Aku tidak bisa mengatakan seperti apa perasaanku. Tapi melihat senyuman itu, aku tau sudah terjebak.
___Aleta___
***
"Arjuna!"
Aku memanggil lelaki itu, dia sedang duduk bersama keempat temannya. Aku tidak tahu kenapa mereka memiliki wajah yang menawan semua. Kedua mata gelap yang seperti akan menghipnotis gadis mana pun. Tapi fokus ku tetap pada satu manusia yang membuatku merinding sampai saat ini.
Dia melirik ke empat sahabatnya. "Ada apa?"
Hanya dua kata itu, tapi tubuhku terasa merinding. Suaranya aneh dan lembut sekali, seolah ia sedang berbisik.
Dan aku tidak suka, kalau dia menatapku teduh seperti itu. Bukan apa-apa, dia terlihat bangga dengan sikapku yang salah tingkah. Cukup menjelaskan bahwa aku adalah yang kalah saat ini, bukan dia.
"Gue mau ngomong penting,"
"Tentang apa?"
Aku benci sikap cueknya, dia seolah tidak mengenaliku. Tapi kemarin dia menipuku, aku yakin sekali kalau ia adalah manusia setengah siluman.
"Gue yakin, lo tahu apa yang bakal gue omongin. Jadi sebaiknya, lo enggak usah pura-pura!"
Tanpa mau mendengarkan kalimatnya, aku segera menarik tangan laki-laki itu ke arah luar kantin.
Membuat keempat teman-temannya bersiul. Aku yakin mereka tengah mengejekku. Tapi aku tidak peduli, mahluk aneh ini telah mempermainkanku.
Di taman itu aku sudah menyiapkan sekantung bawang putih. Orang bilang, mahluk halus akan takut dengan bawang putih itu. Aku tidak terlalu mempercayainya, hanya saja perlu dicoba.
"Ada apa sih?" Lelaki itu berdiri dihadapanku, dengan bersidekap d**a. Tubuhnya yang tinggi jauh dariku, membuatku harus menengadahkan wajah karena ingin menatapnya lebih jelas.
Dan sialnya dia tampan sekali!
"Lo." aku menunjuk dadanya."Bukan manusia! Lo siluman!"
"Ya, terus?"
Apa ini? Kenapa dia tidak kaget? Kenapa hanya itu yang ia katakan. Dia santai sekali, malah dengan acuhnya ia duduk di bangku dan memainkan bawang putih yang aku letakan di sana.
"Kamu mau masak?" Ia mengambil salah satu bawang putih itu dan menghirupnya. "Aku suka masakan yang ada bawang putihnya."
Apa sih!
Dengan gemas, aku merebut bawang putih itu. Semua tidak sesuai dengan ekspektasiku. Padahal aku sudah berharap banyak pada bawang putih itu. Aku berhayal, kalau lelaki siluman ini akan berubah menjadi wujud aslinya.
"Lo itu apa sih?"
Dia menumpangkan sebelah kakinya, meletakan kedua lengannya di sandaran kursi. Menatapku dengan tatapan menyipit. "Kamu lagi jatuh cinta?"
Aku menganga, jawaban macam apa ini.
"Perempuan yang jatuh cinta, dia akan menyangkut pautkan hayalan dengan kenyataan. Dan hasilnya seperti kamu ini. " ia berdiri, mendekat dan mendorong keningku.
"Gila!"
"Gue enggak gila! Gue inget banget, lo kemarin nemuin gue di rooftop kan? Terus tiba-tiba temen gue jemput. Tapi ...." aku terdiam, rasanya masih ngeri.
"Itu bukan temen gue, karena temen gue ada di dalem rumah gue, waktu gue masuk."
Aku melihat dia terkejut selama beberapa saat. Setelahnya adalah sebuah senyuman aneh, yang aku sendiri tidak tahu apa artinya.
Dia menundukkan kedua matanya, menatapku lekat sekali. Wajahnya berubah tegas, tidak sesantai tadi, dan tidak seramah tadi.
"Apalagi yang kamu lihat?"
Aku mengerjap, tapi frustrasi. Aku tidak tidak mau mengatakan ini pada semua temanku. Mereka pasti tidak akan percaya dan menganggapku gila.
"A-aku juga bermimpi." aku tak bisa menatap kedua mata gelap itu lebih lama. Tapi aku juga penasaran apa yang ada di dalam kedua mata gelap, itu.
