Six

1186 Words
AUTHOR POV Hari berganti. Sore ini, Mawar, Devania dan Evelyn ada di ruang rawat Rafael. "Tante makan siang dulu aja! Tante belum makan kan? Biar Evelyn dan Devania yang jagain Rafael." tawar Evelyn. "Sok tahu. Orang tadi Mama udah makan makanan yang Dev beliin." sambung Devania sedikit kesal. "Dev!"tegur Mawar. Devania menghela nafas. Entah kenapa, dia sangat tidak suka dengan Evelyn. Devania memandang ada ke-munafikan pada gadis itu. "Nggak papa, Tante. Evelyn tidak menganggap serius kok ucapan Devania." ujar Evelyn. 'Sepertinya lebih baik Kak Evelyn pulang deh. Bisa-bisa Kak Rafael malah jantungan kalo lihat dia disini.' batin Devania. "Kamu kenapa, Dev?" Mawar. "Kak, apa nggak sebaiknya Kakak pulang dulu? Ini udah mau maghrib loh." Devania. "Nggak papa lagi, Dev. Kakak biasa pulang malem kok. Kamu nggak usah khawatir." Evelyn. "Devania benar, Nak. Kami juga tidak enak jika membiarkanmu disini sampai larut. Lagi pula, sebentar lagi Om Bisma pasti datang." sambung Mawar. Evelyn tampak berpikir. "Iya, Kak. Pulang dulu aja! Di Indonesia itu bahaya tahu kalo cewek pulang sendirian malem-malem." Devania. "Yaudah, kalau begitu Evelyn pamit dulu ya, Tante. Titip salam untuk Rafael jika ia sudah sadar nanti." Evelyn. Mawar mengangguk dan membiarkan Evelyn pergi. "Huffft...." Devania bernapas lega. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. "Mama tahu, kamu sengaja kan, pengen Evelyn pergi?" Mawar. "Iyalah, Ma. Dev agak nggak suka sama dia. Kak Rafael juga nggak suka." Devania. Mawar menolehkan kepalanya ke arah anak gadisnya itu. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman. "Untuk satu itu, Mama setuju denganmu." Mawar. "Li..tha...Litha.." Mawar dan Devania terpenjat. Keduanya bergegas mendekati tempat tidur Rafael. "Litha..." "Rafael, kamu sudah sadar, Nak? Rafa dengar Mama?" Mawar. "Litha..." "Dev, cepat panggil dokter!" suruh Mawar. "Iya, Ma," Devania. Devaniapun segera bergegas keluar untuk memanggil dokter. Tak lama berselang, dokter dan seorang suster datang. Mereka mempersilahkan Mawar untuk menunggu di luar. "Ma, bagaimana keadaan Rafael?" tanya Bisma yang baru saja datang. "Tadi Rafael mengigau, Pa. Dia mencari Litha." balas Mawar. "Pa, Dev mohon, biarin Kak Rafael dengan pilihannya. Kak Rafael mencintai Kak Litha." ujar Devania tidak bosannya. "Dev, kamu masih kecil, sayang. Kamu belum mengerti masalah ini. Dan Kakakmu, memiliki tanggung jawab besar terhadap perusahaan. Ia tidak boleh dibutakan oleh cinta." terang Bisma. Dokter dan suster baru saja keluar dari ruang rawat Rafael. "Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" Bisma. "Kondisinya masih sama. Sepertinya ia hanya mengigau biasa. Karena semua tetap sama. Ia masih belum stabil." Dokter. "Baik, Dok. Terima kasih." ucap Devania berterimakasih. Bisma menuntun istrinya untuk duduk di sebuah bangku. Devania pun mengikutinya. "Lebih baik sekarang Mama dan Dev pulang! Biar Papa yang jaga Rafael" suruh Bisma. "Nggak, Pa. Papa aja yang pulang! Mama mau menemani Rafael. Lagi pula, Papa pasti capek kerja seharian." Mawar sembari menggenggam jemari Bisma. "Dev, kamu pulang sama Papa aja ya! Besok kamu harus sekolah. Tadi kamu udah bolos loh." perintah Mawar kepada Devania. "Ya sudah. Dev, sekarang kamu pulang ya! Biar di jemput Pak Budi. Nanti Papa nyusul. Biar Papa gantiin Mama sebentar, biar Mama bisa makan malam" perintah Bisma. Devania mengangguk. Lima belas menit kemudian, Pak Budi datang menjemput Devania. Di perjalanan, Devania mengingat sesuatu. Litha. Dimana gadis itu berada sekarang? "Pak, kita lewat Jalan Alamanda, ya!" suruh Devania. Pak Budi menyetujuinya. Devania sengaja memilih rute terpanjang menuju rumahnya agar ia bisa sekaligus mencari Litha. Lima belas menit berlalu. Pencarian Devania tidak sia-sia. Ia melihat Litha yang tengah duduk bersandar pada pohon sembari menekuk kakinya. "Pak Pak, berhenti dulu!" Pak Budi menghentikan laju mobilnya. "Ada apa, Non?" tanya Pak Budi. "Itu ada Kak Litha. Dev kesana sebentar ya!" pamit Devania. Devania membuka pintu mobilnya dan berlari kecil ke arah Litha. "Kak Litha!" panggilnya. Litha mendongakkan kepalanya. Ia terkejut dan segera bangkit berdiri. "Bagaimana keadaan Rafael? Dia baik-baik saja kan?" tanyanya. Devania tersenyum mendengar nada kekhawatiran dari suara Litha. Ia dapat merasakan jika cinta kakaknya tidak bertepuk sebelah tangan. "Devania, jawab! Rafael tidak apa-apa kan?" ulang Litha. "Kak Rafael masih belum sadar. Ayo Kak, aku antar ke rumah sakit. Kak Rafael pasti senang kalau Kakak datang." Devania. Litha melangkah mundur menjauhi Devania. Membuat gadis remaja itu menyeritkan alisnya. "Kenapa, Kak? Masalah Papa? Sebentar lagi Papa pulang kok. Dia nggak akan tahu." Devania. Litha masih tampak ragu. "Kak Litha percaya kan sama Dev?" Litha mengangguk ragu. Devania berinisiatif untuk mendekat dan menuntun Litha ke mobilnya. "Semua akan baik-baik aja, Kak. Devania janji." ucap Devania. Litha mulai yakin dengan ucapan Devania. Ia menurut dan mengikuti langkah Devania. *   Sampainya di parkiran rumah sakit, Litha dan juga Devania tidak langsung turun dari mobil. Devania masih melihat adanya mobil Bisma di parkiran tersebut. "Devania kenapa?" Litha. "Masih ada mobil Papa disana. Kita harus tunggu sampai Papa pergi." Devania. Litha mengangguk paham dan mengikuti semua intruksi gadis berusia tujuh belas tahun tersebut. Selang beberapa menit, terlihat Bisma keluar dari gedung rumah sakit. Ia langsung masuk ke dalam mobilnya dan mengendarainya dengan kecepatan sedang. "Ayo, Kak!" ajak Devania. Devania dan Litha turun dari mobil. Litha menatap bangunan megah di hadapannya. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum ketika ia teringat jika sebentar lagi ia akan bertemu dengan Rafael. "Eh, tunggu sebentar!" ujar Devania. Devania kembali masuk ke dalam mobil. Ia mengambil sebuah barang dari bangku belakang. "Kakak duduk gih! Sini Dev pakaikan." Devania mendorong pelan bahu Litha agar wanita itu duduk di atas trotoar. Ia memakaikan sepatu yang baru saja ia ambil ke kaki Litha. "Sudah. Ayo!" ajak Devania lagi. Litha bangkit berdiri dan menatap bingung ke arah Devania. "Ada apa, Kak?" bingung Devania. "Terima kasih, Devania." ujar Litha. Devania tersenyum. Detik berikutnya ia menggandeng tangan Litha memasuki gedung rumah sakit. Sesekali Litha mencengkram erat lengan Devania saat merasa tidak nyaman dengan orang-orang di sekitar mereka. "Kakak tenang saja, mereka tidak akan menyakiti Kakak."bisik Devania. Hingga akhirnya, mereka tiba di depan ruang rawat Rafael. "Ini ruang rawat Kak Rafael. Kondisinya masih kurang stabil, untuk itu, kita harus tenang dan tidak boleh berisik." Devania. Litha mengangguk paham. Devania membuka pintu ruang rawat Rafael, dan segera di sambut oleh senyum ramah Mawar. "Litha..." panggil Mawar. Devania menggandeng Litha untuk masuk dan mendekati ibunya. "Bagaimana keadaan Rafael?" tanya Litha. "Dia masih belum sadar. Tapi Tante yakin dia akan segera baikan jika kamu ada disini. Kamu mau kan, ikut menunggu Rafael disini, sayang?" Mawar. Litha mengangguk. "Syukurlah! Sini duduklah!" Mawar membimbing Litha agar duduk di bangku yang ada di samping tempat tidur Rafael. "Kalau begitu Devania pulang ya, Ma?" pamit Devania. Mawar mengangguk. "Hati-hati di jalan! Ini sudah malam." Mawar. "Iya, Ma." balas Devania. Devania pun keluar dari ruang rawat Rafael. Kini hanya ada Litha, Mawar dan Rafael yang belum sadarkan diri di ruangan itu. "Litha, maaf Tante tidak bisa berbuat apapun saat Om Bisma mengusirmu." Mawar. "Tidak apa, Tante." balas Litha. Litha menatap sendu wajah Rafael. Matanya terpejam. Namun seperti ada sesuatu yang tengah mengusik batin pria itu. Ia nampak tidak tenang. 'Apakah dia seperti ini karena merindukanku?' batin Litha. Litha meraih tangan kiri Rafael dan menggenggamnya erat. Ibu jarinya mengusap pelan punggung tangan itu. "Rafael, aku ada disini. Kamu cepat bangun ya!" lirih Litha dengan air mata yang tak terbendung. Ia mencium punggung tangan Rafael cukup lama. "Aku juga merindukanmu, Rafael. Maaf karena telah meninggalkanmu. Aku menyesal." Lanjutnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD