kegelapan Seth bisa melihat dengan jelas tubuh putih Serafina yang telanjang di hadapannya. Cadar yang masih dikenakan Serafina menutupi sebagian dari payudaranya. Tangan Serafina mengelus payudaranya sendiri memainkannya lalu  turun melewati perutnya yang ramping menuju selangkangannya. Serafina mendesah pelan ketika jemarinya memainkan celah diantara pahanya. Seth hanya terduduk di atas ranjang. Dirinya tiba tiba teringat akan Katia yang terikat di pohon dengan p******a yang terbuka. Diakuinya dirinya sempat terangsang melihat Katia dalam posisi terikat tidak berdaya, tapi Seth ingin Katia menyerahkan dirinya padanya tanpa paksaan. Wanita bercadar itu mendekati Seth dan berlutut dihadapan Rajanya untuk melepas sepatu boots yang dipakainya. Tubuh mungilnya kembali mengingatkan Seth akan gadis itu, membuatnya ingin segera kembali ke dunia manusia. “Berhenti! Maafkan aku Serafina. AKu harus pergi,” geram Seth tiba tiba berdiri meninggalkan pasangannya sendirian di dalam kamar gelapnya. *** Katia tersentak bangun dari tidurnya terengah-engah dan penuh keringat. Gadis itu melihat sekeliling ruangannya dan langsung merasa lega bahwa dirinya berada di kamarnya, aman dan selamat. Mimpi membawanya kembali ke dalam hutan Oakwood Valley bersama Brandon. Hanya saja kali ini pemuda itu berhasil merenggut keperawanannya. Masih bisa dirasakannya darah segar yang mengalir dari celah di pahanya tanpa henti. Untunglah hanya mimpi, pikirnya sambil mengusap keningnya yang basah dengan lengan bajunya. Baru sadar bahwa dirinya masih memakai baju pinjaman dari Seth. Diliriknya kakinya yang terbalut kompres. Katia mencoba menggerakkan kakinya yang terkilir itu. Masih agak nyeri namun sepertinya sudah tidak terlalu bengkak. Ditendangnya kompres yang sudah tidak dingin itu dari atas kakinya lalu perlahan menurunkan kakinya dari atas kasur. Mencoba untuk berdiri sambil berpegangan pada pinggir ranjangnya. Gadis itu merambat keluar kamar menuju ke kamar mandi. “Katia? Sudah bangun? Bagaimana keadaanmu?” sapa Mike dari dapur. Ayahnya tampak sedang menyiapkan maakan makan. Sementara anjingnya, Max terlihat menjulurkan lidahnya mengikuti kaki ayah menunggu ada remahan makanan yang terjatuh. “Kamu tertidur pulas sekali melewati sarapan dan makan siang. Pasti kamu kelaparan” “Kurasa aku mau mandi dulu Dad.” Ujar Katia berdiri di depan pintu kamar mandi. “Perlu bantuan?” tanya Mike Gadis itu menggeleng. Ditutupnya pintu kamar mandi rapat rapat. Diliriknya bayangan di dalam cermin kamar mandi itu. Rambut merahnyanya tampak acak acakan. Diambilnya beberapa ranting dan daun kering yang masih terselip  di sela rambutnya. Katia melepas kancing kemeja yang dikenakannya. Bukan hanya pergelangan tangannya, lengannya juga nampak dihiasi beberapa lebam kebiruan tempat Brandon mencengkeram dirinya dengan kasar. Katia menyalakan shower air hangat kamar mandinya dan melangkah masuk setelah melepas seluruh pakaiannya. Goresan di pahanya terasa perih namun ia tidak mengacuhkannya. Aliran air hangat terasa nyaman mengguyur badannya yang terasa remuk. “Kat, Donna ada di sini mencarimu” ketuk Mike dari luar pintu kamar mandi. “Oke Dad, tolong minta Donna menunggu di kamarku!” Terdengar suara sepatu Mike menjauhi pintu diikuti suara kaki Donna masuk ke kamarnya. Katia segera membalut badannya dengan handuk dan berjalan tertatih tatih masuk ke kamarnya. “Oh my god Kat. Lihat badanmu. Apa yang terjadi padamu?” tanya Dona terbelalak. “Aku dan Ben mencarimu ke mana mana. Kami berpaling sesaat dan kamu sudah tidak ada di sampingku.” Donna memeluk temannya erat erat. Katia mengerang kesakitan ketika Donna menyentuh lengannya yang lebam. “Siapa yang melakukan ini?” Katia tidak tahu harus mulai dari mana. Dirasanya air matanya mulai mengalir. Tak lama kemudian dirinya sudah terisak isak menangis dalam pelukan teman baiknya. Katia ingin menceritakan apa yang terjadi pada nya, namun dirinya tidak ingin membongkar rahasia Seth dan keluarganya. Katia tidak ingin Donna menganggapnya tidak waras. Mana ada orang yang akan percaya pada ceritanya tentang dewa dan penyihir. Katia menghapus air matanya. “Sorry, kurasa aku masih sedikit shock. Aku tidak apa apa. Hanya beberapa lebam dan kaki yang terkilir. Kurasa aku terlalu banyak minum vodka buatan Ben sampai sampai aku tak sadar sedang berjalan ke dalam hutan menjadikan diriku tersesat. Kurasa aku panik dan mulai berlari dalam kegelapan. Aku pasti terjatuh karena tersandung akar pohon. Seth menemukanku dan mengantarku pulang” Donna mendengarkan ceritaku. Dahinya berkerut seolah tidak percaya. “Kamu bukan satu satunya orang  yang menghilang kemarin malam. Brandon pun lenyap hampir bersamaan denganmu. Aku, Ben dan seluruh orang mencari kalian di dalam hutan.” “Apakah kalian menemukan Brandon?” “Ya, kami akhirnya menemukan dirinya dalam keadaan pingsan sekitar 500 m ke dalam hutan.” “Apakah dia tidak apa apa?” “Entahlah, dirinya langsung dilarikan rumah sakit. Yang pasti Brandon masih dalam keadaan hidup ketika ditemukan, walaupun kepalanya terluka parah” Donna terdiam sejenak sebelum akhirnya melanjutkan. “Kat, kamu tahukan kalau kamu bisa menceritakan apapun kepadaku?” Katia mengangguk, “Aku tahu. Kamu tidak perlu khawatir. Aku baik baik saja, Donna. Omong omong apa yang terjadi dengan mu dan Ben? Maafkan aku, samar samar kuingat aku telah menyatakan cintamu padanya.” Usahaku untuk mengalihkan pembicaraan tampak berhasil. Donna tersenyum. “Kita sudah berstatus pacarannn, Kat.” jeritnya kegirangan. “Hah ?? Bukannya dirinya terobsesi oleh Karen?” Donna menggeleng “Ternyata itu cuman akal akalan Ben untuk melihat apakah aku cemburu atau tidak. Dirinya juga sudah memendam perasaannya padaku dari dulu” Katia turut merasa senang akhirnya Donna dan Ben menjalin hubungan. Setidaknya berita itu bisa mengalihkan perhatiannya walau hanya sesaat..  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD