Part 14

1049 Words
Selama dua minggu penuh, Lana dan Liam tak saling bicara. Liam selalu pulang larut dan Lana sudah lebih dulu tidur. Dan saat Lana bangun, Liam sudah tidak ada di sisinya. Keduanya bahkan nyaris tak pernah saling bertemu selain ketika Lana yang terbangun di tengah malam karena rasa hausnya, dan melihat punggung Liam di sisi lain tempat tidur. Kemdian ia akan menarik selimut menutupi pundak pria itu. Berulang-ulang setiap malam dan entah kenapa Lana tetap melakukan hal tersebut. . Satu bulan pernikahannya tak menunjukkan perkembangan apa pun. Tentang Dennis maupun sikap Liam yang masih begitu dingin. Dan akhir minggu ini pun sama sekali tak memiliki perbedaan bagi Lana. Kecuali Sonia yang siang itu merecokinya tentang perjodohan sang adik dengan Evans. Tak berhenti mengeluhkankan setiap detail kesalahan Evans yang di telinga Lana malah terdengar dibuat-buat. Bahkan cara bernapas Evans pun tetap salah di depan Sonia. Setelah satu jam lebih Lana menebalkan telinganya, akhirnya Sonia berhenti mengoceh dan memutus panggilannya. Lana menghela napas panjangnya secara perlahan. Hanya untuk sejenak sebelum kemudian ponsenlnya kembali berdering. Nama Evans muncul dan Lana langsung mengangkatnya. Sepertinya ini masih tentang Sonia. “Hai, Evans. Sonia baru saja menelponku beberapa menit yang lalu. Jadi … apa sekarang aku harus mendengar dari sisimu?” Evans terkikik pelan. “Sejujurnya aku hanya membiarkan hubungan kami mengalir seperti air. Hanya saja, bisakah kau memperingatkannya untuk tidak terlalu membenciku? Aku takut benci dan cinta memiliki perbedaan yang tipis dan dia termakan omongannya sendiri. Aku sama sekali tak berniat melukai siapa pun, terutama wanita polos sepertinya.” Lana meringis tipis. “Aku sudah mengatakannya, tepat seperti yang kau katakan.” Kali ini Evans terbahak. “Oke. Kedua orang tua kami tak menyerah, Lana. Menurutmu apa yang harus kita lakukan untuk situasi ini? Melihat tekad mereka, tampaknya aku akan segera menjadi adik iparmu tak lebih dari satu bulan. Mamamu dan mamaku mulai membicarakan tentang gaun pernikahan. Dan kau pasti bisa membayangkan bagaimana antusiasnya mereka ketika saling mengemukakan pendapat. Aku dan Sonia benar-benar terjebak.” “Woww, secepat itu?” Lana sendiri dibuat kehilangan kata-kata. Bagaimana ia harus menjadi penasehat hubungan orang lain di saat rumah tangganya sendiri mengalami masalah yang cukup serius. “Tidak bisakah kau bicara pada mamamu? Sedikit membujuknya untuk memberi kami waktu memikirkan semua ini lebih lama lagi.” Lana mendesah pelan. Mamanya adalah penguasa kedua di rumahnya. Satu-satunya hal yang berhasil Lana ambil keputusan untuk dirinya sendiri adalah keputusannya menikah dengan Dennis. Yang malah semakin meruntuhkan keyakinan kedua orang tuanya terhadap Lana. Satu-satunya pilihan hidupnya berhasil mengecewakan mereka hanya dalam sekejap. “Tidak bisa, ya?” “Seandainya aku bisa, Evans.” Hening sejenak. “Bisakah kita bertemu? Tampaknya kau sudah cukup lama mengurung diri. Kau jarang mengangkat panggilanku dan menolak semua tawaranku dalam pesan yang singkat. Aku mulai mengkhawatirkanmu, Lana.” Lana hanya tersenyum tipis tanpa sepatah kata pun. Ya, selama dua minggu penuh sejak pertengkarannya dengan Liam malam itu. Lana sama sekali tak keluar dari apartemen. Satu-satunya hal yang dilakukannya adalah berhubungan dengan Juan untuk mendapatkan kabar terbaru tentang Dennis dan Joanna, yang bahkan masih tak membuahkan