When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Lovinta duduk termenung di kamar rawat Danial, gadis itu masih saja setia menatap sang papa yang terkapar tidak berdaya di atas berngkar rumah sakit. Hari gadis itu masih saja mencelos bila melihat wajah sang apa yang terlihat sangat pucat. Kesalahannya kali ini memang di batas kewajaran. Sang papa sakit juga karena disinya, begitulah otaknya selalu menyalahkan dirinya sendiri ketika melihat tubuh Danial terkapar tidak berdaya. “Pah, maafin Lovinta. Ini semua salah Lovinta, karena Lovinta papa jadi menderita dan harus sakit seperti ini,” gumam gadis itu dalam kesendirian. Saat Lovinta asyik dalam dunianya sendiri, tiba-tiba suara decitan pintu terdengar nyaring di telinga gadis itu dan membuatnya harus menengok siapa pelakunya. Ternyata Nean. Lovinta tersenyum manis ketika lelaki itu