Karena sinarnya sama.
Seperti lelaki bertopeng itu.
"Ada dua lelaki bertopeng, dan ada lima elang raksasa. Arjuna-"
Aku kembali menengadah, tapi dia sudah tiada. Ini hanya dalam hitungan detik. Aku sungguh tidak sedang dalam mimpi lagi.
"ARJUNA!"
Berteriak frustrasi, aku sungguh penasaran. Kenapa dia malah lari sesuka hati. Dia benar-benar siluman, aku tidak tahu kenapa di sekolahku menerima siluman seperti dia.
***
"Yuhu! Sore nanti Arjuna dan kawan-kawannya bakal manggung di kafenya om Mahesa."
Seru Iren, dia memang mempunyai paman bernama Mahesa. Katanya beliau adalah pemilik kafe luxury.
Di sana selalu ada penyanyi keren yang berbeda-beda. Dan kali ini, beliau mengundang Arjuna ke sana. Kenapa harus lelaki siluman itu?
Apa bagusnya?
Sepertinya suaranya jelek, atau dia memang sangat pandai memanipulasi orang lain?
"Emang mereka suaranya bagus?" Iseng saja aku bertanya, ya ... biar tidak dikira kudet juga.
"Keren, mau denger gak?" Iren menarik earbluetooth di telinganya lalu dipakaikan padaku.
Seorang lelaki yang sedang menyanyi. Suaranya lembut, dan cukup layak untuk jadi seorang penyanyi.
"Ini suara siapa?"
Iren tersenyum. "Arjuna! Gue juga baru tahu dari Tante Shaya. Kalau ada anak sekolah kita yang bakal manggung nanti malam."
Aku melepas earbluethoot itu, "Biasa aja,"
Iren terlihat mengerutkan keningnya. "Keren tahu, dia mahluk sempurna. Udah ganteng, genius, suaranya bagus. Kurang apa lagi coba?"
Malas menanggapinya, kalau saja ia tahu siapa lelaki itu. Dia pasti akan bersikap sama sepertiku.
"Masih banyak ko, yang lebih bagus. Diamah cuma tukang pamer."
Aku duduk dan membuka ponselku. Sekarang para guru sedang mengadakan rapat. Jadi selama satu jam ini kita kosong.
"Anyway ..., Siapa yang nganterin lo kemarin?" Rizki bertanya, aku memang belum sempat menceritakan tentang prihal siapa yang mengantarkanku kemarin. Aku hanya bilang, kalau kemarin ada yang mengantarku pulang.
"Siluman!" Jawabku masa bodo, dan Rizki menggeleng jengah.
"Jawab yang bener babe!"
Benar, si cowok siluman itu sudah memanipulasi teman sekelasku. Jadi mereka tidak akan percaya pada apa pun yang aku katakan.
Rasanya ingin sekali aku memukul lelaki itu saat ini. Aku ingin kesaktiannya hilang, lalu teman sekelasku tahu, atau bahkan satu sekolahan tahu kalau ia siluman.
"Tau lah!"
Aku mengalihkan tatapanku ke arah luar jendela. Kebetulan di samping kiriku adalah jendela sekolah, aku bisa melihat pergerakan orang - orang yang ada di luar sana. Tentunya anak-anak yang sedang berolahraga.
Lima lelaki yang sedang bermain basket di sana, adalah Arjuna dan keempat teman - temannya. Padahal beberapa menit yang lalu si lelaki aneh itu sedang bicara denganku. Dan saat ini aku malah sudah melihatnya bermain basket di sana.
Kapan lelaki itu berganti pakaian?
Dasar siluman.
Aku mencebikan kedua bibir, hatiku kesal kalau belum bisa mengungkap semuanya. Menatapnya tanpa henti adalah yang aku lakukan.
Aku ingin tahu, apakah saat ini juga lelaki itu akan memanipulasi orang lain lagi?
Kelima lelaki itu memang lebih tinggi dan lebih menawan dari yang lain. Aku tidak tahu siapa nama teman - temannya si Arjuna itu. Tapi aku akan mencari tahu.
Malam harinya, aku ikut bersama keempat temanku. Kami pergi ke kafenya Om Mahesa.
Kami duduk di bagian depan, memesan cemilan dan jus. Kemudian kami pun mengobrol.
Perlahan terdengar sebuah suara mikropon, sebagai tanda bahwa acara ini akan segera dimulai.
"Selamat malam, dan selamat datang di luxury! Kami sangat senang anda bisa datang ke sini. Dan sebagai sambutan dari kami, kami sudah menyiapkan band dari anak-anak muda berbakat.
Mereka ganteng parah, kalau saya masih muda. Mungkin akan saya lamar salah satunya, " penyiar itu terkikik. Membuat kami para penonton riuh.
"Ok, tenang! Tenang. Mari kita sambut mereka si lelaki tampan. The Arjuna!"
Apa!
Jadi nama bandnya The Arjuna?
Aku ikut bertepuk tangan, dan kami pun mulai melihat kelima lelaki tampan itu.
"Selamat malam! Kami The Arjuna, akan mempersembahkan lagu untuk anda, selamat menikmati."
Aku tidak bisa mengatakan seperti apa ekspressiku. Tapi dia tampan sekali, kemeja hitam yang ia gulung sampai ke siku, sungguh membuatnya semakin menawan.
Aku benci lelaki siluman itu.
Dia terlalu tampan.
Dia menyanyikan lagu Vidi Aldiano yang berjudul, pelangi di malam hari.
Apa saja yang membuatmu bahagia
Telah ku lakukan untukmu
Demi mengharapkan cintamu
Kini ku bagai menanti
Datangnya pelangi
Di malam hari yang sepi
Dan dia menatapku. Sangat tulus, dan teduh. Ah, jantungku ... kenapa tidak mau tenang.
Ku sadari yang telah ku lakukan
Membuat hatimu terpenjara
Dan tak kuasa ku membukanya
Walau seluruh dayaku ingin bersamamu
Kunci hatimu patah tak terganti
Dia memejamkan sejenak kedua matanya. Seolah sedang menghayati apa yang ia nyanyikan. Membuatku menelan saliva kuat-kuat. Aktivitasnya itu sungguh mendebarkanku. Dan tak ingin aku berpaling darinya.
Reff :
Cinta tak harus memiliki
Tak harus menyakiti
Cintaku tak harus mati
Oh cinta
Tak harus bersama
Tak harus menyentuhmu
Membiarkan dirimu dalam bahagia
Walau tak disampingku
Itu ketulusan cintaku ...
Tepuk riuh para penonton, membuat tatapanku mengerjap dan sadar, bahwa lagunya sudah berakhir.
Dan dia, tersenyum padaku dengan begitu manisnya. Tapi aku memang tidak pernah membalas senyumannya, aku mematung dan terlalu terhipnotis oleh pesonanya.
***
Aku ke toilet, rasanya aku perlu mencuci muka. Pesona lelaki itu membuatku gila.
"Aku sudah mencoba menghilangkan ingatannya, tapi tidak bisa! Dia bahkan ingat pada lelaki bertopeng dan elang raksasa!"
Deg!
Langkahku terhenti, sebelum aku memasuki toilet. Itu suara Arjuna, dan teman-temannya berada di sana. Di toilet lelaki yang bersebelahan dengan toilet perempuan.
Ada yang aneh dengan diriku, mestinya aku pergi. Namun yang terjadi adalah, aku terdiam di sana sampai lelaki itu ke luar dan menemukanku.
"Aleta ... hay!"
Dia sama sekali tidak terlihat kaget, dia tersenyum dan menghampiri.
"Apa yang lo omongin?" serangku.
Dia menatapku teduh.
Seperti biasanya.
"Seperti yang kamu dengar," tangannya mengusap sebelah pipiku. "Tapi kamu memang tidak bisa aku taklukan."
"Lo beneran bukan manusia?" aku mulai cemas sekali, dan dia hanya terdiam. Perlahan menelusupkan kedua tanganya ke bagian belakang kepalaku. Memijat pelan di sana, membuatku lupa bagaimana caranya menghela napas.
Jarak ini terlalu dekat, ia bahkan menyatukan kening kami.
"Semua ada alasannya Aleta, tapi mungkin saat ini kamu belum mengerti. Sebaiknya kamu tidak usah mencari tahu."
Perlahan menarik kedua tangannya, dan menjauh. "Jangan ke rooftop lagi, dan jangan sendirian lagi."
Aku menggeleng,
Dan dia perlahan mundur. "Ingat Aleta!"
Aku masih saja terdiam, dia memutar diri dan pergi. Diikuti oleh ke empat temannya yang keluar dari dalam toilet.