Cahaya redup sinar mentari, yang indah, gadis cantik berjalan dengan langkah terburu-buru, dia membawa laptop dalam dekapannya sembari membenarkan kacamata bulatnya. Ia letakkan di atas kepalanya. Kedua matanya mengamati sekelilingnya, mencari tempat duduk kosong di sebuah cafe kecil di samping taman pinggir kota. Sembari menikmati udara pagi di pinggiran kota.
Kesehariannya menikmati pemandangan sambil menyeduh teh ataupun kopi kesukaannya. Alice suka melihat lalu lalang kendaraan dan para pejalan kaki yang lewat. Mencari inspirasi untuk n****+ yang akan dia buatnya. Dia bahkan berniat berhenti menulis jika sudah menemukan pujaan hatinya seperti di dalam kisah n****+ yang dia tulis.
Alice meletakkan laptopnya di atas meja, dia berjalan cepat masuk ke dalam cafe untuk memesan minuman.
"Permisi, ada caffe latte?" tanya Alice pada seorang bartender.
"Ada," pegawai itu melayangkan sebuah senyuman ramah padanya. "Anda pesan berapa nona?" tanya bartender laki-laki itu dengan senyum ramahnya.
"Satu gelas saja," jawab ramah Alice. "Oh ya! Aku duduk di luar seberang sana," Alice menunjuk ke arah taman. Melayangkan senyum ramah pada bartender laki-laki itu.
"Baik, nona silahkan di tunggu dulu."
"Baiklah!!" Alice tersenyum manis dan segera keluar dari menuju ke tempat duduk tepat di samping taman. Langkahnya terhenti seakan baru saja menabrak pembatas tembok keras di depannya.
Brakk...
"Aw... " desah Alice meringis sakit. Tubuh keras seseorang di depannya benar-benar benar menghentikan langkahnya. Alice tidak sengaja menenggor keras bahu seseorang laki-laki kekar, berjas hitam berdiri tepat di depannya, dan siap melayangkan ocehan padanya. Alice memutar matanya malas, tanpa minta maaf dia melangkahkan kakinya pergi.
"Bodoh!" suara lirih itu menghentikan langkahnya yang seakan acuh padanya.
Alice menoleh cepat, menarik kedua alisnya menantang.
"Apa katamu?" pekik wanita berambut lurus itu.
"Bodoh!" ucapnya lagi penuh makna ejekan sangat menusuk hatinya.
Alice berdengus kesal, aliran darahnya merangkak cepat berdesir cepat ke wajahnya. Ia menggeram, mengangkat tangan kanannya ingin melayangkan tamparan. Tetapi pikirannya terhenti, dan memilih menurunkan kembali tangannya penuh kekesalan.
"Dasar manusia batu," Alice melangkahkan kakinya pergi, dia yang terlalu kesal hingga tidak fokus di saat jalan hampir saja membuatnya terjatuh.
Aaa..
Tangan kekar laki-laki itu memegang tangannya, menariknya hingga masuk dalam dekapan tubuhnya.
Deg!
Jemari tangannya menyentuh dadanya, merasakan hangatnya tubuh laki-laki itu mulai menarik aliran darahnya berdesir merangkak naik cepat. Membuat jantungnya menyempit merasakan sesaknya sebuah perasaan yang entah itu perasaan apa yang tiba-tiba datang begitu saja tanpa permisi.
Alice mengangkat kepalanya. Pandangan mata mereka saling bertemu. Kedua mata mereka saling tertuju dalam diam.
Pandangan matanya semakin dalam. Mengatasi setiap sudut wajah cantiknya.
Wanita ini begitu cantik jika dilihat sangat dekat. Apa aku pernah bertemu dengannya.
Laki-laki itu memalingkan wajahnya, seakan dia baru saja tersadar dari pikiran buruknya. Ia memegang kedua bahu mungil di dekapannya mendorong tubuh Alice menjauh darinya.
"Kamu gak punya mata, ya?" pekik keras laki-laki itu. Suara berat seorang laki-laki itu seketika membuat Alice mengangkat kepalanya menatap wajah tampan itu tepat di depannya.
"Eh.. Lo yang nabrak gue, kenapa lo yang marah sama gue," decak kesal Alice meninggikan suaranya satu oktaf. Menunjuk wajah laki-laki itu tanpa rasa takut.
"Dasar gadis gila,"
Alice melebarkan matanya, raganya mulai mengeras. Sudah siap untuk mengumpat bertubi-tubi.
"Apa katamu," Alice menarik lengan kanan dan kirinya seakan ingin menantang laki-laki sombong di depannya.
"Kamu bilang aku bodoh, dan kamu bilang lagi aku gila. Terus yang bicara di depan aku ini pakarnya orang gila. Atau boss gila yang sedang nyasar di sini?" pekik Alice.
Laki-laki itu tersenyum sinis, menggelengkan kepalanya, acuh tak acuh padanya. Wajah dingin itu mulai berpaling melangkahkan kakinya pergi, mengangkat tangannya. Mengibaskan tangannya.
"Eh.. Mau kemana?" Alice mendekatinya. Menarik dasi yang menggantung di dalam jas hitam tertata rapi di lehernya. Jarinya memainkan dasi biru itu, menarik sudut bibirnya tipis.
