6. Cahaya penyelamat

1221 Words
Aku menghentikan taxy, dan mengikuti motor yang dikendalikan lelaki aneh itu. Aku tahu, kalau ini sudah keterlaluan. Sekarang sudah pukul 6 sore. Tapi aku terus mengikuti pergerakan lelaki itu, yang anehnya motornya terus melaju. Membuat Pak sopir taksi melirikku lewat kaca spion. "Neng, mau ke mana sih? Ini sudah jam enam sore. Hari udah mulai malam lho Neng, apa Neng tidak takut?" Jujur saja aku takut, tapi aku belum berhasil mencari bukti tentang lelaki itu. Aku bahkan belum tahu di mana tempat tinggalknya dia. "Maaf, ya Pak. Boleh sebentar lagi ... aja, aku janji deh, kalau selama tiga puluh menit orang yang saya ikuti itu gak berhenti juga. Kita putar balik aja," Pak Sopir terlihat berdecak. "Ok, tiga puluh menit lagi ya Neng. Saya harus pulang, Istri saya hari ini lagi sakit perut, saya takut dia mau lahiran. Kami janji bakal ketemu jam 7 di rumah." Aku menatap jam di pergelangan tanganku, jam sudah menunjukan pukul enam sepuluh menit. Berarti waktunya sebentar lagi, aku tidak mungkin mengorbankan Istrinya Pak sopir, hanya gara - gara aku ingin menyelidiki si manusia aneh itu. "Kalau gitu, berhenti di depan aja Pak. Nanti saya biar cari taksi yang lain." aku menunjuk ke halte bis yang kosong tak berpenghuni. Dalam hati aku takut, mengingat jalan ini terlihat sepi sekali. Pak Supir menatapku tidak yakin dari depan. "Tapi di sana sepi sekali Neng, yakin? Neng mau nungguin taksi di sana. Sekarang banyak penculikan di mana-mana. Saya takut Neng ke napa - napa." Aku tahu Bapak ini baik sekali, tapi motor yang dikendarai si Arjuna sudah hilang. Bagaimana bisa aku mengikutinya? "Mmm .... kalau gitu, kita pulang aja deh, enggak apa-apa. Putar arah ke yang tadi ya Pak?" Pak Sopir mengangguk, "Itu lebih baik, Neng. Lagian ngapain sih si Neng ngejar-ngejar cowok?" "Ah, ada urusan aja Pak." "Apa pun urusannya, Neng jangan mau ngejar-ngejar cowok. Mereka bisa kepedean, terus cowok bisa besar kepala dan nginjak harga diri Neng." "Saya ngejar bukan karena suka dia, Pak. Tapi karena dia teman saya." Mungkin ini alasan yang ternetral, tadinya aku mau beralibi kalau si Arjuna adalah pencuri. Tapi takutnya si Bapak menelpon polisi dan malah jadi semakin merepotkan. Dan urusannya jadi panjang. Mobil pun mulai kembali berputar pada jalan pulang. Kala ada banyak motor anak jalanan menghalangi kami. Pak Sopir menghentikan laju mobilnya. "Duh, Neng. Kita dikepung, mereka geng motor yang suka bikin onar." Dan mereka banyak sekali, ada tujuh motor. Salah satunya berhenti dan turun menghampiri kami. Mengetuk pintu bagianku, membuatku takut dan cemas. "Jangan dibuka Neng, kita akan terobos saja." Pak Sopir mewanti - wanti. "Mobil Bapak, bisa rusak Pak." aku menatapnya cemas, bagaimana pun dia punya keluarga. Kalau mobil taksi ini rusak hanya gara - gara ingin menolongku. Maka dia harus mengganti pada pihak perusahaan. "Tidak apa-apa Neng, dari pada neng kenapa - napa." Aku hanya bisa mengangguk, Pak sopir mulai menancap gas, hingga membuat para geng motor itu minggir. Kami berhasil lewat, namun ban bagian belakang taxi yang kami tumpangi sepertinya kempes. Aku tidak tahu kenapa, namun perasaanku mengatakan kalau merekalah pelakunya. Para geng motor itu. Taksi mulai terasa miring, akibat kecepatan yang terlalu tinggi dan kempesnya ban. Membuatnya berputar, hingga kepalaku dan Pak Sopir terbentur jendela. Aku tidak bohong, rasanya sakit sekali. Beruntung Pak Sopir masih bisa mengendalikannya. Hingga mobil kami perlahan terhenti, dengan keadaan kami yang sama - sama kacau, dan letakutan. Aku bisa melihat darah yang keluar dari keningnya Pak Sopir. Membuatku meringis, dan tentu saja merasa bersalah. "Pak, Bapak berdarah!" Cemasku, memberikan tisu padanya, tanpa peduli bahwa aku pun mulai kehilangan penglihatan. Sedikit buram, namun masih bisa aku kendalikan. "Maaf, Neng. Saya gagal lindungin Neng," Kenapa dia yang malah menyesal, di sini akulah yang salah. "Neng, mereka sebentar lagi ke sini. Neng mending cepet telpon temennya Neng, atau polisi. Saya takut mereka ngapa-ngapain Neng." Pak Sopir mengusap darah dikening, sesekali melirik pada geng motor yang mulai mendekat pada kami. Aku lupa, kenapa enggak telpon mereka. Lalu aku pun mulai mencari ponselku, dan menelpon Irene. Kala sebuah ketukan dari luar membuatku gemetar. Hingga ponsel yang aku pegang, malah jatuh ke bawah. Aku yakin Irene sudah mengangkatnya. "Iren tolongin gue! Ini gak tahu di mana, tapi tolong lacak ponsel gue! Gue lagi di jalan. Gue dicegat anak geng motor." Aku berteriak, sampai pintu terbuka karena sebuah paksaan. Kacanya pecah, dan aku menutup kedua telinga saking takutnya. "Waw! Cantik bener!" Salah satu geng motor itu menatapku lekat. "Baru pulang sekolah ya Neng? Bening bener! Udah punya pacar Neng?" Aku beringsut ke arah bagian tengah, berharap laki-laki gila itu tidak harus menyentuh tanganku, tapi sepertinya ideku itu tidak mungkin berhasil. Terlihat dari bagaimana dia masuk dan menarik sebelah tanganku. Membuatku histeris dan berhasil menggigit tangannya sampai ia meringis dan melepaskan tanganku. Namun sayangnya hal itu malah berakhir dengan sebuah pukulan di rahangku. Rasanya sakit, dan membuat kepalaku pusing. "s****n!" Ia mengumpat dan kembali menarik tanganku, hingga membuatku tertarik keluar dengan terhuyung. Rasanya seluruh tubuhku terasa sakit luar biasa. "Lo berani ngelawan hah! Berani lo ngelawan gue?" Ia berteriak tepat di telingaku, hingga membuatnya menjadi berdengung. Belum puas dengan memukulku dan berteriak gila padaku. Lelaki gila itu menjambak rambutku. Kala sebuah kilat seolah menyambar, membuat lelaki itu terdorong jauh ke aspal. Hingga aku mendengar raungannya, lelaki itu melayang dan jatuh lagi. Begitu seterusnya sampai lelaki itu terdiam di tempatnya. Para geng motor yang melihat itu pada berlari dengan motornya. Sedangkan aku masih di dekat taxi itu dengan ringisan dan tatapan sayu pada lelaki yang baru saja menolongku itu. Dia terlihat marah dan menatapku tajam sekali. "Saya pernah bilang apa sama kamu?" tangannya terulur dan mengusap darah yang keluar dari kening, dan sudut bibirku. "Tapi kamu tidak mau dengerkan?" "Gue pengin tahu, lo itu siapa?" aku terbatuk, kepalaku pusing sekali. Bahkan Pak Sopir saat ini sudah pingsan, aku yakin dia kelelahan. Seperti tengah mengerti dengan apa yang aku pikirkan. Arjuna menyentuh mobil itu dan dalam hitungan menit, mobil itu sudah kembali menjadi bagus seperti sedia kala, bahkan ia bisa berjalan meski tanpa Pak sopir mengemudikannya. "Dia lagi pingsan, mana mungkin dia bisa pulang?" Protesku, membuat Arjuna mencubit kuat pipiku, hingga aku mengaduh. "Sakit ...." Dia menarik tangannya dengan gelengan jengah. "Tidak usah mikirin dia, pikirkan saja nasib kamu. Apa kamu pikir aku akan melepaskanmu di sini?" Aku mengerjap, kepalaku terasa berdenyut, dan darah dikeningku mulai menetes. Aku bisa melihat kedua matanya yang bersinar merah, dia mendekat dan mengincar keningku. "Itu milikku ....," lirihnya pelan. Aku menggeleng, dan mundur. Entah kenapa rasanya takut sekali. Aku hendak berlari, kala lengan itu telah berhasil meraih ku. Dan membuatku berbalik padanya, "Jangan bunuh aku! Jangan bunuh aku!" Berteriak sekuat tenaga, memukul dadanya secara beruntun. Aku merasakan tubuhku didekapnya erat sekali. Sebelah tangannya terlihat bercahaya dan mengusap kepalaku, terasa sejuk dan serta-merta aku terkantuk. Tapi aku melawan rasa kantuk itu, entah kenapa kali ini aku tidak mau kehilangan mahluk ini. Aku tetap menatapnya meski berkali-kali hampir terlelap. Membuat lelaki menawan dengan kedua rahang yang tegas itu berdecak kesal. "Tidur Aleta!" Aku tersenyum, dan entah ada keberanian dari mana. Tanganku terulur dan mengusap rahangnya. Membuat si tampan itu terdiam seperti menahan sesuatu yang sangat sulit di dalam dirinya. "Arjuna ...," aku tersenyum, "Lo enggak akan bisa tipu gue lagi ...." ia terlihat menggeleng kesal. Namun setelahnya aku pun kembali tidak sadarkan diri. Namun sebelum itu aku mendengarkan sebuah suara. "Arjuna! Skorpio bakal masuk ke Mutiara, dan mencari permaisuri!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD