When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“PAPA NGGAK BERHAK NGATUR-NGATUR KEHIDUPAN IVAN!” Teriakan itu sangat jelas terdengar di dalam kamar Nean. Lelaki itu memutuskan untuk keluar dari kamarnya saat keributan di luar semakin terdengar memanas. Sesekali Nean mendengar suara teriakan Ivan yang nampaknya sangat marah. Sebelum memutuskan untuk membuka pintu kos-kosannya, Nean terlebih dahulu menginip di lubang pintu, dan benar saja, di sana Nean melihat Ivan dengan wajah memerah padam akibat marah dengan seseorang lelaki paruh baya di hadapannya. Nean beranggapan bahwa itu adalah papa Ivan. “Bukannya Ivan pamit pulang telat ya?” gumam Nean dalam kebingungannya. Ya, Ivan sempat meminta izin kepada Nean untuk pulang sedikit terlambat karena ada pelajaran tambahan untuk mengikuti ujian sekolah yang akan diadakan beberapa bula