"Jangan harap kamu bisa lari dariku." Jemari tangan Alice menarik dasinya semakin ke atas, yang hampir saja menghabiskan napasnya.
"Kamu yang tidak akan pernah lari dariku. Kamu belum tahu siapa aku, aku tidak akan membiarkan mangsaku bisa hidup dengan tenang," ucapan dingin itu mampu membuat Alice melepaskan dasinya. Ucapannya benar-benar menggetarkan jiwa takutnya yang mulai merasuk dalam tubuhnya. Tatapan mata tajamnya menusuk sampai penjuru hatinya.
Tubuh Alice gemetar takut, tatapan ingin memangsanya itu. Membuat dia merasa gugup. "A.. Aku tidak suka keributan," jawabnya gugup sembari menelan ludahnya.
"Gak penting," jawabnya datar dan pergi menabrak lagi bahu kiri Alice dengan bahunya.
"Aw---" desahnya kedua kalinya.
Alice berdesir kasar, meringis kesakitan.
"Dasar laki-laki gila. Gak punya otak. Sombong dan belagu lagi," decak kesal Alice menggebu, seakan ingin sekali menghujani pukulan bertubi-tubi padanya. Dia mengusap bahunya sebentar.
Ah..kamu harus sabar Alice. Sabar Alice jangan terbawa emosi dengannya. Lalu beranjak duduk kembali di kursinya.
Sembari menunggu kopi yang dipesan datang. Alice membuka laptopnya, duduk santai.
Alice menatap tajam seketika saat laki-laki itu sudah kembali, berjalan tepat melewatinya tanpa minta maaf sama sekali dengannya atas apa yang sudah diperbuat tadi.
"Kenapa di dunia ini ada laki-laki seperti dia," decak kesal Alice.
Drrttt... Drttt...
Getaran keras di mejanya membuat dia berhenti dari amarahnya sejenak. Alice meraih ponselnya di atas meja melihat name Rain di layar ponselnya. Panggilan dari Rain, jemari tangannya segera mengangkat telepon darinya.
"Ada apa?" tanya Alice jutek.
"Kenapa kamu jutek sayang!!" jawabnya.
"Aku lagi kesel sama seseorang. Dia menabrak aku tapi gak mau minta maaf. Dan bahkan dia malah marah-marah denganku. Coba bayangkan sakitnya," curhat Alice menggebu meluapkan emosinya pada orang di seberang sana.
"Sabar Sayang!!" ucap Alice.
"Oh ya! Maaf, ya.. Soal kemarin aku belum bisa ke rumah kamu. Dan kamu tahu sendiri aku sibuk,"
"Iya, gak apa-apa. Besok kita ke rumah aku. Aku akan segera kenalkan kamu dengan orang tua aku. Secepatnya" ucap Alice antusias.
"Oya, sekarang kamu di mana?"
Alice hanya diam, dia menatap wajah laki-laki yang menabraknya tadi berjalan kembali masuk ke dalam. Alice tersenyum licik, sia menjulurkan kakinya, dan.
Brakk...
Yuukk..
Kopi di tangan laki-laki itu tepat mengenai dadanya. Bukanya simpati laki-laki itu hanya tersenyum, melihatnya. Tatapan dan senyumnya mengisyaratkan jika dia memang ingin sekali mengejeknya.
"Argh.... Apa yang kamu lakukan,"
"Jangan main-main denganku gadis kecil?" ucap jutek laki-laki itu.
"Ahh... Sialan!!" umpatnya mengambil tisu di depannya mengusap bajunya yang sudah terlihat sangat kotor. Alice menatap sejenak kemana perginya laki-laki tadi, belum.sempat dia marah. Dia sudah menghilang secepat kilat.
"Halo... Alice. Kamu gak apa-apa, kan?"
"Hallo Alice.."
"Alice kamu kenapa?"
Alice meraih ponselnya yang belum dimatikan. Kini dia beralih vidio call Rain.
"Iya, Sayang. Maaf tadi ada laki-laki rese," decak kesal Alice.
"Memangnya kamu diapakan olehnya?"
Alice menguntungkan bibirnya. Menarik baju yang terlihat kotor. Meski"Lihat ini!" rengek Alice.
"Masak di tumpahin kopi di baju aku, dia gak mau minta maaf lagi," jelasnya sambil merengek kesal, menghentakkan kedua kakinya seperti anak kecil.
"Udah.. Udah gak usah pedulikan. Lebih baik kamu fokus dengan tulisan kamu sana," jelas Rain di balik telepon
"Siap deh. Byee..." Alice segera mematikan ponselnya. Dia meraih tisu di depannya sebanyak mungkin lalu mengusapnya berkali-kali di bajunya yang masih terlihat kotor.
Brakk...
"Ini gara-gara laki-laki itu. Awas saja kalau aku bertemu lagi dengannya. Mungkin aku ajak kenalan saja. Di pikir-pikir dia tampan." canda Alice pada dirinya sendiri. Dia mencoba mengalihkan emosinya dengan candaan kecil pada dirinya sendiri.