When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Satu minggu telah berlalu. Kondisi Lovinta dan Diah pun sudah mulai membaik. Bahkan Diah sudah bisa untuk bangun dan ke kamar mandi seorang diri tanpa suster membantunya. Sedangkan Lovinta, gadis itu masih memulihkan luka jahit bekas operasinya, dan tentunya hari-harinya sangat membosankan karena hanya duduk di atas berangkar rumah sakit. “Kamu tega banget ya mas sama aku, kenapa waktu Lovinta sadar dari koma kamu nggak hubungin aku?” Suara Edera menggelegar masuk ke dalam telinga Lovinta, padahal gadis itu di dalam kamar rawatnya dengan pintu tertutup rapat. Lovinta dan Nean saling memandang seolah bertanya ada kejadian apa di luar sana. Nean yang paham akan reaksi Lovinta, lelaki itu hanya menggeleng pelan. Wajah Lovinta kembali khawatir ketika mendengar isakan tangis memilukan yan