hasil sama sekali. Mungkinkan Dennis memang sengaja menghindarinya? Apakah ada kemungkinan bahwa Dennis tahu bahwa dirinya mencari pria itu dan Dennis melarikan diri? Apakah sekarang waktunya ia benar-benar harus melepaskan dan merelakan Dennis? Tetapi setidaknya ia butuh penjelasan dari Dennis kenapa pria itu mencampakkannya, kan? “Lana?” panggil Evans. “Kau masih di sana?” Lana membangunkan diri dari lamunannya. “Y-ya, Evans. Maaf.” “Kau baik-baik saja, kan?” “Ya, tentu saja.” Lana diam sejenak. “Aku hanya butuh waktu untuk diriku sendiri.” “Dan tampaknya sudah lebih dari cukup. Apa malam ini kau ada acara?” “Ya. Mungkin … melamun di atas tempat tidur. Menunggu waktu makan malam.” Lana mengakhiri kalimatnya dalam kikikan tipis. “Sendirian?” “Ya. Liam tak pernah makan di rumah.” “Hmm, kalau begitu apa kau ingin kutemani?” Lana tampak mempertimbangkan. Selain karena ia tak memiliki kegiatan apa pun yang membutuhkannya untuk keluar apartemen, sepertinya alasan yang Evans tawarkan kali ini cukup menggugah minatnya. “Kau jelas butuh menghirup udara segar, Lana. Aku berjanji akan menjadi teman yang baik.” “Baiklah. Aku akan pergi. Kau bisa menentukan tempat dan waktunya.” “Oke.” Suara Evans dalam sekejap berubah riang. “Aku akan menunggumu di lobi jam delapan nanti. Bagaimana?” “Ya.” *** “Dia bahkan membenci warna dasi yang kupakai.” Evans terbahak ketika memungkasi cerita makan siangnya dengan Sonia. Keduanya tertawa bersama. “Lalu bagaimana denganmu?” Pertanyaan Lana mulai serius. “Apa yang akan kau lakukan jika kalian tak bisa lepas dari jebakan kedua orang tua kita? Bagaimana jika pada akhirnya Sonia jatuh cinta denganmu dalam perjalanan pernikahan kalian?” Evans tampak mendesah dengan berat. Seberat pertanyaan yang diajukan oleh Lana. “Well, hatiku masih dipenuhi oleh Livy. Aku hanya merasa tak adil jika membiarkan Sonia masuk dengan hatiku yang masih dikuasai wanita lain. Tidak adil untuk Sonia.” Lana hanya tersenyum. Tak berkata apa-apa. “Bagaimana denganmu? Apakah hubunganmu dan Liam baik-baik saja?” Lana terdiam, mendesah pelan dan hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban. Dan umur panjang, tepat pada saat itu, pandangan Lana tanpa sengaja menangkap pasangan yang baru saja keluar dari lorong pintu-pintu pribadi di seberang ruangan. Bagaimana mungkin ada suatu kebetulan semacam ini. Di antara sekian banyak restoran, tidak bisakah ia tidak memergoki Liam di mana pun. Perutnya sudah cukup mual ketika melihat adegan Liam yang mencumbu wanita lain di kamar hotel malam itu dan di ruang tamu apartemen pria itu. Setidaknya ia tak melihat wanita lain naik ke ranjangnya dan Liam. Atau belum pernah. Atau bahkan Liam sudah membawa Marisa atau wanita lainnya ke tempat tidur mereka selama ia ada di Singapore? Gejolak di perut Lana serasa semakin memelintirnya ketika bayangan tersebut muncul di benaknya. Perasaan dikhianati yang tak seharusnya ada mulai menyeruak dan menyelimuti dadanya. Dan di seberang, langkah Liam pun sempat terhenti ketika tatapan mereka bertemu. Evans mengikuti arah pandangan Lana terpaku, melihat Liam dan seorang wanita yang bergelayut manja di lengan pria itu. Tentu saja hubungan mereka tidak kurang dari teman tapi mesra. Hatinya mencelos melihat pemandangan tersebut, dengan cepat ia kembali menatap Lana. Yang malah memasang ekspresi datar. Tetapi ia bisa melihat luka yang dalam di balik kedua mata wanita itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD