When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Senja sudah datang bersama dengan burung-burung yang kembali pada sarangnya. Namun, nampaknya senja itu tidak membuat seorang gadis yang tengah terduduk di kursi taman itu untuk kembali ke rumahnya. Zenna duduk termenung di kursi taman bercat coklat itu dengan tenang. Angin nampak bertiup kencang menerpa anak rambunya, namun tidak menggoyangkan tubuhnya sama sekali. Matanya setengah menyipit untuk menghalau angin yang datang agar matanya tidak terasa perih. Nampaknya di akhir hayatnya harapan yang selama ini dimimpikan dan dirancang sedemikian rupa hanyalah semu. Zenna meringis ketika merasakan pinggangnya kembali berdenyut nyeri. Zenna kembali menitihkan air matanya ketika bayangan masa lalu menghantui pikirannya. Kejam! Sangat kejam memang lelaki itu. lelaki yang seharusnya membela